Sagi Vs Bonar

Keesokan harinya, di sekolah Sagi harus bertemu dengan siswa pindahan. Baru saja ada di sana, sudah memusuhi orang yang senior. Sagi menetap jauh lebih lama di sana, dibandingkan para preman sekolah yang baru hadir.

"Hei kamu, beli air minum untuk kami di kantin sekolah." ujar Bonar.

"Aku tidak mau menurutinya, karena kalian masih punya tangan dan kaki." jawab Sagi, dengan tegas.

"Kamu memang membuat emosi, lihatlah bagaimana aku mengatasi sifat aroganmu ini." ancam Bonar.

"Aku tidak takut, dan apa peduli ku terhadap hal yang ingin kamu lakukan." Sagi melangkahkan kaki, membiarkan Bonar masih digelayuti emosi.

Anchil dan Keke memanjat pohon mangga, tidak sengaja ketiban buahnya yang paling besar. Anchil memegangi kepalanya yang kesakitan, sambil meringis ke arah Keke.

"Kamu pasti sudah ingin ketawa dengan suara kekuatan toa." ujar Anchil.

Keke menutupi mulutnya, yang menahan gelak tawa. "Kamu tahu saja sih, kalau aku dari tadi ingin menertawakan hal sial, yang menimpa sahabatku."

Anchil melemparkan buah mangga kecil pada kepala Amran, hingga laki-laki tersebut menoleh. Anchil tersenyum dan segera melompat ke bawah. Rudit menyiapkan kedua telapak tangannya, saat melihat Keke ingin melompat.

"Sini, biar aku tangkap tuan putri." canda Rudit.

"Tidak, aku bisa sendiri kok." jawab Keke.

Setelah Keke berhasil turun dari pohon mangga, dia memilih mengikuti langkah kaki Anchil. Rudit sibuk mengejar-ngejar di belakangnya, sambil menarik ikat rambut Keke. Anchil merasa risih, melihat Rudit dan Keke sibuk.

"Diam kamu, nanti aku pukul." ancam Keke.

"Kalau nanti dipukulnya tidak apa-apa deh, yang penting jangan sekarang saja." jawab Rudit.

Plak!

Akhirnya punggung Rudit terkena sasaran juga, karena ulahnya yang pecicilan. Rudit sampai menunduk sebentar, sambil berkata aduh berulang kali.

"Ampun Keke!"

"Makanya jangan berulah lagi, lama-lama aku bosan harus meladeni kamu." jawab Keke.

Mereka masuk ke kelas masing-masing, karena pelajaran akan segera dimulai. Keke dan Anchil mengeluarkan buku pelajaran, yang akan dibahas oleh guru yang pertama kali masuk.

Sagi masih teringat dengan perempuan, yang kemarin ditemuinya waktu di mall. Entah bagaimana perempuan itu bisa kabur begitu saja, tanpa berpamitan dengannya. Padahal Sagi telah menolong perempuan itu, saat aksi tawuran sedang terjadi.

"Aku tidak habis pikir, dengan siapa perempuan itu kabur?" Sagi bertanya-tanya sendiri.

Raniwe melihat foto zaman masa sekolah, meraba dengan perlahan gambar orang yang berasa di sebelahnya. Raniwe tersenyum, teringat dengan Weni sahabatnya.

"Entah kemana lagi aku harus mencari kamu. Kalau kita bertemu, aku ingin menjodohkan anak-anak." monolog Raniwe.

Darto melihat Raniwe, yang sedang melamun. Darto menyentuh pundak istrinya, lalu berbisik lirih.

"Bila rindu, kamu temui sahabatmu. Coba cari akun sosial medianya, siapa tahu dapat menemukannya. Menjodohkan anak-anak bagus juga, tapi tunggu mereka dewasa terlebih dulu." ujar Darto.

"Sudah aku cari, tapi tidak ada sosial medianya. Jika bertemu, aku pasti mengundangnya makan ke rumah." jawab Raniwe.

Seperti biasanya Weni memotong ayam, sampai menjadi beberapa bagian. Kali ini yang akan mengantar pesanan, kurir yang sudah menjadi langganan setianya.

"Biasanya, kalau ada Sagi dia yang gerak cepat untuk mengantar." ujar Weni.

Perempuan paruh baya tersenyum. "Aku tidak kalah cepat dari Sagi kok Bu." jawabnya dengan lantang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!