"Ditya tidak akan menyukai wanita jelek sepertimu" kata-kata yang selalu terdengar setiap hari.
Bagaimana mungkin orang-orang mengatakannya dengan begitu leluasa dengan menertawakan seseorang.
Amaline sangat mengingat bagaimana itu dikatakan dengan jelas di tengah-tengah kerumunan teman sekolahnya. Mereka dengan ramai menertawakan Amaline seakan tidak takut akan melukai hati Amaline sakit hati. Menganggap bahwa mungkin saja orang seperti Amaline akan mendengarkan perkataan jahat itu sebagai lelucon.
Tetapi, menertawakan seseorang bersama ditengah kerumunan tidaklah selucu itu untuk terus menerus dilakukan. Mereka bukanlah orang bodoh yang tidak bisa menghargai harga diri mereka sendiri.
Amaline ingat jelas saat itu kelas 2 SMP. Amaline satu kelas bersama Ditya selama dua tahun hingga kelas tiga.
Tidak satu kali dua kali dirinya dipermalukan seperti itu. Setiap hari perasaannya selalu menjadi bahan becandaan dan guyonan semua orang. Tanpa memikirkan perasaan Amaline sendiri, mereka pikir Amaline akan membalas semua itu dengan lelucon yang sama konyolnya seperti biasanya. Tentu tidak.
Lalu yang paling membuat hatinya sakit adalah sikap Ditya. Dia selalu diam seolah-olah berpura-pura tidak mendengar hal tersebut. Amaline tahu, mungkin saja Ditya malu akan hal tersebut. Tapi, Amaline benar-benar tidak pernah ingin semua kejadian ini terjadi. Ia bahkan tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi.
Amaline hanya terus diam menatap Ditya yang terlihat kesal. Tentu Amaline sangat takut akan perubahan sikap Ditya. Padahal setiap hari Amaline bertemu dengan Ditya bagaimana mungkin Amaline bisa menghadapi ini semua?
"Hei Ditya! Jawab saja perasaannya sekarang!" Ledek Anton teman sekelas mereka saat itu.
"Haha! Ini akan menjadi lelucon satu angkatan hingga lulus" lanjut yang lainnya ikut menimpali.
"Ditya, setidaknya yang lainnya akan menyerah. Berikan gadis malang ini perhatian"
Amaline sangat geram mendengar perkataan mereka.
Srakk!!
Ditya bangkit dari kursinya dan berbalik ke belakang. Kearah para pecundang bermulut wanita tersebut.
Perlahan dengan raut muka tidak seperti biasanya. Wajahnya benar-benar marah dan memerah. Amaline tidak pernah melihat Ditya seperti ini sekalipun.
"Hei! Kau pikir hanya karena Aku sering berbicara denganku Aku menyukaimu? " Ternyata Ditya berhenti didepan meja Amaline. Seketika seasana kelas hari itu menjadi hening.
Tidak ada yang menyangka Ditya akan sejauh ini, mereka yang sedari tadi pun bergurau tanpa menunjukkan ekspresi kepuasan. Namun, keheranan.
"Hei! Kamu begitu percaya diri ke semua orang. Kamu pikir disini ada satu orangpun yang akan tertarik padamu? Aku membenci sikapmu itu. Perbaikilah tampangmu sebelum merasa percaya diri seperti ini apalagi didepanku"
Amaline yang mendengarnya terdiam seribu bahasa. Hanya menatap mata Ditya yang masih belum memadam. Pikirannya kosong, benar-benar hampa tanpa memikirkan apapun. Amaline tidak tahu, jika ternyata Dia telah membuat dosa besar.
Ditya pergi meninggalkan Amaline kembali ke bangkunya. Salma, teman sebangku Amaline saat itu langsung menggapai lengan Amaline takut jika gadis itu menangis ataupun sedih.
Namun, Amaline hanya terdiam lalu menunduk sejenak menenggelamkan kepalanya tanpa tertawa.
Dua anak lelaki yang tadi terus bercanda tadi bergerak sedikit mendekati Amaline. Merasa tidak enak dan ingin mengetahui keadaannya.
Namun, Amaline mengangkat kepalanya dan tetap tersenyum kepada mereka. Walaupun terasa berat, Amaline tetap berusaha tersenyum. Karena menurutnya, perkataan Ditya tidak ada yang salah.
Mereka hanya terdiam dan meninggalkan Amaline. Mungkin merasa sedikit tidak enak. Tetapi, minta maafpun tidak tahu dengan siapa dan bagaimana caranya. Akhirnya mereka memilih untuk diam dan tenggelam bersama dengan suasana.
Sejak hari itu Ditya terus diam dan berusaha menjauhi Amaline. Tidak jarang Anton yang merasa bersalah kerap kali berusaha menyatukan mereka berdua agar kembali baik. Namun, sama saja Ditya terlalu membenci Amaline sejak hari itu.
Begitulah hingga mereka masih satu kelas sama dikelas tiga. Hanya Amaline dan Ditya yang bukannya mendekat atau berbaikan malah semakin merenggang. Semua anak tahu masalah tersebut dan tidak ingin mengungkit didepan mereka berdua. Namun, tetap berharap semua dapat diselesaikan oleh mereka berdua.
Hingga menjelang kelulusan mereka, Amaline berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengakhiri hubungan buruk tersebut.
Saat kelas sedang persiapan Ujian esok. Setelah semua selesai dan anak-anak bersantai sejenak. Amaline yang melihat Ditya bersama anak-anak lain pergi menemuinya. Terlihat nekat hingga Salma dan yang lainnya terkejut. Ingin menghentikan namun disisi lain semua orang tahu bagaimana posisi Amaline dan pasti Dia ingin mengakhiri hal tersebut demi namanya sendiri.
"Ditya!" Panggil Amaline dari belakang Ditya. Ditya yang sedang berbicara dengan teman-teman yang lain diam saja dan tidak mau mendengarkan. Padahal Anton dan teman yang lain tahu jelas dan berharap Ditya mau membalas panggilan Amaline hari itu.
Amaline yang penuh emosi menarik baju Ditya hingga wajahnya terseret kebelakang menghadapi Amaline. Ditya terlihat tidak senang dan sedikit menampik tangan Amaline namun sedikit tertahan karena bagaimanapun Amaline adalah seorang wanita.
"Aku mungkin benar tidak pernah menyukaimu. Tapi, Aku tidak pernah mengatakan apapun kepada semua orang tentang diriku yang sangat menyukaimu. Aku benar-benar menyesal semua orang menjadikanmu lelucon karenaku. Aku minta maaf, Kamu tidak pernah mendapatkan masalah atau usikan lain kecuali dariku. Tenang saja, sekarang Aku benar-benar tidak menyukaimu. Dan maaf, Aku tidak akan mengulanginya." Amaline akhirnya dapat mengatakan apa yang ditahannya selama ini. Bukankah ini pencapaian terbesarnya saat ini. Dia yang gugup akan perasaan cintanya dulu. Bahkan sekarang berani mengatakannya sekarang degan jelas dan tegas.
Setelah mengatakan hal itu Amaline langsung pergi tanpa ingin mendengar jawaban Ditya sedikitpun. Bahkan, Ditya benar-benar tidak berniat menjawabnya sedikitpun.
Semua yang melihat kejadian tersebut sangat takjub. Para gadis menganggap bahwa itu adalah kemenangan wanita yang selalu diremehkan oleh para pria.
Sedangkan anak laki-laki terkagum. Karena keberanian itu layaknya seorang gentleman bagi mereka.
Mereka bersorak atas apa yang dikatakan Amaline dan mendukung perbuatannya tersebut. Ditya masih tetap diam tanpa merespon apapun.
Tidak ada yang tahu. Karena sorak dan tawa dari teman-teman kepada Amaline tersebut. Ternyata untuk Ditya terasa seperti sedang dipermalukan. Hati dan egonya benar-benar terbakar hari itu. Entah kenapa, bagi Ditya sikap Amaline yang seperti itu sejak awal. Yang baginya menyenangkan lama kelamaan sangat menyebalkan jika berurusan dengannya. Ternyata Ditya yang penuh senyuman itu hanyalah seorang anak dengan ego dan kebanggaan diri yang tinggi. Dia benar-benar menganggap hal ini seolah adalah pertarungan dan tidak berjanji tidak akan pernah menerima kekalahannya.
Benar-benar menyebalkan bagi Ditya menjadi bahan lelucon seperti itu. Ia tidak pernah ingin dan menyukainya. Apalagi melihat orang yang disukainya ikut tersenyum melihat kejadian-kejadian ini dari awal. Apakah rasa benci tersebut sekarang sudah tumbuh menjadi dendam?
Amaline, Dia bahkan tidak melihat Ditya dengan pikiran jahat sedikitpun. Dia selalu menganggap bahwa semua yang terjadi didunia ini adalah alamiah tanpa kesalahan satu pihak.
Kenapa Amaline terlalu membatasi penilaian dan penglihatannya kepada orang lain? Bukankah sama saja Amaline berusaha membohongi dirinya sendiri?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments