2. Sweet Smile

Cahaya matahari nampak bersinar dari sela-sela gorden, membangunkan gadis yang terlelap itu.

Alina mengerjap, menyesuaikan cahaya dengan mata nya. Masih di posisi tidur nya yang terduduk dengan tab di pangkuannya. Ia mengedarkan pandangan.

Ruang tamu itu nampak berantakan, tapi tidak se-berantakan tadi malam.

Ada lelaki yang tertidur di meja dengan laptop di depannya dan wanita di sebelahnya masih terlelap juga dengan kaca mata bertengger di hidung yang hampir jatuh.

Alina mengedarkan pandangan mencari sosok pemilik rumah. Ya, dia sedang berada di hunian salah satu rekan kerjanya.

Mereka sedang menyelesaikan projek perusahaan dan itu membuat mereka terpaksa untuk berkumpul di satu tempat selain perusahaan.

Alina melihat jam tangan di pergelangan tangannya. Matanya membulat, terkejut. Ia berjalan menuju sebuah ruangan yang ia tebak adalah dapur. Benar saja, ada orang yang ia cari sedang duduk meja makan dengan ponsel di tangan.

"Eh La, udah bangun?"

"Eh iya, Sya"

"Sini, sarapan" ajak cowok itu.

Alina duduk di bangku lain meja makan itu dan menuangkan air di gelas kosong.

"Yang lain pada belum bangun, gue gak tega banguninnya" jelas cowok itu tanpa di tanya.

Alina mengangguk, "he'eh, libur juga hari ini"

Setelah menghabiskan minumnya, gadis itu meminta ijin untuk meminjam kamar mandi pria itu untuk membersihkan diri. Ia ada janji 30 menit lagi dengan Rena. Jika ia pulang dahulu, tidak akan sempat.

Untungnya, ia selalu siap dengan pakaian ganti yang selalu ada di tas nya, jaga-jaga saja.

Setelah selesai, ia buru-buru memakai heels dan menunggu jemputan ojek online nya.

"Sya, gue balik dulu ya" pamitnya.

"Gak sarapan dulu?" tanya cowok itu sambil membersihkan sampah di ruang tamu.

"Gue buru-buru. Makasih ya"

"Wokeh, hati-hati"

Sekitar 15 menit, ia sampai di rumah sakit dimana tempat Rena bekerja.

Alina menguap sambil memasuki elevator. Menyandarkan tubuhnya di elevator kosong itu. Ia ngantuk berat.

Ting

Pintu elevator terbuka. Segera ia keluar, berjalan sedikit sempoyongan dengan tangan memijat dahi nya.

Tak sadar seseorang mengamati nya.

"La" panggil orang itu sambil menatap sahabatnya yang tampak tak sadar kehadiran dirinya. Padahal tepat di depannya ketika elevator terbuka.

Alina yang terpanggil berbalik. Mendapati Rena dengan sneli dan tangan yang ia masukkan ke saku baju khas dokter itu.

"Kenapa lo?" tanya Rena sambil mendekat ke sahabatnya. Tangan nya segera mendarat di dahi Alina. Memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

"Gak panas" gumamnya.

"Begadang" jelas Alina.

"Pantes" menatap kasihan sahabatnya. "Belom sarapan, pasti" tebak Rena yang diyakini 90% benar. Dilihat dari baju Alina yang masih dengan setelan kantor dan heels.

Alina menjawab sekedarnya. Mengangkat tangan untuk melihat waktu. "Udah selesai belum lo?"

Rena nampak memberi senyum rasa bersalah, "belum, hehe". Ia jadi merasa tidak enak dengan sahabatnya itu. "Gue masih ada satu pasien. Cuma bentar kok, nge-cek doang"

Rena nampak berpikir, "lo mau di ruangan gue dulu, apa mau ikut sekalian? tas gue udah di mobil"

Alina mengangguk, "sekalian aja, kasian lo bolak-balik"

Rena nampak memastikan, "bener lo? gak mau tidur dulu"

Alina menghembuskan napas, "terus guna nya lo tanya apa?"

Rena tertawa, "hehe. Lo kan capek gitu, apa lo mau langsung ke mobil aja?"

Alina menggeleng, "ikut lah, nanti gue tunggu di luar"

"Siap" jawab Rena dengan posisi hormat.

Alina mendudukkan diri nya di kursi panjang depan ruangan rawat pasien Rena. Bersandar dengan mata tertutup. Ia tak peduli jika ada yang melihat, lagipula dari tadi ia tidak melihat siapa-siapa di lorong besar itu. Sepertinya ini bagian VVIP.

Dug

Alina meringis sambil menutup mulut dengan mata membulat. Ia rersentak kaget, jantungnya berdebar ketika merasa ada yang memegangnya. Hampir saja ia berteriak. Jangan heran, Alina adalah tipe orang mudah kaget.

Ia melihat ada seorang anak lelaki di depannya, ia memegang dadanya guna menenangkan debaran jantung.

Menutup mata nya dan menarik napas dalam. Ia mencoba memberi senyum kepada anak itu, "hai" sapanya.

"Mami" ucap anak itu membuat Alina bingung. Alina belum menyadari ada beberapa orang disana. Ia hanya mengamati anak lelaki itu.

Senyumnya luntur dan kebingungan. Ia mengedipkan mata beberapa kali dan mengucek mata. Bentar-bentar, gue kek nya masih ngantuk nih, batinnya.

"Mami" ucap anak itu kembali. Tangan mungilnya mengambil tangan Alina kembali yang sempat ia jauhkan tadi ketika Alina tersentak. Menggenggamnya erat dan anak itu memberi senyum manisnya.

Alina gemas. "Mami gak inget Lion ya?"

Alina berpikir, tunggu, ia seperti pernah dengar nama itu. Lion? Bukan, bukan yang dimaksud Elina adalah hewan. Tapi, sebutan nama seseorang.

Mata nya mengerjap lucu, menunggu respon Alina. "Kita ke Taman Mami, waktu itu" ingatkannya.

Alina masih berpikir. Taman? Bentar-bentar. Alina sedikit terkejut. "Oh iya, Lion ya?" ingat Alina. Ia ingat kejadian sekitar 1 bulan lalu. Namun, tidak ingat wajah anak di depannya itu.

Alina tersenyum menatap Lion, "Maaf ya, Lion. Tante lupa" tangan kiri Alina mengelus lembut rambut hitam legam milik Lion.

Anak itu nampak sedih, "Mami, gak sayang Lion ya?" ia menunduk sambil mengucapkannya.

"Huh?" Alina kebingungan. "Eng-enggak gitu. Maafin Tante ya, soalnya Tante orangnya lupaan. Bukan-bukan eee, gak sayang" Alina merutuki ucapannya.

Eh, aduh salah ngomong gue. Sayang bagaimana? Ia tidak kenal dengan Lion. Tapi, ia merasa bersalah juga kalau begini. Anak itu sedih.

Alina menggigit bibir bawahnya. Khawatir respon anak itu.

"Lion" suara berat seseorang dibarengi dengan pintu terbuka.

Alina mendongak, mendapati seorang pria diikuti Rena dan seorang perawat.

Alina segera berdiri dengan genggaman Lion. "Lion, ayo masuk. Mama nyariin" ajak pria itu kepada anak di depan Alina.

"Papa, Lion mau sama Mami, boleh?" tanya Lion dengan suara yang hampir tidak terdengar, anak itu menunduk menghadap pria itu.

Alina menatap pria itu. Pria dengan kaos berwarna putih dan celana panjang hitam.

Pria itu mengerutkan kening, "iya, kita masuk ketemu Mama" jelas pria itu sambil memberikan tangannya.

Lion menggeleng pelan, "Mami, Papa. Bukan Mama" ucap Lion dengan sedikit menyentak. Anak itu kini mendongak menatap netra tajam Papa nya.

Alina diam, dia hanya membatin. Apanih? Asli, gue bingung. Pusing gue udahan.

