Waktu dua Minggu itu tidak lama, lihatlah sekarang baru juga sebentar, hari lima hari telah terlewati dengan sangat cepat.
Semua keluarga terlihat sangat sibuk, apalagi Zana dan juga David. Kedua orang tua itu terlihat semangat sekali mempersiapkan pernikahan anak bungsunya itu.
Padahal di awal Zana juga sempat perotes dengan sikap Sang suami yang main enak sendiri mengambil keputusan. Tapi lihatlah sekarang, malah dia yang lebih semangat. Sella menarik nafas panjanganya.
"Loh, kamu mau kemana, Sell?" Zana yerkejut melihat pitrinya sudah terlihat cantik dan rapi.
"Aku keluar sebentar, Ma. Sella sudah janji sama temannya untuk pergi ngumpul di kafe sebentar." ujarnya memberi tahu.
Sebenarnya Sella sengaja tidak mengundang teman-temannya ke pernikahannya nanti. Rasanya ia belum siap jika mereka tahu dia akan menikah dengan duda yang cukup dewasa darinya.
Dan karena itu, saat seharusnya dia tidak di bolehkah keluar rumah karena sudah mendekati hari pernikahannya, ia tetap memaksa untuk pergi bersama teman-temannya. Agar mereka tak bertanya aneh-aneh, dan lagi pula dia juga tak seharusnya Samapi di pingit segala.
"Kalau begitu hati-hati, jangan pulang terlalu malam, nanti papa kamu marah."
"Iya, ma."
Sella segera menghampiri taksi yang telah menunggunya di depan rumah. Mengurangi sang sopir lekas-lekas pergi agar ibunya tak berubah pikiran.
Sella cukup lega, akhirnya dia bisa pergi juga tanpa mendengar nasehat panjang dari ibunya.
Ini sebenarnya jarang terjadi. Biasanya mamanya itu selalu cerewet jika melakukan hal yang sudah dia larang. Tapi hari ini sia malah tak mempersalahkan, jadi Sella tersenyum senang.
****
Di lain sisi...
Seorang pria terlihat sangat sibuk dengan laptopnya dan juga berkas-berkas yang berceceran di atas meja kerjanya.
Seharian ini dia dipusingkan dengan banyak hal, selain pekerjaan yang menumpuk, masalah lain yang membuat dia pusing juga dengan tuntutan keluarga yang telah merencanakan segalanya tanpa menanyakan dulu keputusan darinya.
"Pak Bara, apa rapat di undurkan lagi?"
"Tidak usah, kita akan berangkat sebentar lagi."
Wil menarik nafas lega. Setidaknya ini lebih baik, kalau tidak dirinya yang akan diteror sepanjang hari oleh klien.
"Apa Mami masih selalu menelpon mu?"
Wil sedikit terkejut, "ah, iya pak. Kata Nyonya hari pernikahan Bapak sudah di tentukan, dan itu 15 hari lagi," ucap Wil menjelaskan apa yang disampaikan nyonya besarnya tadi.
"Uhh, mereka bahkan melakukan segalanya sesuka hati. Aku benci ini,"
Meskipun Bara itu laki-laki yang ditakutkan di kantornya, tapi jika sudah menyangkut orang tua dia hanyalah pria pengecut.
Bara tidak akan berani bertengkar dengan ibunya hanya karena sesuatu yang tidak dia sukai, karena itu benar-benar kelemahannya selama ini.
"Lalu bagaimana, pak?"
"Kamu tidak perlu memikirkan itu. Ini masalah keluarga kami, kamu gak perlu ikut pusing. Yang terpenting Mami bahagia, dan aku bisa melakukan apa saja."
Wil berdecak kagum, dalam hati dia mengejek 'DASAR ANAK MAMI!'
Bara itu bukan terlalu manja, tapi terlalu penurut dengan kata-kata Maminya. Terkadang Asisten Wil juga merasa heran, kenapa ada anak yang begitu patuh?
.....
"Mami kenapa kesini?"
Bara menarik nafas panjang, saat dia kembali dari meting malah menemukan Ibunya di dalam ruangannya.
"Siapa suruh gak jawab telpon Mami? Kamu itu ya, jahat bangat sama ibu sendiri."
Wil yang mendengar nada merajuk dari sang nyonya besar ingin sekali dia mencibir. Wanita tua ini benar-benar pandai memutar balik keadaan.
Siapa korban dan siapa penjahatnya di sini? Semua orang juga akan tahu bagaimana Rena memaksa anaknya selama ini untuk menikah kembali.
"Wil, sekarang kamu keluar saja dan periksa berkas-berkas itu duluan. Saya mau bicara dengan Mami sebentar," perintah Bara.
"Baik Pak."
Bara tak suka orang lain ikut campur dalam masalah pribadinya, atau pun percakapannya di dengar orang lain. Meskipun Wil cukup dekat dengan dia, tapi cukup sebatas rekan kerja itu saja.
Setelah Asistennya pergi dia segera menatap sang Mami.
"Jadi?"
Rana tersenyum senang melihat sikap putranya yang begitu dewasa.
"Mami cuma mau mengatakan, tentang pernikahan kamu...,"
"Aku sudah tahu."
"Jadi bagaimana, kamu terima kan?" Tanya Rena penuh harap.
"Memangnya sekarang aku masih bisa nolak?"
Rena mendelik, "enak saja kamu bilang gitu! Kamu mau bikin Mami malu? Jangan cari gara-gara Bara, Mami udah terlanjur janji ini." Anaknya ini bisa-bisa buat dia jantungan.
"Kalau begitu kenapa Mami masih tanya,"
Rena menatap anak pertamanya itu dengan sendu. Andai saja dia tak kasihan melihat hidup putra satu-satunya ini hidup tanpa pendamping, di juga tak mau memaksa kehendak seperti ini.
Tapi melihat Bara yang begitu kerepotan mengurus perusahaan dan juga anak, dia tiba-tiba juga ingin anaknya ini kembali menikah dan merasakan kebahagiaan lagi.
"Besok kamu bertemu sama dia ya. Mami ingin kamu bertemu dulu dengannya, bagaimana?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments