Berkilas Balik

Sebagai mahasiswa baru, mereka harus menjalankan PROPTI (Program Orientasi Pendidikan Tinggi) dan MAKRAB (Malam Keakraban) yang masing-masing dilaksanakan selama tiga hari. PROPTI sama dengan OSPEK, hanya saja-istilah di kampus adalah propti yang tujuannya untuk mengenal dan memahami lebih dalam mengenai kampus. Sedangkan MAKRAB sama dengan kemah pramuka di masa sekolah. Bertujuan untuk saling mengenal teman seangkatan, melatih mental, melatih kemandirian, dan mengajarkan tentang kedisiplinan mahasiswa.

Hari pertama PROPTI adalah hari di mana Alifa merasa sial. Bagaimana tidak? Keterlambatannya hanya satu menit saja, sudah tidak bisa ikut barisan dengan teman-teman lainnya. Ia mendapatkan hukuman dengan dilobangi satu pada name tag yang tergantung di lehernya. Tidak ada toleransi atas keterlambatan yang terjadi. Padahal ia tiba di kampus sekitar 15 menit sebelum kegiatan PROPTI dimulai.

"Sial! Kan aku terlambat juga karena enggak bisa nyeberang! Nunggu kendaraan sepi, malah terlambat. Arrgh!" celoteh Alifa dalam hati sambil mengepal tangannya dengan ekspresi kesal.

Ternyata ekspresi wajahnya tidak bisa dibohongi ketika sedang kesal. Salah satu kakak tingkat yang bertugas untuk mendampingi mahasiswa baru pun menyadarinya.

"Di kampus ini kita diajarkan untuk disiplin. Tidak ada toleransi untuk keterlambatan, meskipun hanya terlambat satu detik!" ucapnya dengan lantang. Laki-laki berdiri tegap dengan gaya rambut ala Ivy League. Rapi dan lumayan sih tampangnya, tapi galak!

"Iya. Aku tahu kalau terlambat itu tindakan yang tidak bisa ditoleransi karena ayah juga selalu mengajarkan tentang kedisiplinan. Terlambat sekolah aja, aku tidak dikasih uang. Boro-boro jajan, ongkos aja enggak dikasih!" celoteh Alifa lagi dalam hati sambil memajukan bibirnya.

Tiba-tiba laki-laki yang menyindir Alifa di depan tadi menghampiri.

"Kalau kamu tidak bisa ikut aturan kampus, lebih baik mundur dari sekarang! Jangan manja!"

Laki-laki yang tidak tahu siapa namanya karena belum memperkenalkan diri itu membalikkan badan hingga membelakangi Alifa setelah memperingatkan gadis berkaca mata dengan tubuh mungil itu.

Setelah satu jam terpisah dari barisan, Alifa dan mahasiswa lainnya yang juga terlambat diminta untuk menempatkan posisi bersama teman-teman lainnya di lapangan GSG.

"Huft! Akhirnya ...!" ucap Alifa, pelan.

Baru saja bernapas lega karena kakak tingkat yang galak tadi, Alifa lagi-lagi dibuat jantungan oleh kakak tingkat yang lainnya. Ia berdiri di gelanggang GSG, tempat mahasiswa biasanya berkumpul untuk mengerjakan tugas, menonton pertandingan basket, atau sekadar duduk santai sambil menikmati wifi yang tersedia.

"Aduh! Ini ada apa lagi, sih! Baru aja nih napas plong gitu, kan. Eh, udah dibuat spot jantung lagi!" celoteh Alifa, membuat teman-teman yang berdiri dekat dengannya tertawa.

Mengira menertawakannya, laki-laki yang masih berdiri di gelanggang itu pun membentak kami; meminta untuk diam. Seketika hening. Kami mendengarkan celotehannya yang membuat suasana menjadi tegang. Laki-laki itu bernama Daffa. Ia adalah ketua Hima SI (Himpunan Mahasiswa Sistem Informasi) yang kebetulan menjadi ketua pelaksana PROPTI.

"Nama lengkapnya sih, Daffa Ramdan Althaf, tapi sifatnya tidak mencerminkan arti namanya. Tidak ada lembut-lembutnya, galak banget dah jadi laki," gerutu Alifa dengan suara berbisik.

Seseorang yang ada di sebelahnya menegur agar Alifa diam, karena kalau Alifa berisik, yang kena hukuman bukan hanya ia saja, melainkan semua mahasiswa yang ada di lapangan itu. Alifa terpaksa diam, tapi hatinya tetap menggerutu karena kesal dengan tingkah laku kakak tingkatnya.

"Mentang-mentang udah senior, seenaknya banget ngerjain adik tingkatnya," ujar Alifa dengan sorot mata yang tajam.

Bukan hanya keterlambatan yang tidak ada toleransi, tetapi bagi mahasiswa yang ketahuan merokok pun dihukum. Yah, begitulah! Kampus Teknokrat adalah kawasan bebas rokok, jadi bagi mahasiswa, dosen, staff, dan siapa pun yang berada di lingkungan kampus bak hotel bintang lima itu, harus bisa menahan diri untuk tidak merokok. Jika ingin merokok, maka mereka harus keluar dari lingkungan kampus. Di kantin sebelah kampuslah yang asap rokok bebas berkeliaran, hingga meninggalkan bekas di baju orang-orang yang ada di sana meskipun mereka tidak merokok. Harus siap parfum, setidaknya baunya hilang walau harus dicuci agar benar-benar hilang.

Begitulah pengalaman Alifa saat kali pertama masuk kuliah. Menyebalkan, sih! Namun ia menemukan teman baru di sana. Alifa anaknya mudah akrab dengan siapa pun, walaupun agak jaim kalau baru pertama kenal, tetapi orangnya asyik untuk diajak mengobrol. Humoris, tetapi kalau lagi baca buku, ia tidak mau diganggu. Serius dan galak kalau diganggu! Cerewetnya kebangetan, tapi penyayang.

Alifa Zea Amanda, itulah nama lengkapnya. Kebanyakan orang mengenal ia sebagai si gadis kutu buku karena setiap harinya, ia tidak pernah lepas dari buku-buku. Hal gila yang sering dilakukan adalah mempelajari apa pun yang ingin dipelajari. Kalau sudah penasaran sama sesuatu hal, harus dilakukan. Ingin tahu pelajaran ekonomi misalkan, ya ... diperdalam sampai bisa. Tidak bisa menunggu guru menjelaskan lebih dulu karena teknologi sekarang sudah canggih. Lebih tepatnya selalu belajar autodidak dengan panduan buku, internet, atau bertanya dengan yang sudah pernah belajar, termasuk kepada kedua kakaknya; Humaira dan Billal.

...***...

Pagi hari yang cerah menyambut Alifa di hari kedua kegiatan PROPTI. Ia sangat bersemangat dan bertekad untuk tiba di kampus lebih awal. Alifa bangun lebih pagi dari biasanya, mempersiapkan diri dengan cepat, dan mengambil sarapan yang ringan untuk memberinya energi tambahan.

Setelah mandi dan berpakaian, Alifa melihat jam di dinding dan menyadari masih ada cukup waktu untuk mencapai kampus lebih awal. Ia mengambil tasnya yang sudah dipersiapkan semalam, memastikan memiliki semua buku dan peralatan yang diperlukan untuk keperluan PROPTI.

Alifa meninggalkan kosannya dengan semangat tinggi. Seperti biasa, ia naik angkot ke kampus lebih pagi dari sebelumnya. Walau jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi Alifa tidak ingin melakukan kesalahan lagi. Kali ini harus datang tepat waktu. Mobil angkot itu menyusuri jalan dengan cepat, hingga Alifa bisa menikmati angin segar dan melihat pemandangan sekitar yang indah. Perjalanan pagi itu membuatnya merasa segar dan siap menghadapi hari yang penuh aktivitas.

Tiba di kampus, Alifa melihat bahwa masih banyak tempat parkir yang tersedia. Itu adalah tanda bahwa ia benar-benar tiba lebih awal. Ia dengan cepat, berjalan menuju gedung kuliahnya. Beberapa mahasiswa lainnya juga sudah ada di sekitar, tetapi sebagian besar masih belum datang.

Dalam suasana yang lebih baik dari hari kemarin, Alifa memandang sekeliling kampus dengan senyuman di wajahnya. Ia merasakan perbedaan yang positif dalam suasana hari itu. Suasana kampus terasa lebih cerah, mungkin karena cuaca yang menyenangkan atau mungkin karena semangat baru yang terpancar dari dirinya.

Kampus adalah lukisan indah yang memancarkan kegembiraan. Alifa mengamati dengan penuh perhatian sekelilingnya, menyerap keindahan lingkungan kampus, mulai dari pepohonan yang hijau hingga bangunan-bangunan yang kokoh. Ia melihat mahasiswa-mahasiswa lain yang berjalan dengan riang, berbicara dengan antusias, dan saling memberi senyuman.

Dalam hati, Alifa berharap agar hari itu berjalan lancar tanpa kesialan yang menimpanya. Harapannya melayang seperti burung merpati di angkasa biru yang tak terbatas. Ia menginginkan hari itu menjadi awal yang baik dan berharap tidak ada halangan atau kesialan yang mengganggu langkahnya.

Senyuman di wajah Alifa adalah simbol kepercayaan dirinya yang mengalir. Ia berharap bahwa dengan mempertahankan sikap positif dan semangat yang tinggi, ia akan mampu menghadapi segala tantangan dan mencapai kesuksesan di hari itu.

Dalam benaknya, Alifa mengulang mantra untuk dirinya sendiri, "Hari ini akan menjadi hari yang hebat dan penuh keberuntungan. Aku akan berpikir positif dan menghadapi segala hal dengan sikap yang baik." Ia yakin bahwa pikiran positif dan harapan yang kuat dapat mempengaruhi jalannya hari dan mengubahnya menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Dengan semangat yang tinggi dan keyakinan yang menggebu, Alifa melangkah maju dengan harapan dan senyuman di wajahnya. Ia siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi dan berusaha menjadikan hari itu sebagai hari yang berarti dan berkesan dalam perjalanan propertinya.

...***...

Tiba saatnya hari terakhir agenda propti dimulai, semua orang diminta untuk berbaris secara mengelompok. Alifa berdiri di depan karena diminta oleh kakak tingkatnya, katanya biar kelihatan karena teman-teman Alifa yang berdiri sebaris dengannya lebih tinggi.

Kakak panitia propti memberikan aba-aba untuk kami mencari kepingan puzzle yang nantinya kalau digabung dengan milik kelompok lain, akan membentuk logo kampus Teknokrat.

Dengan langkah cepat, kami mengikuti instruksi yang diberikan, tetapi mereka rupanya mengerjai kami tiada ampun, awalnya dibilang ada di gedung C, lalu pindah di gedung B. Alifa merasa kakinya benar-benar pegal karena memakai sepatu high heels.

Alifa dan teman sekelompoknya tiba di gedung yang diminta dengan napas tersengal-sengal. Belum juga mau minum sejenak, terdengar teriakan seorang perempuan yang meminta mereka mempercepat mengambil kepingan puzzle itu.

"Ayo cepatan jalannya! Jangan manja! Waktu kalian tinggal 30 menit lagi," pekiknya dengan muka jutek.

"Ya Allah. Kagak dikasih napas bentar dah. Engap nih napas," gerutu Alifa dengan keringat bercucuran.

"Alifa. Kamu minum dulu aja. Jangan dipikirin omongan kakak itu. Kalau kita pingsan juga, emang mereka yang mau tanggung jawab? Ya, mungkin tanggung jawab, tapi paling juga dibawa ke UKS. Iya aja kalau kita tidak ada sakit bawaan, lah kalau misal ada yang emang punya sakit asma atau jantung? Gimana coba kalau anak orang mendadak tak bernyawa. Kan nanti jadi keluar berita negatif bahwa kampus yang dijuluki kampus Sang Juara ini menyiksa mahasiswa baru dengan kejam," ujar seorang gadis tanpa hijab itu dengan wajah serius dan sedikit kesal dengan perlakuan kakak tingkat yang sungguh terlalu.

"Serem amat dah cerita yang kamu buat. Mau jadi penulis, Bu?" ujar Alifa, diiringi gelak tawa. "Udah, yuk! Jangan berpikir yang aneh-aneh. Waktu kita tidak banyak lagi," ajaknya dengan mempercepat langkah.

"Habisnya mereka seenaknya aja sih sama kita. Ya sudah, ayo cari lagi."

Sementara itu, panita propti terus menghitung waktu yang tersisa untuk kami menyelesaikan games. Alifa dan teman-teman sekelompoknya pun bergegas untuk segera menemukan kepingan puzzle.

Hingga akhirnya, mereka menemukan dan waktu tersisa 5 menit lagi. Ketua kolompok Alifa yang bernama Akhtar, dengan gegas berlari dan memasang kepingan puzzle itu. Beruntunglah, mereka bisa menyelesaikan games yang cukup menguras tenaga dan pikiran ini. Emosi Alifa di hari terakhir, lebih dipermainan daripada hari pertama. Belum lagi, ada adegan sepatu heelsnya Alifa copot. Cerita yang sangat memalukan, hingga Alifa ditertawakan semua orang. Hal inilah yang menjadi alasan Alifa, suka menarik diri agar tidak bertemu dengan orang lain, selain keluarga dan yang memang dipercaya tidak akan menyakiti hatinya.

...***...

Alifa merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan lelah. Hari itu, ia teringat kembali pada kejadian pertama kali mengikuti kegiatan kampus, sebuah agenda propti yang takkan pernah dilupakan. Di antara perasaan senang dan kesal yang bercampur aduk, Alifa membiarkan dirinya tenggelam dalam ingatannya.

Seperti pepatah yang mengatakan, "Ada gula ada semut," begitulah perasaan Alifa pada saat itu. Ia tersenyum, memikirkan semua momen menyenangkan yang telah dilewati dalam kegiatan kampus tersebut. Alifa telah bertemu dengan teman-teman baru yang luar biasa, menikmati berbagai macam acara dan kegiatan yang seru, serta merasakan semangat kebersamaan yang membakar semangatnya.

Namun, di balik senyumnya, tersembunyi juga rasa kesal yang tak bisa ia hindari. Alifa teringat betapa berantakannya persiapan kegiatan tersebut. Semua menjadi kacau, mulai dari jadwal yang berantakan hingga kekurangan perlengkapan yang seharusnya sudah siap. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri karena meremehkan pentingnya persiapan dan tidak mengantisipasi segala kemungkinan yang mungkin terjadi.

Air mata Alifa mengalir tanpa bisa ia tahan. Dalam keheningan, ia merangkai kata-kata yang menggambarkan perjuangannya seakan berjuang sendiri dalam hidupnya. Meskipun kadang-kadang ia mendapatkan bantuan dari orang-orang terdekat, seperti keluarganya, tetapi sejak kecil Alifa benar-benar dituntut untuk menjadi perempuan mandiri.

Di setiap langkahnya, Alifa merasa seperti berjalan sendirian di jalanan yang gelap dan terjal. Ia harus belajar menghadapi tantangan hidup dengan keberanian dan kegigihan yang hanya dimilikinya. Alifa telah diajarkan untuk tidak bergantung pada orang lain secara berlebihan dan menjadi sosok perempuan yang tangguh.

Walau ada saat-saat ia menerima bantuan dari keluarga dan orang-orang terdekat, tetapi Alifa merasa beban hidupnya tetap ada pada pundaknya sendiri. Ia harus belajar mengatasi kesulitan, mengambil keputusan yang sulit, dan memperjuangkan mimpinya dengan usaha dan tekad yang kuat. Ia tahu bahwa hidupnya adalah tanggung jawabnya sendiri dan ia harus menjalani peran perempuan mandiri dengan segenap kekuatan yang dimilikinya.

Setelah merasakan beban emosional yang menguras energi, Alifa akhirnya membuat keputusan untuk tidur. Ia menyadari bahwa besok akan menjadi hari yang penting, karena itu adalah hari pertama ia belajar di tempat perkuliahan. Dalam kelelahannya, Alifa memahami bahwa istirahat yang cukup akan membantunya memulai hari dengan segar dan siap menghadapi tantangan baru.

Alifa menutup mata. Pikirannya perlahan-lahan mereda dan ia merasakan kenyamanan dari kasur yang lembut. Saat melupakan kejadian-kejadian yang menyebabkan air matanya mengalir, Alifa merasakan keinginan yang kuat untuk bangkit dan memulai lembaran baru dalam hidupnya.

Dalam tidurnya, Alifa berharap bahwa besok akan membawa kesempatan baru; kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan menggapai impian-impian yang masih menghiasi hatinya. Dengan pikiran yang tenang dan keyakinan yang baru, ia membiarkan dirinya terlelap dalam mimpi yang membawa harapan dan motivasi.

Keputusan Alifa untuk tidur adalah tindakan bijaksana yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kesejahteraan dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa betapa pentingnya istirahat yang cukup untuk memulai hari dengan energi dan semangat yang optimal. Dengan tidur yang berkualitas, Alifa berharap dapat menghadapi hari pertama di tempat perkuliahan dengan baik dan siap menghadapi semua yang akan datang.

...****...

Episodes
1 Buku Harian Alifa
2 Babak Baru Kehidupan Alifa
3 Beradaptasi dengan Lingkungan
4 Berkilas Balik
5 Waktu Laksana Pedang
6 Menikmati Peran Menjadi Mahasiswa
7 Terhimpit Kenangan
8 Dialog Interaktif
9 Pulang Kampung
10 Ayah: Cinta Pertama Anak Perempuan
11 Menggapai Jejak Pengetahuan
12 Memburu Waktu
13 Dialog Dalam Senandung Air Mata
14 Tersenyum dalam Luka
15 Mengarungi Badai Kesakitan
16 Akhirnya Tumbang Juga
17 Menyisir Jejak Hidup
18 Gemintang Kehangatan
19 Perjuangan Menuju Kesembuhan
20 Ambisi Lulus Tiga Tahun
21 Doa di Sepertiga Malam
22 Nilai Persahabatan
23 Persahabatan Bagai Kepompong
24 Ambisi yang Mencabut Kesehatan
25 Menemukan Rumah Baru
26 Cahaya di Balik Badai
27 Kejutan yang Hampir Gagal
28 Kebersamaan yang Abadi
29 Rekonsiliasi yang Hangat
30 Persiapan PKL
31 Hari Pertama PKL
32 Tantangan Dunia Kerja
33 Tantangan Kepercayaan
34 Perpisahan Termanis
35 Bimbingan di Hari Pertama
36 Kasih Ibu
37 Kondisi Alifa Membaik
38 Menggapai Mimpi dengan Bijaksana
39 Mulai Jenuh
40 Melengkapi Berkas Laporan PKL
41 Setitik Rindu di Setiap Kelas
42 Kebiasaan Penghilang Stress
43 Ditolak Dosen Pembimbing
44 Jarum Suntiknya Betah
45 Tidak Boleh Makan Buah Dulu
46 Semangat Baru
47 Ketegaran Alifa
48 Ketekunan Alifa Menginspirasi
49 Kado Ulang Tahun
50 Sidang Proposal
51 Akhir Semester Lima
52 Tinggal Selangkah Lagi
53 Perjuangan Akhir
54 Harapan Seakan Sirna
55 Akhir Perjuangan Alifa
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Buku Harian Alifa
2
Babak Baru Kehidupan Alifa
3
Beradaptasi dengan Lingkungan
4
Berkilas Balik
5
Waktu Laksana Pedang
6
Menikmati Peran Menjadi Mahasiswa
7
Terhimpit Kenangan
8
Dialog Interaktif
9
Pulang Kampung
10
Ayah: Cinta Pertama Anak Perempuan
11
Menggapai Jejak Pengetahuan
12
Memburu Waktu
13
Dialog Dalam Senandung Air Mata
14
Tersenyum dalam Luka
15
Mengarungi Badai Kesakitan
16
Akhirnya Tumbang Juga
17
Menyisir Jejak Hidup
18
Gemintang Kehangatan
19
Perjuangan Menuju Kesembuhan
20
Ambisi Lulus Tiga Tahun
21
Doa di Sepertiga Malam
22
Nilai Persahabatan
23
Persahabatan Bagai Kepompong
24
Ambisi yang Mencabut Kesehatan
25
Menemukan Rumah Baru
26
Cahaya di Balik Badai
27
Kejutan yang Hampir Gagal
28
Kebersamaan yang Abadi
29
Rekonsiliasi yang Hangat
30
Persiapan PKL
31
Hari Pertama PKL
32
Tantangan Dunia Kerja
33
Tantangan Kepercayaan
34
Perpisahan Termanis
35
Bimbingan di Hari Pertama
36
Kasih Ibu
37
Kondisi Alifa Membaik
38
Menggapai Mimpi dengan Bijaksana
39
Mulai Jenuh
40
Melengkapi Berkas Laporan PKL
41
Setitik Rindu di Setiap Kelas
42
Kebiasaan Penghilang Stress
43
Ditolak Dosen Pembimbing
44
Jarum Suntiknya Betah
45
Tidak Boleh Makan Buah Dulu
46
Semangat Baru
47
Ketegaran Alifa
48
Ketekunan Alifa Menginspirasi
49
Kado Ulang Tahun
50
Sidang Proposal
51
Akhir Semester Lima
52
Tinggal Selangkah Lagi
53
Perjuangan Akhir
54
Harapan Seakan Sirna
55
Akhir Perjuangan Alifa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!