Karena tidak kunjung mendapatkan informasi terbaru tentang sang kekasih. Kevin pada akhirnya memutuskan untuk pulang ke negaranya. Tidak lama setelah Kevin kembali beraktivitas, ia harus melakukan perjalanan bisnis ke Singapore untuk beberapa waktu.
Rama menjadi saksi di mana hari-hari Kevin menjadi suram sepulang pria itu kembali ke negaranya. Kevin jadi sering melamun, setiap kali diajak bicara—bahkan ketika pria itu sedang ada rapat penting, Kevin ketahuan malah melamun. Hampir saja Kevin kehilangan klien karena kejadian di hari itu.
Tiba di Singapore kemarin malam, pagi harinya Kevin langsung memenuhi jadwal yang telah disusun oleh Rama. Dengan setia pria itu menemani atasannya pergi ke mana saja.
"Anda ingin makan siang di hotel, atau di luar, Pak?" tanya Rama memastikan.
"Saya ingin pergi ke luar mencari angin." Rama mengangguk paham. "Kamu tidak usah ikut. Kamu bisa beristirahat hari ini sebelum kita kembali," ujarnya.
Rama tahu betul sifat atasannya itu. Walau sebenarnya Rama agak khawatir dengan Kevin, tapi Rama juga tidak bisa memaksa menemani Kevin, jika Kevin saja ingin sendiri.
"Baik, Pak Kevin." Rama berjalan mundur menjauhi Kevin. "Hati-hati di jalan, Pak. Bapak bisa hubungi saya kapan saja jika butuh bantuan."
"Mm," balas Kevin.
***
Kevin berjalan ke luar hotel tempat ia menginap. Hari ini Kevin bebas tugas dari pekerjaan, karena pertemuan pentingnya dengan seorang klien telah berlangsung kemarin. Walau Kevin bisa mendapatkan kontrak bernilai tinggi seperti yang ia harapkan selama ini, tapi Kevin merasa hatinya kosong. Kontrak bernilai selangit itu tidak berarti apa-apa bagi Kevin. Yang ia butuhkan sekarang adalah; Lucy. Cuma Lucy seorang.
Kevin menjejalkan satu tangannya ke dalam jaket panjangnya. Ini kali pertama ia berjalan seorang diri ditemani oleh ramainya suara orang-orang di sekitarnya.
Langkah Kevin sampai di sebuah taman. Ia tidak ingin makan seperti saat dirinya pamit kepada Rama. Kevin cuma ingin sendiri, merenungkan kesalahan apa yang telah ia perbuat sampai Lucy pergi tanpa kabar.
"Pasti ada alasan kenapa Lucy tiba-tiba menghilang," gumam Kevin. Ia duduk di bangku panjang hanya sendirian. "Tapi, apa alasan Lucy memberikanku alamat yang tidak benar? Maksudku, ternyata dia—hey, kamu menjatuhkan dompetmu! Tunggu!"
Gerutuan Kevin lantas berhenti kala seorang perempuan muda menjatuhkan dompetnya tanpa sengaja. Kevin sontak beranjak dari bangku, lantas berlari mengejar perempuan tadi. Kevin maklum kenapa perempuan itu tidak dapat mendengar panggilannya. Karena si perempuan mengenakan earphone yang menyumpal sepasang telinganya.
"Akh!" Kevin mengerang kesal. Ia sempat berhenti sebentar untuk menarik napas. "Aku sudah terlanjur sampai kemari. Jadi aku tidak boleh membiarkan perempuan itu pergi sebelum mendapatkan dompetnya."
Tanpa menyerah, Kevin kembali mengejar perempuan itu. Entah Kevin terlalu lambat, atau memang perempuan itu saja yang terlalu cepat berjalan.
Napas Kevin terengah-engah. Ia kehilangan jejak si perempuan. Kevin mencoba mencari ke sekitar, berharap ia menemukan pemilik dompet yang ia pegang sekarang.
"Cepat sekali perempuan itu menghilang," gumam Kevin sambil mengatur napas.
Karena tidak mungkin Kevin mencari pemilik dompet itu sampai seharian. Kevin berniat menitipkannya kepada pihak keamanan yang berjaga di taman.
Saat Kevin akan memutar badannya, ia mendapati sosok perempuan yang tidak asing baginya. Perempuan itulah alasan Kevin uring-uringan beberapa waktu ini. Membuat Rama dan semua staf di perusahaannya menjadi bahan pelampiasan Kevin.
"Lucy?" Sejenak Kevin sumringah. Namun tidak lama kemudian senyumnya menghilang kala melihat Lucy tengah berpelukan dengan pria—yang sama sekali tidak Kevin kenali.
Lucy memang tidak pernah bercerita tentang anggota keluarganya. Namun Kevin bisa membedakan mana gesture seorang saudara, dan pria yang memperlakukan Lucy layaknya seorang kekasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments