Senyuman luka

Suara itu membuat semua tertoleh. Melihat seorang pria berparas tampan itu mendekati Aluna dan Aluna langsung didekap olehnya.

"Kak..?" lirih Mahendra membuat Aluna tersenyum dan menggeleng kecil. "Jangan menangis," lirih Aluna dengan mengusap air mata Mahendra yang terjatuh.

Mahendra dengan segera menggendong tubuh mungil Aluna dan memasukkan Aluna ke dalam mobil. Dengan segera, Aluna dibawa ke rumah dan setelah sampai, Mahendra menggendong lagi sampai diruang tamu, Mahendra dengan telaten mengobati Aluna, kakak yang sudah merawatnya dan adik-adiknya.

"Kak, kenapa kakak masih bisa tersenyum? Ini pasti menyakitkan iya kan?"

"Tidak. Sentuhan kecilmu sudah menyembuhkan kakak.. Terimakasih ya, dan ingat. Jangan menangis hanya karena kakak. Kakak yakin kamu akan terbiasa."

Mahendra menunduk. Ia tak bisa melihat Aluna tergores sedikit saja. Dan saat ini? Aluna sedang terluka parah namun, justru ia masih bisa tersenyum.

"Kak, jangan sakit.."

"Dasar cengeng, hanya luka kecil sudahlah jangan membuat heboh," ujar Aluna dengan terkekeh pelan. Dan lebih terkejut lagi saat kedua adiknya berlari pulang diantarkan guru dengan menangis.

"KAKAK..!!!" teriak keduanya dengan langsung berhambur dalam peluk Aluna.

"Hey, kalian kenapa? Ada yang menyakiti..? Sayang, kenapa menangis?"

"Karena.. Karena abang bilang kakak sakit parah..! P-padahal kami gasuka kakak terluka..!" sahut keduanya dengan menangis tersedu-sedu membuat Aluna tersenyum tipis. Aluna mulai bersimpuh dan mendekap erat tubuh Alura dan Melati.

"Shttt.. Sudah-sudah, kakak tidak apa-apa.. Sekarang kalian ganti baju ya? Jangan menangis, kakak siapkan makanan ya. Mahen, jaga Melati dan Alura, kakak mau masak."

"Iya kak.." jawab Mahen dengan lesu membuat Aluna terkekeh pelan.

Bahagia. Hanya itu yang bisa Aluna ungkapkan tatkala melihat wajah ketiga adiknya yang sangat berarti. Walau dunianya tengah hancur, ia tetap tersenyum karena sedari kecil ia selalu diajarkan untuk tersenyum dan hidup apa adanya. Menjadi dirinya sendiri tanpa diatur orang lain.

Setelahnya, mereka semua mulai memakan dengan tenang. Mahendra tak membiarkan Aluna makan sendirian. Ia menyuapi Aluna dengan telaten membuat Aluna hanya menurut. Karena Mahendra itu sangat kukuh dalam keputusannya, "Kak, kalau ada apa-apa gunain ponsel kakak! Kan udah aku bilangin, ponsel itu gunanya buat ngehubungin kalau ada keadaan genting kenapa ngeyel banget sih?!" gerutu Mahendra membuat Aluna tertawa lepas.

"Hahahahha! Kenapa kamu lucu banget sih? Iya. Kakak bakal inget pesan kamu ya sayang, udah. Sekarang kamu yang makan, kakak udah kenyang."

Mahendra mengangguk. Aluna memperhatikan Alura dan Melati bersamaan. Menatap dengan tulus dan ia sabar sekali menghadapi ketiga adiknya yang terkadang sulit diatur.

Disisi lain... Arlangga tengah murung didalam ruang tamu. Hatinya serasa teriris-iris setiap melihat wajah mendiang mamanya mirip dengan gadis yang ia sukai.

"Kak Arlangga, hey.. Kamu menangis?"

"Tidak."

"Jangan mengelak, Arlangga. aku tau gimana kakak ayo katakan. Ada apa kak..?"

"Kalau saya bilang saya kangen mama, apa kamu bakal ngerti? Memang kita dapat pengganti tapi, apa harus mama pengganti kita sebrengsek ini? Saya menyukai seorang gadis. Saya menyukainya.. Dia mirip dengan mama.. Dia sangat mirip dan saya sudah lama mengagumi. Kamu lihat..? Rasi bintang setiap malam yang saya cari dimatanya, semua yang saya harap agar dia tau bagaimana dan kemana saya harus pulang.."

......................

Pada keheningan malam, Arlangga dan Aluna dipertemukan disebuah taman. Taman yang dekat dengan telaga indah. Arlangga memberanikan diri mendekati Aluna dan mulai menatap paras ayu Aluna yang paripurna.

"Aluna, kenapa sendirian?"

"Aku hanya ingin melihat bulan dan bintang, kebetulan.. Adik-adikku sudah tidur. Jadi aku bisa keluar dan mencari udara segar, kakak sendiri sedang apa?"

"Merindukan cinta saya. Cinta pertama yang melahirkan saya. Saya kehilangannya sudah 15 tahun lamanya dan malam ini saya sangat merindukannya, Aluna.. Maaf untuk hari ini. Saya mengacaukan semuanya ya..?"

"Tidak apa kak. Aku tidak peduli dengan itu lagi, karena aku juga tengah mencari keberadaan bundaku yang pergi entah kemana. Aku merindukannya.."

Luka yang sama. Keduanya mulai tersenyum dan memandangi angkasa lepas. Menatap bintang-bintang yang berkilauan dan melepaskan lelah dengan senyuman. Meski senyumannya adalah senyuman luka.

Malam semakin larut, Aluna dan Arlangga memutuskan kembali pulang namun, Aluna terhenti diruang tamu yang sangat berantakan. Aluna segera membereskan ruangan tersebut dan masuk ke dalam kamarnya.

"Bunda, kalau suatu saat aku ketemu bunda.. Aku harap bunda sayang dengan Mahendra, Alura dan Melati. Walau bunda menolak kehadiranku, tak apa. Asal bunda baik-baik saja disana. Aku akan merawat adik-adikku seperti jantung hatiku sendiri. Aku harap kita bisa bersama, bunda.."

Tak terasa bulir-bulir bening mulai berjatuhan dan membasahi pipi Aluna yang tengah memeluk sebuah boneka besar hadiah dari Mahendra. "Mahendra.. Kakak harap kamu tidak membenci kakak apabila tau yang sesungguhnya, aku harap kamu tetap menerima kakak apabila kamu tau yang sesungguhnya, Mahendra..," lirih Aluna dengan tersenyum tipis dan mengusap air matanya kasar.

Tak terasa, Aluna mulai terlelap dan saat esok hari tiba, Aluna bersiap dengan kepala yang dibalut perban dan daun telinga yang diberi anting untuk menutupi luka tersebut. Seperti biasa, setelah selesai sarapan mereka berangkat untuk ke sekolah dan menjalani hari baru.

Plak...!

"Andrew, kita udah putus. Kenapa kamu tampar aku tanpa sebab? Aku bahkan gatau salahku apa."

"Lo gausah munafik! Maksud lo nyakitin Bianca apa?! Dan perban dikepala lo itu cuma akal-akalan lo aja kan?!"

Sungguh Aluna tak mengerti! Baru saja ia hendak pergi ke kantin namun, ia sudah disambut dengan cacian dari mulut Andrew yang seolah mengetahui semuanya.

"Andrew, kamu tau gak sih..? Aku capek banget sama tingkah kamu. Aku ga ngapa-ngapain dan kamu main hakim sendiri!"

"Diem, ******!"

DEG....!!

Jantung Aluna seolah tertusuk ribuan jarum atas pernyataan Andrew yang teramat pedas itu. Untuk ucapannya, itu sudah sangat kasar.

"Aku bukan ******..!!" jerit Aluna tak terima atas pernyataan Andrew tersebut. Bahkan, Aluna juga menatap Andrew dengan tajam. Baru kali ini senyumannya hilang.

"Kalau bukan ******, apa? Wanita murahan?" cela Andrew lagi membuat Aluna sangat hilang sabar.

"ANDREW DYANA PRAMATNA!"

PLAK...!!!

"JANGAN PERNAH MEMBUATKU HILANG SABAR KARENA MULUT KOTORMU. AKU MASIH BISA AMPUNI ASAL KAMU PERGI DARI SINI."

"Lo ─"

"PERGI DARI KELAS INI, BAJINGAN!"

Hening.

Jam menunjukkan pukul 05.45 yang artinya, itu masih sangat pagi untuk Andrew mencari pekara. Apalagi Aluna saat ini sedang masa periode hari pertama.

Tak terasa sudah sangat lama mereka berada disana hingga Bianca and the gank datang ke kelas.

"Masih hidup ternyata ya..?"

To be continue!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!