Gue yakin dia lagi taruhan sama temennya. Dia gak mungkin tiba-tiba jadiin gue pacarnya."
Arani memijat kepala nya seraya menunduk.
Syena dengan mulut penuh bakso memutar bola matanya.
"Ran, kalo gue jadi lo ya, gue gak peduli dipacarin sama Areno karena taruhan atau apapun. Karena udah dipacarin aja gue bahagia banget," Ujar Syena seraya mengedipkan sebelah matanya menatap Arani.
"Gak bisa gitu lah!"
Defilla mendorong kepala Syena dengan kesal.
"Kita jadi cewek harus bisa jual mahal. jangan nurut aja kalo di gituin sama cowok. Kalo ada cowok yang mau lo jadi pacarnya, hal pertama yang harus lo tanyain adalah 'kenapa lo nembak gue? Emang lo sayang sama gue?' Begitu! Bukannya ngangguk aja lo kayak kebo."
"Masalahnya kalo cowoknya seganteng Areno, gue gak akan bisa ngelakuin apa yang lo bilang tadi."
"Kalo begitu, lo jadi gampang di sakitin sama dia. Karena sebenernya cewek yang gampang di dapetin adalah cewek yang gampang juga di sakitin, Gitu sih yang sering gue denger. Coba aja!"
Arani menghisap es teh manisnya dengan tenang.
"Ran, Areno gak ngasih lo kesempatan buat mikir apa? Dia kira lo cewek apaan. Lama-lama Gue damprat juga tuh cowok."
"Enggak Def. Yang ada dia yang marah sama gue." Arani rasanya mau menangis dan cepat pulang supaya dia bisa cerita ke adik perempuannya yang selama ini selalu menjadi tempat curhat nya. Karena kalau curhat sama mama atau papanya bahaya. Ini menyangkut cowok!
"Tapi kayaknya Areno jadiin lo pacar bukan karena taruhan deh, Ran."
Syena menyingkirkan mangkuk yang sudah kosong dari hadapannya. Ia menatap Arani dengan serius.
"Dia suka sama lo."
Arani meniup poninya seraya menghela nafas panjang. Syena buat Arani naik darah.
"Suka darimana sih? Gue gak kenal siapa dia. Dia juga pasti gak kenal sama gue. Karena gue bukan anak Famous di sekolah ini," ujar Arani dengan gemas.
"Lo kalo ngomong yang bener, Syena! "
"Eh Def gini deh, nanti kalau seandainya Areno itu beneran suka sama Arani lo harus beliin gue Starbucks 3 Cup. Fine gak?"
"Kurang asem lo! Kan yang pacaran Arani sama Areno kenapa jadi gue yang neraktir lo?"
"Gue bukan pacar dia. Please, deh."
******
Arani keluar dari laboratorium resep dengan wajah lelahnya. Dia langsung membuka loker nya untuk mengambil tas dan merapikan alat-alat prakteknya tadi.
Hari ini jam terakhir Arani adalah Praktek Resep. Jadwalnya dia pulang lebih sore dari hari-hari yang lain.
Saat Arani melepas jas Lab yang dipakainya, Areno datang dengan wajah datarnya.
Arani langsung melengos membuang arah pandangannya ke arah lain. Disini hanya mereka berdua yang ada. Karena teman-teman Arani belum selesai dengan kegiatan mereka. Arani yang selesai lebih dulu, seperti biasa.
"Ayo pulang," Ajak Areno.
Arani masih sibuk membereskan semua peralatannya. Ia memasukkan semuanya ke dalam tas. Kecuali kotak prakteknya.
"Pulang!"
Lagi-Lagi Arani diam tak membalas perkataan Areno. Seolah Areno adalah sosok yang tidak kasat mata.
Dengan kasar Areno menarik tangan Arani yang sedang menarik Resleting tas nya.
Tak kalah kasar, Arani menghempas tangan Areno.
"Ngapain sih lo?! Kasar banget sama cewek!" Arani menatap tajam Areno sebentar lalu membawa Tas ranselnya ke punggung.
"Oh, lo mau gue lembutin?"
Arani berdecih jijik di dalam hati.
"Pulang sama gue!"
Arani tertawa pelan seraya melirik Areno dengan sinis.
"Emang lo siapa? Ngajakin pulang bareng? Sorry gue gak mau berurusan sama cowok kayak lo!"
****
"Mulai besok berangkat dan pulang sekolah sama gue. Berarti Dua kali sehari, Bis de die" Ujar Areno seraya menggenggam tangan Arani yang terburu-buru ingin masuk rumah tanpa mengucapkan apapun pada Areno.
"Gak usah. Gue masih punya orang tua yang bisa nganter gue ke sekolah. Lo gak perlu repot-repot nganter-jemput gue. "
Areno menarik sedikit rambut Arani dengan geram.
"Lo punya otak gak sih?!"
Arani meninju bahu kekar cowok itu.
"Sakit,"
"Gue gak mau debat sama lo," Ucapan tenang Areno membuat Arani memutar bola matanya.
"Gue gak pernah ngajak lo debat. Gak ada untungnya gue debat sama lo. Sekarang mending lo pergi deh!"
"Lo gak pernah di didik ya sama orang tua lo? Katanya masih punya orang tua. Tapi gak mau bilang 'Terimakasih' padahal gue udah baik nganterin lo pulang."
"Denger ya Areno! Gue gak minta lo anterin ke rumah. Jadi, rasanya gak pantes kalau gue bilang 'Terimakasih' sama lo," Ucapan penuh tekanan itu mengundang senyum miring Areno.
Areno menatap punggung mungil gadis itu seraya menggeleng pelan. Setelah memastikan Arani hilang dari pandangannya, ia kembali menunggangi motor besar kesayangannya itu. Keluar dari lingkungan komplek perumahan Arani.
"Kakak di anterin siapa?"
"Astaghfirullah."
Ria terkikik geli melihat kakaknya yang mengusap dada terkejut.
Arani menggerutu seraya melewati Ria, Adik satu-satunya.
"Dianterin siapa kak? Abang Grab? Tapi kok pake seragam kayak kakak? Temen kakak ya? Siapa namanya? Sekelas, Kak?"
Arani berbalik menatap adiknya yang sedari tdi berjalan mengikutinya dari belakang.
Ia menarik pipi berisi Ria dengan gemas.
"Introgasi Kakak ceritanya?"
Ria mengangguk dengan semangat.
"Siapa yang barusan nganterin kakak? Penasaran nih."
"Kepo," Ucap Arani meledek seraya menjulurkan Lidah pada Adik nya itu.
Ria membanting tubuhnya di sofa. Sedangkan Arani meletakkan tas ransel nya di atas meja
"Dih. Sombong amat sih mentang-mentang udah punya pacar baru. Jadi sekarang gak mau curhat lagi sama adek?"
Arani melotot.
"Siapa yang punya pacar baru?"
"Kakak,"
Arani tertawa mendengar Ria yang tampak nyolot itu.
"Dia Areno,"
Belum sempat Arani menyelesaikan ucapannya, Ria sudah memotong pembicaraan dengan sangat antusias.
"Siapa nya kakak? Pacar Kakak?"
Senyum jail hadir di wajah gadis kelas 2 SMP itu.
-------------------------------------------------------------
Bis de die -->> Dua kali sehari
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments