Kakak!"
Arani sengaja tidak menjawab teriakan Ria yang terasa memekakkan telinga. Ia sibuk menguncir rambutnya seraya bersenandung. Menatap pantulannya di cermin.
"KAKAK!! IH BURUAN!!"
Dar
Dar
Dar
Bukan hanya mulutnya saja yang bekerja membuat kerusuhan di pagi hari. Tapi tangannya pun tak ingin kalah. Dengan semangat membara Ria menggedor pintu kamar Kakak nya yang menurutnya sangat lamban.
Arani menghela nafas pelan. Lalu menatap jam Bermotif Hello Kitty yang melekat pada dinding kamarnya.
"Baru juga jam setengah enam. Udah gedor-gedor aja. Apalagi kalau gue turun jam tujuh kali ya. Bisa-Bisa ini rumah dia bakar kali."
Gumam Arani. Lalu bergegas mengambil tasnya.
"Gak sabaran banget sih! Kakak gak bakal kesiangan kali. Gak usah gedor-gedor juga. Kalau pintu kamar kakak rusak mau ganti? Mau gak?!"
Begitu pintu dibuka, Ria langsung mendapat semprotan di pagi hari.
"Lagian kakak lama banget dandannya. Udah kayak penganten aja."
Arani mendorong kepala Ria dengan gigi bergemeletuk.
"Siapa yang dandan? Kakak gak make alis, gak make foundation, gak make eyeliner. Liat dong! Emang muka kakak kayak jalanan aspal? Enggak kan?"
"Udah. Daripada marah-marah mending kakak turun. Udah ditungguin mama sama papa buat sarapan bareng. Dan gak ketinggalan, Babang tamvan juga udah nungguin."
Ria mengedipkan matanya pada sang kakak. Menggoda Arani.
Arani mengerinyit bingung mendengar kalimat terakhir Ria.
"Babang tamvan?"
"Iya, Bang Areno."
"What?" Ucap Arani sangat pelan. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja di katakan adiknya.
Arani menuruni anak tangga dengan lemas. Hari ini lagi-lagi dia harus diberi cobaan berat.
"Buruan dong turunnya."
Ria menarik tangan sang kakak.
"Itu dia Tuan Putri datang."
Ujar Radi, Papa Arani yang sedang duduk di ruang keluarga bersama dengan musuh Arani.
"Ayo sarapan. Kamu lama banget turunnya?"
Hellen sibuk menyiapkan segala sesuatunya di atas meja makan.
"Emang. Udah kayak Ndoro Ayu aja."
Arani meremas tangannya kesal sembari menempatkan tubuhnya di kursi.
Radi melangkah ke meja makan. Lalu melirik Areno yang masih bertahan di sofa ruang keluarga dan sedang membuka ponsel nya
"Areno."
Areno langsung gugup di panggil seperti itu oleh papa Pacar baru nya.
Ia buru-buru memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana.
"Ayo sarapan sama-sama. Kamu juga pasti belum sarapan kan? Soalnya dateng kesini pagi banget. Bener-Bener niat," Ujar Helen seraya terkekeh.
"Tadi di rumah udah sarapan, Tante."
"Ah masa? Ya udah makan lagi sekarang. Biar sekolah nya kuat."
Areno tak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia merasa terhibur mendengar ucapan Helen.
"Kak, Gak nawarin bang Areno makan?" Bisik Ria pelan di sebelah kakanya seraya menyenggol lengan Arani.
"Dih. Ngapain?"
"Jahat banget sama pacar sendiri."
Arani mengangkat sendok yang sedang digunakannya ke arah Ria. Niat nya ingin melempar sendok itu ke muka Ria yang tengil.
"Arani, makan yang bener! Gak boleh bercanda dulu," Ujar Radi dengan nada tegas nya.
Ria yang merasa menang dari sang kakak pun menjulurkan lidahnya pada Arani.
"Ayo lah Areno. Masa gak mau cobain masakan tante?"
Helen masih memaksa Areno untuk menyantap masakannya.
" Gak usah di paksa kali, Ma. Kalau dia gak mau ya Alhamdulillah."
Radi melotot pada putri sulungnya yang tetap sibuk dengan makanan di mulutnya.
"Yaudah kalau Areno gak mau makan bareng kita berarti besok gak boleh dateng lagi ke sini."
Sontak Mata Areno membulat. Badannya langsung sigap berdiri dan ikut bergabung di ruang makan bersama keluarga hangat itu.
Helen tertawa bersama dengan Radi dan Ria.
Menurut mereka, sikap yang ditunjukkan Areno memang benar-benar menggambarkan kalau dia Pacar nya Arani. Yang gak bisa jauh dari Arani.
"Giliran di ancem kayak gitu baru mau makan."
Arani sangat bersyukur bila cowok itu tetap pada pendiriannya yang tak ingin sarapan bersama mereka. Karena besok cowok itu tidak akan datang lagi ke rumahnya. Tapi ternyata Areno malah melakukan hal sebaliknya dari apa yang dia harapkan.
******
"Heh! Tunggu dong. Buru-Buru banget."
Areno menarik rambut Arani pelan saat cewek itu ingin kabur ke kelas nya.
Arani kembali berbalik lalu berdecak sebal.
" Gak usah jenggut rambut dong! Sakit tau," Arani bersungut-sungut seraya memundurkan tubuhnya sedikit saat Areno turun dari motor.
"Maaf," Ujar Areno sedikit tak ikhlas.
Arani kembali melangkahkan kakinya.
Tapi lagi-lagi rambut nya ditarik.
"Apaan lagi sih?! Barusan bilang 'Maaf'tapi di ulangin lagi kesalahannya."
"Eh iya. Lupa," Ujar Areno tanpa sadar dengan lembut.
Jemari rampingnya yang kokoh pun Refleks menyentuh pucuk kepala Arani.
Arani langsung langsung menghindar dan menatap Areno dengan tajam.
"Modus Lo. Gue gak suka," Ujar Arani dengan sewot nya.
"Gue gak nanya."
Habis sudah kesabaran Arani pagi ini. Areno benar-benar membuat ia di serang penyakit darah tinggi di usia semuda ini.
"Capek ngomong sama orang gila. Yang waras ngalah."
Areno tersenyum kecil melihat gadis imut itu marah. Di tambah lagi dengan wajah yang memerah seperti itu. Makin membuatnya jatuh cinta.
"Hari ini jadwal lo pulang cepet kan? Tungguin gue. Gue balik jam 3," Ucap Areno seraya melihat jam tangannya.
"Lo gila?! Gue pulang jam 11 dan harus nunggu lo sampe jam 3?"
"Gak sekalian aja lo nyuruh gue nginep di sekolah bantuin OB bersih-bersih,"
"Ide bagus. Cocok juga kayaknya. "
Rasanya Arani ingin menampar wajah ganteng di depannya ini bolak balik tanpa ampun.
"Gue gak mau nungguin lo. Gue bisa pulang sendiri. Gak perlu lo anter juga gue bisa sampe rumah dengan selamat. "
"Kalau kayak gitu apa dong gunanya pacaran?"
Arani mengangkat bahunya acuh
"Gak tau. Tanya aja sama diri lo sendiri."
"Udah ya, gue mau ke kelas. "
Areno langsung menggenggam tangan mulus cewek nya.
"Kenapa sih gak sabaran banget pengen masuk kelas? Emang siapa yang pengen lo temuin di kelas? Hm?"
"Males gue liat muka lo! Makanya gue pengen banget ngehindar dari lo," Ucap Arani dengan jujur.
"Gak akan bisa,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments