Setelah mengikuti jam pelajaran, dan menerima materi dari dosen, tidak terasa sudah waktunya untuk pulang. Namun, bukan langsung, tetapi harus mengikuti acara yang diselenggarakan oleh pihak kampus untuk tidak pulang duluan.
Semua mahasiswanya yang sebentar lagi akan selesai mengenyam pendidikannya, diminta untuk tidak pulang lebih dulu, melainkan diminta untuk ikut dalam acara tersebut.
"Van, kita ke sana yuk. Tau lah, biar dapat melihat cowok ganteng. Aku dengar sih, katanya CEO nya ganteng banget. Jadi penasaran akunya, gak sabar juga pingin cepat-cepat selesai kuliah, dan bisa daftar kerja di kantornya. Gak kebayang kan, kalau tiap hari bertemu orang ganteng." Ucap Henifa sambil membayangkan wajah tampan milik seorang CEO yang diketahui anak dari pemilik perusahaan.
"Tidurmu terlalu miring, gini nih jadinya. Sudah lah yuk, ayo kita ke sana." Jawab Vania sambil menarik tangannya Henifa.
"Van! tunggu." Panggil Viktor sambil berlari mengejar Vania.
"Ada apa, Vik?" tanya Vania saat menoleh pada Viktor yang tengah berjalan beriringan dengannya.
"Nanti pulangnya bareng, ya, gimana?"
"Udah sih terima aja ajakan dari Viktor, lagian juga kamu gak punya pacar. Bila perlu terima aja itu anak, Viktor juga gak jelek jelek amat, buat rebutan para betina malah." Bisik Henifa di dekat telinganya Vania.
"Van, kok diam? gimana nih, mau ya pulang bareng sama aku?"
"Ya deh, cuma hari ini aja tapi ya." Jawab Vania yang akhirnya menerima ajakan dari Viktor.
"Nah, gitu dong." Ucap Viktor seperti menang lotre.
Tidak peduli baginya jika harus ditolak cintanya, yang terpenting masih bisa untuk mendekatinya.
Entah ada angin apa, Viktor langsung mendorong Henifa lewat belakangnya Vania agar tidak ketahuan.
Henifa yang mengerti maksudnya, pun langsung mencari ide.
"Aduh, perutku, ampun dah. Van, Vik, aku ke toilet dulu ya. Nanti aku nyusul kalian, tenang saja. Ingat, duduknya di paling depan, biar aku enak nyari posisi kalian berdua, ok." Ucap Henifa yang akhirnya berterus terang.
"Ok, jangan lama-lama." Jawab Viktor bersemangat.
Saat itu juga, Vania langsung menyambar tangan miliknya Henifa, dan menariknya sangat kuat, hingga kedua berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.
"Aku tidak percaya denganmu, aku akan temani kamu ke toilet. Untuk Viktor, kamu duluan aja. Nanti aku nyusul kamu. Jangan lupa, carikan tempat duduk yang paling depan, soalnya Henifa ingin melihat seorang CEO dengan jarak yang sangat dekat." Ucap Vania terhadap Henifa maupun kepada Viktor.
"Van, aku tuh serius. Perut aku ini sakit, dan aku bisa pergi ke toilet sendirian. Kalau kamu ikut, nanti gak kebagian tempat duduk yang paling depan. Sayang kan, nanti kita gak bisa melihat cowok gantengnya, maksudnya aku CEO ganteng."
"Hanya karena CEO ganteng? nanti akan aku kenalin sama cowok yang statusnya CEO ganteng. Jadi, aku akan tetap menemani kamu. Sedangkan untuk Viktor, kamu tidak keberatan kan, jika aku memintamu untuk mencarikan tempat duduk yang paling depan untuk aku dan Henifa?"
"Tenang saja, mau di belakang, mau didepan, sama saja. Kalau penasaran sama si CEO nya, nanti aku akan mempertemukannya sama kalian. Dia kakakku, namanya Erganta." Jawab Viktor yang akhirnya mengatakannya dengan jujur.
Henifa benar-benar tidak menyangka dengan apa yang diucapkan oleh Viktor, bahkan sempat melongo.
"Biasa aja kali, gak usah kaget gitu. Ya udah ya, aku duluan." Ucap Viktor dan bergegas pergi dari hadapan Vania maupun Henifa.
"Van, si Viktor tidak sedang membohongi kita, 'kan?"
"Tau, sepertinya sih memang gak bohong keknya. Viktor kan emang anaknya orang tajir, ya tentu saja tidak diragukan lagi kalau lelaki itu yang statusnya CEO itu kakaknya." Jawab Vania dengan apa yang ia tahu.
"Wah, pasti si Viktor nanti juga bakal jadi CEO dong, Van. Kenapa gak kamu terima saja cintanya, tajir loh."
Vania yang mendengar perkataan dari Henifa, pun justru tertawa.
"Nah, ketawa. Aku serius loh, kapan lagi nemu cowok tampan seperti Viktor, tajir juga. Dah deh, terima aja."
"Kan, katanya perut kamu sakit, nih udah normal aja ekspresi kamunya."
"Kan tadi, sekarang mah udah enggak lagi. Dah lah, yuk kita samperin Viktor. Kapan lagi dapet cowok tampan kek dia, yuk ah."
Henifa kini yang balik menarik tangannya Vania dan mengajaknya untuk menyusul Viktor yang sudah duduk lebih dulu.
Viktor yang sedang duduk bersama anak-anak kampus lainnya, tiba-tiba ada sosok perempuan yang duduk di sebelahnya.
"Hai, Vik. Tumben duduknya tenang gitu, biasanya juga sibuk nyariin Vania, gadis yang berusaha untuk kelihatan tajir itu, yang pake mobil buntut."
"Jaga ucapan kamu, Nin. Biarpun mobil buntut, dia gak pernah merugikan orang lain. Terus, maksudnya kamu apa, duduk disebelah ku dan hanya mengganggu ketenangan ku."
"Bukannya gitu, kasihan aja sama kamu. Mengejar cinta yang gak pasti."
"Bukan urusan kamu, mau pasti atau enggaknya, juga terserah aku. Mendingan kamu itu diam, dan gak usah banyak bicara. Lihatlah, acara akan segera dimulai." Ucap Viktor yang semakin geram.
Vania yang baru saja datang, pun langsung duduk di sembarangan tempat. Jarak antara Vania dan Viktor tidak begitu jauh, hanya terhalang oleh Nindi, perempuan yang selalu mengejar Viktor.
"Gak tahu malu, padahal disebelah Viktor tempat duduknya untuk Vania, eee di rebut juga tempat duduknya." Ucap Henifa dengan lirih, memang sengaja agar Nindi dapat mendengarkannya.
"He! ini tempat duduk untuk siapa saja, termasuk aku. Jadi, kamu gak usah bikin gara-gara denganku, paham."
"Siapa yang bikin gara-gara sama kamu, kepedean, memangnya kamu merasa? gak, 'kan? ya udah diem, susah amat."
"Kamu ini, sama saja miskinnya sama Vania saja belagu." Ucap Nindi dengan perasaan dongkol.
"Sudah sudah, jangan diributin. Kamu juga, Nin, mendingan kamu itu pindah dari sini. Kamu bisa cari tempat yang lainnya, yang ada nanti kamu dan Henifa menjadi berantem." Ucap Viktor yang tidak ingin ada keributan.
"Tidak perlu, aku yang akan pindah." Sahut Vania yang akhirnya memilih untuk berdiri dan pindah tempat duduknya.
"Ayo Hen, kita pindah di depan sana saja." Ajak Vania pada Henifa, dan akhirnya memilih untuk pindah tempat duduknya.
Henifa yang tidak bisa menolak, akhirnya nurut dengan ajakan dari Vania. Sedangkan Viktor sendiri tidak bisa menahannya, dan dengan terpaksa duduk bersebelahan dengan Nindi.
Karena acara akan segera dimulai, semua diminta untuk tetap tenang dan dilarang menimbulkan keributan ketika acara sedang berlangsung.
Vania dan Henifa yang tengah duduk paling depan, begitu antusias untuk melihat kakaknya Viktor yang akan menjadi tamu utama dalam acara tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments