...Birds don't just fly...
...They fall down and get up...
...Nobody learns without getting it wrong...
Suara lagu terdengar dari tv diikuti suara Alina. Padahal ini hampir tengah malam. Ia sedang berkutat dengan masakannya. Malam minggu dan ia sedang mencoba menikmati akhir pekan ini berkutat dengan laptop dan tab nya.
Bernyanyi, salah satu jalur agar ia tidak stres dengan pekerjaan itu. Ia juga sedang membuat camilan untuk menemaninya. Tidak peduli berat badannya melunjak, yang penting ia cukup olahraga dan tidak stres.
It's been a while
Since I let it all go
Me and my thoughts
Kept me going way too slow
But it feels like destiny
And I couldn't be happier to meet you
Everything you and I could be
Could this be our love story?
Suara dering ponsel terdengar, merubah perhatian Alina yang sedang memegang pisau. Ia menoleh ke arah kasur dan segera ia mencuci tangan. Berlari kecil ke kasurnya.
Terpampang jelas nama Rena disana. Ia sedikit mengerutkan kening, tumben sekali.
^^^Halo^^^
Halo La, belum tidur?
^^^Belum, tumben telpon jam segini. Ada apa?^^^
Umm, besok lo bisa ke Rumah Sakit gak?
Alina nampak sedikit terkejut dengan pertanyaan sahabatnya itu. Pasalnya, Rena tahu bahwa dirinya sudah enggan kembali ke Rumah Sakit selama masih ada Lion disana. Ya, walaupun ia tidak tahu apa anak itu dan keluarga nya masih disana.
Tapi dengan permintaan sahabatnya ini, ia menduga ada sesuatu terjadi pada Rena.
Apa mungkin sahabatnya itu jatuh sakit?
^^^Tunggu Ren, lo gapapa kan?^^^
Iya, gapapa. Cuman demam dikit. Lo bisa temenin gue besok gak? Reno masih di luar kota, gue gak mau buat dia khawatir, apalagi Bunda.
^^^Ck, lo tuh ya demam sampe di rawat dibilang baik-baik aja. Gue kesana sekarang.^^^
Jangan! udah malem woy.
^^^Cuma 10 menit kurang Ren. Udah, gue tutup dulu.^^^
Alina menutup sambungan telepon. Mengambil sebuah tas untuk memasukkan laptop, tab, dan beberapa barang yang akan ia butuhkan. Memakai hoodie agar ia tidak kedinginan.
Alina merasakan hembusan angin malam yang dingin menerpa wajahnya, padahal ia sudah memakai masker. Ia menggoes sepeda nya menuju Rumah Sakit. Alina baru pertama kali ini keluar semalam ini dengan sepeda.
Ia lumayan tenang karena Rumah Sakit yang tidak jauh. Ia hanya perlu keluar kawasan Apartemen, lalu ke jalan sebentar dan sudah memasuki kawasan Rumah Sakit.
Ia memasuki Rumah Sakit setelah memarkirkan sepedanya. Rumah Sakit itu nampak sepi, Alina yang penakut mencoba menghilangkan pikiran negatifnya. Menenangkan dirinya.
Duh, serem juga kalo malem begini ternyata, batinnya ketakutan.
Tenang-tenang, ia tidak boleh ketakutan. Ia menggeleng keras.
Alina melihat pesan terpampang di layar kuncinya. Rena sudah mengirim ruangan rawat wanita itu.
Segera Alina berlari ke elevator. Merapalkan semua doa, dia benar-benar seperti orang bodoh ketakutan. Padahal tidak ada apa-apa. Di lobby juga masih ada beberapa orang tadi berseliweran.
Setelah sampai di lantai itu, segera ia mencari ruangan Rena. Untung tidak jauh dari elevator. Tanpa mengetuk, ia segera masuk. Takut.
Rena mendapati Alina dengan wajah pucat. Rena menahan tawa, tahu pasti sahabatnya yang penakut. Memang dasar.
"Kenapa lo?" ia pura-pura tanya.
Alina menatap sahabatnya itu, lalu menuju Toilet untuk cuci tangan, "takut".
Rena sudah tertawa, benarkan tebakannya. "Ngeyel sih, dibilangin".
Akhirnya, malam itu Alina menemani Rena yang sakit sembari berkutat dengan pekerjaannya di sofa hingga mereka ketiduran.
...----------------...
Matahari nampak sudah menampakkan dirinya. Cahaya menerangi ruangan rawat Rena. Keduanya sudah bangun sejak subuh tadi. Namun, sepertinya Rena kembali ke alam mimpinya.
Alina yang melihat Rena tidur kembali, sudah bersiap untuk kembali ke Apartemen. Ia akan memasak beberapa makanan dan kembali kesini.
Ia keluar ruangan sambil memakai maskernya kembali, menutupi muka bantal nya. Segera ia berjalan menuju elevator.
Sesampai di depan elevator yang terbuka, ia dikejutkan akan seorang pria yang ia temui 2 minggu lalu. Alina mematung sebentar, pria itu sama sekali tidak peduli.
Namun, segera gadis itu masuk, pura-pura tidak kenal. Ya, sebenarnya memang mereka tidak saling kenal.
Gadis itu berharap dengan pertemuan ini tidak akan ada yang terjadi kembali diantara mereka. Untuk Lion, dia berharap pria itu sudah memberi putranya nasihat atau pengertian. Walau Alina tidak tega, ia sadar bahwa pria di belakangnya sekaranh tidak menyukai sikap putranya itu.
Alina tidak ingin menambah masalah hidup.
Alina menyalakan ponselnya, sekedar melihat jam. Pintu elevator akhirnya terbuka. Alina bersyukur pria itu diam saja. Ia sampai hafal wajah pria asing itu, sekarang. Maklum, dirinya bukan pengingat yang baik.
2 jam kemudian
Alina sudah sampai Rumah Sakit kembali setelah mendapat telepon dari Rena untuk segera kesana. Ia jadi terburu-buru karena sahabatnya itu, padahal ia tadi masih menyantap sandwich nya, sekedar untuk mengganjal perut.
Pintu ruangan ia buka tanpa diketuk. Namun, belum terbuka lebar, Alina meringis mendapati 2 orang paruh baya duduk di sofa. Alina tersenyum canggung dan mengangguk kecil.
Alina tidak tahu siapa mereka, namun ia menebak, mungkin saudara Rena.
Sambil menenteng paper bag, ia mendekati Rena bersama seorang perawat yang membantu melepas infus wanita itu.
"Mbak Alina"
Alina yang dipanggil menoleh. Di dapatinya wanita paruh baya yang tadi duduk di sofa sudah berdiri, mendekat ke ranjang milik Rena.
Alina menatap Rena, meminta jawaban akan siapa kedua orang itu. Wajah Rena nampak merasa bersalah sambil menatapnya, dia tidak memberikan jawaban apapun.
Wanita tadi berdiri di seberang Alina, yang di pisahkan ranjang pasien. "Perkenalkan, saya Helena Dewantara" sambil menyodorkan tangan.
Alina menerima uluran itu, sambil menyadari sesuatu. Dewantara? Bentar, Dewantara yang punya Darren's Corp.? Batinnya bertanya.
"Maaf menganggu waktunya sebentar. Boleh saya dan suami saya berbincang sebentar dengan Anda?"
Alina nampak bingung, ada apa ini? Namun, ia mengangguk.
Dibenaknya, ia menyimpan banyak pertanyaan.
Ada hubungan apa Rena dengan keluarga Dewantara?
Mengapa pemilik Darren's Corp. ingin berbicara dengannya secara pribadi seperti ini?
Apa ia membuat kesalahan di kantor?
Tapi, bagaimana bisa mereka tahu bahwa ia dan Rena saling kenal?
Perawat tadi keluar, diikuti Rena yang ikut mendudukkan diri menyamping di ranjang menghadap ke arah sofa panjang yang diisi oleh pemilik Darren's Corp. dan juga Alina yang duduk di sofa single.
"Maaf sebelumnya telah menganggu waktu kalian" ucap pria yang Alina tahu adalah suami dari Helena Dewantara, yang berarti pemilik utama Darren's Corp. "Apalagi Dokter Serena Alicia Regantara yang sedang sakit, malah kami ganggu"
Alina hanya menatap pria di depannya. Udah tahu, tapi masih diganggu, batin Alina. Eh, astagfirullah, gak boleh Alla, dosa. rutuknya kepada diri sendiri.
Rena yang mendengar hanya menggeleng, "Tidak apa-apa, Dok"
Alina yang menyadari panggilan Dokter yang tersemat untuk pria itu, lumayan terkejut. Tunggu, sepertinya ia melupakan sesuatu mengenai pemilik Darren's Corp. ini.
"Dan, Mbak Alina" ucapannya dijeda sebentar.
"I-iya, Dok" Alina kebingungan harus memanggil pria itu dengan 'Pak' atau 'Dokter'. Namun, ia ikut Rena saja.
"Perkenalkan, saya adalah Satya Dewantara. Direktur Rumah Sakit ini" kenalnya. Alina terkejut kembali, tapi pikirannya berseliweran mengingat sesuatu. Sepertinya, ia pernah membaca artikel mengenai keluarga Dewantara yang memiliki sebuah Rumah Sakit.
Tapi, ia tidak terpikirkan bahwa pemiliknya akan menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit nya sendiri. Serta, ia tidak menyadari bahwa Rumah Sakit ini lah yang dimaksud. Karena, namanya sendiri tidak ada unsur Dewantara.
"Maaf sebelumnya, sebenarnya kedatangan kami kesini adalah untuk menemui Anda" jelasnya. Lalu, menoleh ke istrinya "Ma, gantian Mama yang jelasin!"
Alina kembali mengganti fokusnya ke arah istri Pak Direktur itu.
"Mbak Alina, saya boleh meminta bantuan?"
Alina mengerutkan kening, "bantuan apa ya, Bu?"
Helena nampak menarik napas, "Mbak Alina ingat dengan Lion?"
Alina dikejutkan kembali dengan nama anak itu. Alina menarik napasnya, mengangguk, meng-iyakan.
"Dia cucu kami. Mbak Alina bisa menemuinya sebentar?"
Alina terdiam. Berkutat dengan pikirannya. Apalagi ini? Apa urusannya akan sepanjang ini? Sepertinya memang salah, dia datang kembali ke Rumah Sakit ini.
Karena Alina yang tak kunjung menjawab, Helena kembali membuka suara, "Maafkan saya karena meminta Anda dengan cara seperti ini. Tapi, saya sebagai nenek Lion tidak bisa diam saja melihat Lion terus menangisi Anda"
Alina masih menatap Helena, masih mendengar pembicaraan wanita paruh baya yang baru ia sadari adalah wanita yang tersenyum kepadanya 2 minggu lalu.
"2 minggu lalu, setelah pertemuan terakhir kalian, saya sudah mencoba menjelaskan kepada Lion, bahwa perilakunya salah. Lion sudah mengerti dan menerima nasihat saya agar ia meminta izin Anda dahulu untuk memanggil Anda 'Mami'" jelasnya.
"Namun, penantiannya untuk bertemu Anda kembali, membuatnya jatuh sakit" lanjutnya.
Hati Alina nyeri, entah kenapa. Lion sakit? Se-begitu ingin nya anak itu bertemu dengan dirinya. Bagaimana ini?
Alina masih diam. "Tolong, temui dia!"
Alina menelan ludahnya. Kebingungan akan apa aksinya selanjutnya. Jika ia meng-iyakan pasti masalahnya akan semakin rumit, tapi jika ia tolak, apa yang akan terjadi dengan anak itu? Alina tidak bisa bayangkan.
"Maaf bu, tapi Lion memiliki seorang Mama. Saya tidak ingin menjadi masalah diantara orangtua Lion dan keluarga Anda" tolak Alina secara hati-hati.
"Mama Lion sedang tidak dalam kondisi baik. Anda bisa tanyakan kondisinya kepada Dokter Serena mengenai itu" jelas Helena. "Tolong, Mbak Alina!" pintanya, mengharapkan pengulangan jawaban gadis itu.
Alina ingin ego-nya maju. Tapi, hatinya tidak membiarkan. Lion, anak itu sakit dan ingin menemuinya.
Ya, menemuinya. Hanya menemuinya, lalu selesai. Ia akan jelaskan kepada anak itu nanti secara halus. Alina meyakinkan dirinya.
Akhirnya, Alina menyetujuinya. Alina berharap setelah ini, semua akan kembali seperti semula.
...~~~...
Aku mau ngasih tahu, untuk konsep Apartemen Alina itu One-Room ya. Jadi, ruangan nya tanpa sekat kecuali kamar mandi. Misalnya kaya gambar di bawah ini
Sebelumnya, terimakasih untuk semangat dan like-nya. Aku akan coba cepat update cerita ini. Untuk kesalahan kata atau konsep, aku mohon maaf. Semisal ada saran bisa komen ya.
Terimakasih💖
Jangan lupa 👍👍👍 dan tambahkan ke favorite ya, supaya tahu ada part baru nantinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
S_koes
mampir lagi ke karya aku kita saling suport
2023-07-13
0
Susi Sidi
kasian Leon.. mamah nya sakit jadi kurang kasih sayang sosok seorang Ibu.. apa lagi ayah nya Arka gak ngerti gak peka perasaan anak nya sendiri.. aku kasian ma Leon.. aku ngerti di posisi anak itu..
2023-06-10
1