Rena yang juga tadi sudah diluar dengan perawat dibelakangnya tak jauh dengan pria itu hanya menyaksikan kejadian itu. Dia tidak mengerti.

"Lion mau ikut Mami sebental, Papa. Boleh?" tanya anak itu kembali dengan nada lebih baik. Lion menarik genggamannya dengan Alina.

Pria itu menatap Alina, lalu ke genggaman putranya. Apa-apaan ini?, batin pria itu.

Alina yang ditatap menunduk. Dingin dan tajam, hanya itu yang dapat Alina deskripsi kan.

"LION" peringat pria itu hampir membentak.

Lion menunduk, mengeratkan genggaman tangannya dengan Alina. Alina jadi merasa bersalah. Merasa kasihan dengan anak itu.

"ARKA" panggil seorang wanita dengan tegas, berjalan ke arah mereka ber-5. "Panggil Lion dengan baik, lembut sedikit. Kasihan anak kamu!"

Pria itu berdecak.

Wanita itu menunduk, "Lion, ketemu Mama yuk sama oma?" ajak wanita yang Alina tebak adalah nenek Lion.

Lion menggeleng, "Oma, Lion mau sama Mami. Lion kangen" tolaknya.

Alina mendapati tatapan bertanya wanita itu. Wanita itu menegakkan tubuh dan memberi senyum kepada Alina. "Maafin cucu saya ya, Nak. Sepertinya dia salah mengira kamu Mami nya"

Alina mengangguk, ingin minta maaf juga bingung dia salah apa.

Alina yang merasa bahwa ia harus segera pergi karena posisi nya serba salah, segera menunduk dan berjongkok. Ia melipat bibirnya, lalu memanggil Lion.

"Lion" anak itu menoleh dengan wajah penuh air mata. Alina mengelapnya. Memberi senyuman, "Lion, Mama kan mau ketemu Lion sekarang. Gimana kalau Lion sama Mama dulu?"

Alina berdoa, semoga saja anak itu mau menurutinya. "Lion mau Mami" ucapnya sendu.

Alina benar-benar tak tega. Bagaimana ini? "Lion, Lion anak baik bukan?-" belum selesai mengucapkan kalimat untuk Lion, anak itu sudah memeluk lehernya. Menangis di pundaknya.

Dapat Alina rasakan getaran tubuh anak itu. Alina ikut sedih, matanya sudah berkaca. Ia benar-benar tak tega. Alina mengelus punggung anak itu, "shhh, udah yuk nangisnya" tenang Alina.

"Mami janji sama Lion! Habis ketemu Mama, nanti Lion boleh ketemu Mami" perintah anak itu.

Alina tambah bingung, mana bisa ia berjanji untuk bertemu kembali. Memangnya dia siapa anak itu? Yang ada ia malah dapat kemarahan ayah anak itu.

"Umm, yaudah, sekarang Lion ketemu Mama ya?"

Lion melepas pelukan itu, ia akhirnya mengangguk.

Alina tersenyum. Sialnya, malah air matanya menetes sekali.

"Mami nangis?" tanya anak itu polos.

Alina segera menggeleng di sela senyumnya.

"Mami jangan sedih ya!" peringat anak itu lembut dan mengusap mata dengan lingkaran hitam itu.

Alina mengangguk cepat.

Cup

Ia tersentak dengan kecupan anak itu di dahinya. Lumayan lama. Perlakuan apa ini?

Alina sangat tersentuh. Alina malah meneteskan kembali air mata nya.

Akhirnya anak itu pergi masuk ke ruangan rawat itu bersama dengan pria tadi alias ayah anak itu.

Wanita tadi hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, lalu ikut masuk.

Alina dapat melihat raut kebingungan di wajah wanita itu.

Sama, Nenek Lion saja bingung, apalagi Alina.

Terpopuler

Comments

PUTRI CANTIKA

PUTRI CANTIKA

haduuhhh bagian ini membuatku tertawa

2023-06-11

1

Susi Sidi

Susi Sidi

penuh dengan teka teki

2023-06-10

0

I'm site

I'm site

Semangat kak, jangan lupa mampir baca novelku ya

2023-06-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!