Baby blues

Hingga saat ini, Mira sedikit syok ketika bayinya tal berhenti menangis, apa yang akan ia katakan kelak pada suaminya nanti.

Mira membuatkan air hangat, dalam gendongan, hari itu pun benar benar membuat Mira lemas, karena Ciya benar benar tidak mau berhenti menangis.

Mira sudah bulak balik mengecek pampers, terlihat pups dan Mira kembali membersihkan kotoran agar tidak menjadi ruam di paha baby, bahkan bokong seputih susu itu membuat Mira kasihan, karena Mira menyangka anak tetangga, ternyata Mira hampir melupakan Ciya di dalam rumah seorang diri.

Mira kembali mematikan kompor, dan dimana saat itu Ciya masih saja menangis. Mira yang sudah bolak balik kebingungan, di susui masih saja menangis, membuat Mira memerah wajah menatap bayi mungilnya itu yang berusia tujuh bulan.

"Kamu bisa diam gak sih! Kamu bikin bunda kesel deh, nangis terus kerjaan kamu hah. Bunda udah buatin susu, bunda udah gantiin popok kamu. Kamu maunya apa sih..." teriak Mira lepas kontrol.

Praang!

Kaleng susu saat itu yang hampir kosong, membuat Mira benar benar hilang kontrol. Ia membanting kaleng susu berukuran 800 gram, tak lama Ciya terdiam seolah menangis tanpa suara.

Mira mendekap kedua bahu bayi mungil itu, sambil menatapnya dan menunjuk nunjuk.

"Kalau kamu enggak berhenti nangis, bunda akan biarkan kamu kehabisan suara. Tunggu Abie kamu pulang, kamu boleh ngadu sama Abie kamu Ciya! Bunda capek!" teriak kembali Mira, membuat bayi itu memiringkan badannya, menangis tanpa suara dan tertidur lama kelamaan.

Mendengar Ciya sudah berhenti menangis, Mira memindahkan bayinya ke kamar. Lalu ia memasak dan menggodok daun pepaya selama satu jam, saat ini Mira ingin sekali membuat buntil. Karena bahan lauk kosong, membuat akal Mira berputar apa yang bisa ia masak. Sambil memasak, Mira tak lupa membersihkan ruangan yang terlihat berantakan, mengepel dan menyapunya untuk kedua kali, setelah kering.

"Ah! Selesai juga, tinggal buat kuahnya. Maafin Mira ya bang, aku cuma bisa buat nasi dan daun pepaya di buntal dengan kuah kuning kaya begini." lirihnya.

Mira sendiri langsung mandi, ia melupakan bayi mungil yang sudah bangun. Menangis kecil tanpa suara, seolah haus tapi tak terdengar. Hal itu membuat bayi itu menangis di sana selama puluhan menit tanpa suara.

Mira yang baru saja keluar dari kamar mandi, menjemur handuk dan melihat bayinya dengan ketakutan.

"Ciya sayang, kamu kenapa nak? Kamu kok nangis kejer ga bersuara, sini sayang! Bunda sayang Ciya, bunda hangatkan susunya ya!"

Kecupan demi kecupan, membelai bayi itu dan menyusui Ciya, yang kala itu Mira sendiri belum sempat mengganti daster, belum sempat menyisir sudah kerepotan melihat bayinya.

Mira menatap bayi mungil itu, menepuk nepuk daa-da bayi itu, mengusap leher bayinya dengan krim penghangat, tapi bayi Ciya kembali menangis tanpa suara, setelah susunya habis sebotol.

"Ciya.. sayang bunda, kamu kenapa nak?" panik Mira, seketika menangis.

Tok. Tok.

"Assalamualaikum dik!" sapa Arka yang senyum, ingin melihat wajah Mira dan putrinya.

"Walaikumsalah bang! Bang sini bang, tolong Ciya bang .. tolongin Mira!" teriak Mira yang saat itu sudah menangis kejar, hal itu membuat Arka meletakkan bungkusan plastik dan merangkul Ciya.

"Ciya kenapa dik?"

"Enggak tahu bang! Tadi pas habis mandi, Mira kaget begitu melihat Ciya nangis tanpa suara. Bang gimana ini bang, tolong Ciya bang!" rengek Mira.

"Pakai kerudungmu dik! kita bawa ke puskesmas!" di anggukan Mira, yang sekenanya mengambil hijab langsung.

Dengan motor bebeknya, Mira mengunci pintu dan membawa ke klinik terdekat, terkait puskesmas sudah tutup.

"Bang kalau biayanya mahal gimana?"

"Ga usah, di pikirkan dik! Hari ini abang alhamdulillah ada rejeki lumayan, semoga cukup untuk berobat!"

Arka langsung ke kasir pendaftaran, menjelaskan terkait anaknya saat itu, hingga beberapa lama mereka antri dan nama bayi mungil itu di panggil.

"Pasien nomor 09 atas nama Ciya."

"Itu saya dok!"

Arka dan Mira segera berlalu, menuju ruangan pemeriksaan. Memerhatikan bayinya yang sedang di periksa. Dalam beberapa saat bayi Ciya segera diberikan suntikan, dan tetesan agar tidak infeksi.

"Jadi bayi saya sakit apa ya dok, sebab sebelumnya sehat sehat dok." Jawab Arka, membuat seorang dokter menurunkan kacamatanya.

"Apa ini anak pertama bapak dan ibu?"

"Iya dok, kenapa emangnya. Apa ada masalah?" cetus Mira.

"Begini pak dan bu! Tolong berikan susu tidak terlalu panas, dan jangan biarkan anak menangis terlalu lama di diamkan, hal ini memicu kontraksi syok pada bayi, dimana suara keras atau menangis terlalu lama. Tapi tenang saya sudah menyuntikan obat, dan tetes untuk bayinya. Selanjutnya resepnya hanya sirup tetes, tolong berikan 3x pada bayi, sebelum minum susu." Jelas dokter.

Hal itu membuat Arka diam, melirik Mira. Mira sendiri nampak sedih, memasang raut wajah tak bersalah, di mana pikiran Mira saat ini adalah, kehidupan mereka jauh dari kata kecukupan.

"Dik, nanti sampai rumah kita bisa bicara?" tanya Arka, membuat wajah sendu di mata Mira.

TBC.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!