"Papa berangkat dulu."
"Iya pa, hati-hati dijalan ya..!"
"Mawar, jaga kakak kamu ya," pesan Andara, papanya.
Mawar menganggukkan kepalanya. Ia tak percaya bahwa Arlangga akan menjadi pendiam sejak kepergian sang mama tercinta 18 tahun silam.
"Kak, Kakak tidak sarapan?"
"Kamu saja. Saya berangkat dulu."
Hanya itu. Beberapa kalimat yang Arlangga ucapkan juga membuat Mawar hanya mengangguk, sejujurnya ia sedikit kesal dengan sifat Arlangga, tetapi.. Apa yang bisa dilakukannya apabila memang cinta pertama kakak lelakinya terengut karena kehadirannya?
Arlangga berangkat ke sekolah dengan mengendarai mobil dan saat sampai, perhatian Arlangga teralihkan dengan salah satu gadis yang tengah berjalan melewatinya. Itu adalah Aluna.
"Arla!" seru Reno dengan melambaikan tangannya dan menghampiri Arlangga yang tengah melamun.
"Lo liatin apaan?"
"Mama.. Itu mama..!" sergah Arlangga membuat Reno langsung melihat Aluna yang terdiam didepan lokernya. Dengan segera mungkin, Reno menahan Arlangga karena ia tak ingin sahabatnya itu tiba-tiba menyergap Aluna tiba-tiba. "Itu Aluna! Dia bukan mama lo, sadar Ar.. Lo mau sampai kapan kaya gini?" sela Reno membuat Arlangga terdiam.
Perhatian Aluna tersita. Hatinya tergerak setelah melihat Arlangga yang sangat histeris kala melihat dirinya. "Kak Reno, ada apa? Sepertinya sedari tadi ribut," sela Aluna dengan santun menghampiri dan melihat Arlangga sekilas.
"Ini Lun.. Temen gua ngeliat lo kaya ngeliat mamanya yang udah ga ada 15 tahun lalu. Sorry banget kalau ngeganggu ya.." lirih Reno segan.
Aluna mengangguk-angguk. Ia merasa tidak enak kepada Arlangga jadi, ia memutuskan untuk pergi dari tempat tersebut dan ke kelasnya.
"Alice! Kamu udah lama disini?"
"Gua nungguin lo, kanjeng ratu..!!"
Aluna nyengir. Karena memang ia tadi sedikit terlembat menemui sahabatnya itu.
"Hehe, maaf.. Tadi aku ketemu sama orang yang histeris ngelihat aku, aku takut jadi langsung kesini, hehe.."
"Hah, siapa..?" tanya Alice penasaran.
Aluna hanya menggelengkan kepalanya dan mulai menarik tangan Alice memasuki kelas. Dan kebetulan, kelas mereka berdua sama. Jadi, Aluna lebih mudah ketika bersama sahabatnya dan merasa terlindungi.
Usut punya usut, Arlangga kemudian menemui Aluna dan mereka berkenalan. Saling mengenggam tangan lalu melempar senyuman.
Hanya ada senyuman simpul dan tatapan yang tenang hingga.. "Ngapain lo pegang-pegang tangan Aluna?!" suara Andrew, kekasih Aluna, Meninggi.
"Saya hanya berkenalan dengannya, maaf menganggu," sahut Arlangga dengan hati yang tidak enak.
Namun, diluar nalar. Karena Andrew langsung menatap tajam mata Aluna yang sangat terkejut karena ia berbicara dengan nada tinggi tersebut. "Kenapa lo? Harusnya lo mikir kalau lo udah jadi pacar gua! Dasar cewek gampangan," cela Andrew tanpa rasa tak enak dihadapan seluruh siswa yang berada dikelas.
Kebetulan, letak High Scholl Cakrawala berdampingan dengan University Cakrawala. Jadi, keduanya bercampur hanya ada celah pada kelas. Selanjutnya, semua bercampur aduk.
Plak!
"Gua udah bilang sama lo.. Kalau emang dasarnya lo udah murah, lo ga akan pernah jera sama hukuman yang gua kasih! Perlu temen-temen gua yang kasih lo pelajaran? Atau lo bakal jera sampai sini?"
"Kak, aku cuma ─"
"Cuma apa? Cuma pegangan tangan? Kenapa gak sekalian lo pacarin juga tuh cowok sakit jiwa?! Lo ngerti bahasa manusia? Kalau enggak. Gua pake bahasa yang sama kaya kaum lo.."
"Kaum binatang," imbuh Andrew membuat hati Aluna tertohok. Apalagi tamparan yang diberikan, itu membuat Aluna semakin merasa sakit hati. Tamparan yang panas setelah Arlangga pergi. Dan tak sesiapapun membela karena Andrew terkenal dengan kekejamannya.
......................
"Kamu sejujurnya gak perlu sekasar ini kok, aku masih ngerti bahasa manusia. Yaudah, kita berakhir aja."
"Akhiri semuanya, aku cape. Bahkan, kita kaya gini juga karena kamu yang ngatain aku gampangan setiap hari. Sama cewe aja kamu bilang aku gampangan, sejujurnya kamu tau ga sih yang dimaksud gampangan itu kaya apa? Kamu cuma pikirin ego kamu sendiri, kak!"
"UDAHLAH, EMANG DASARNYA ALUNA ITU GAMPANGAN, PUTUSIN AJA LAH!! MALU-MALUIN!! CEWEK GAMPANGAN!!" sorak satu kelas itu membuat Andrew menyeringai.
"Lo denger sendiri kan? Cewek gampangan."
Aluna masih diam. Ia tak membalas ataupun menjawab ucapan Andrew karena ia tidak ingin melibatkan emosi. Untuk pengidap DID sepertinya, untuk mengendalikan tak semudah itu. "Pergi kak, kita selesai." tukas Aluna dengan mata memerah karena menahan emosi.
"Pantes ibu lo minggat, ternyata punya anak ga guna kaya lo, Aluna.. Aluna.. Lo pikir gua sama lo karena apa? Ya karena lo cantik aja. Bokap lo kaya, udah. Cuma itu bukan yang lain," terang Andrew membuat Aluna tersenyum tipis.
Tak terasa, seluruh wajah Aluna basah karena bulir-bulir air mata yang terjatuh sehingga membuat dadanya terasa sesak! Ia tak habis pikir mengapa ia bisa dipertemukan dengan lelaki brengsek seperti Andrew.
Bel pelajaran mulai berbunyi dan semua anak menempati tempat duduk dan memperhatikan pelajaran terkecuali dengan Aluna yang berada didepan turut menjelaskan pelajaran kepada semua siswa dan siswi. "Baik, kamu boleh mengambil waktu istirahatmu lebih awal, Aluna. Terimakasih atas partisipasinya." ujar sang guru dengan menepuk-nepuk kepala Aluna lembut.
Aluna hanya mengiyakan. Walaupun ia tau pikirannya kalut. Gelisah. Panik. Takut. Menjadi satu namun, Aluna hanya menerima apa yang telah terjadi meski.. Ia tidak menerima perkataan Andrew yang memberinya julukan cewek gampangan.
Tak lama, bel istirahat berbunyi namun, Aluna memutuskan untuk kembali ke kelas. Dan Aluna hanya menatap sekitar dengan nanar saat kelima siswi disekolah yang sangat terkenal karena perundungan mencegatnya terlebih dahulu.
Rana, Rachel, Cecil, Bianca dan Jovanka. Kelima siswi pembuat onar dan sok berkuasa atas segalanya.
"Woy! Mau sok jagoan ya lo? Nyari muka, iya? Kalau emang nyari muka.. Mending lo ke kuburan sana. Cari makam ibu lo, hahaha! Mungkin aja sih arwah ibu lo aja nolak kehadiran lo."
Bugh..!
Pukulan pertama mulai Bianca dan Cecil lontarkan sehingga, kepala Aluna terbentur meja dan darah mengalir dari pelipisnya. Tak berhenti disana, rambut panjang Aluna mulai ditarik hingga Aluna meringis kesakitan. Kakinya diinjak dan telinganya dilubangi dengan paku pin sehingga darah mengucur dari daun telinga Aluna.
"Cukup atau masih kurang sakit..? Kalau gua liat-liat.. Kayaknya belum cukup ya?" ucap Jovanka dengan menyeringai ke arah Aluna.
Namun, untung saja! Bel masuk berbunyi dan semua siswa-siswi terperangah ketika melihat Aluna yang mandi darah. Dari kepala hingga telinga, leher dan seragamnya juga terkena. Mereka tidak ada yang mendekat karena mereka mengira, Aluna bunuh diri.
"KALIAN LIAT APAAN?! CEPET TELFON ADIKNYA!" jerit Alice dengan mendekat dan merengkuh tubuh Aluna yang sudah lemas.
"KENAPA DENGAN KAK ALUNA?!"
To be continue!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments