"Astaga Fika... disini rupanya? Ngapain kamu disini?" Yunita bicara dengan nada marah.
Fika tidak bicara apapun, dia hanya melihat Yunita yang berdiri di hadapannya dengan emosi.
"Mau kemana?" Yunita menarik tas Fika.
Fika hanya melihat sahabatnya lagi dengan tenang.
"FIKA!!!" Teriak Yunita geram karena Fika terus mengabaikannya.
Yunita berlari saat itu juga menyusul sahabatnya yang entah sejak kapan Fika bisa berjalan begitu cepat.
"FIKA!" Teriak lagi Yunita frustasi. Tapi kali keduanya Fika masih tak menghiraukan.
Tidak membuat Yunita patah semangat hanya karena sikap Fika saat itu juga. Benar saja jika dipikirkan lagi sikap Fika itu memang karena dirinya juga.
Akhirnya Yunita berjalan mengikuti Fika dari belakang, meski jarak keduanya tidak bisa dikatakan begitu dekat.
Fika sudah menunggu angkutan umum yang lewat di pinggir jalan sedangkan Yunita masih tertinggal di belakang beberapa meter.
"Tunggu! Fika aku ikut!" Seru Yunita memburu Angkutan umum yang dinaiki Fika saat itu.
"Udah Pak jalan cepat!" Perintah Fika di dalam mobil pada supirnya.
"Loh neng sepertinya ada penumpang lagi yang ngejar." Sembari mengecek beberapa kali ke kaca spion angkot.
"Jalan aja Pak aku buru-buru!" Pinta Fika karena memang dia tidak niat untuk menunggu Yunita temannya itu.
"Loh kok berhenti sih pak?" Dengan kesalnya Fika mulai memprotes saat itu.
"Masa bapak biarin sih neng, jelas-jelas itu penumpang." Terdengar menggerutu Pak Supir tidak bisa mendengarkan perkataan Fika.
Mau bagaimana lagi, Fika kembali cemberut bahkan dia terus membuang tatapannya ke arah lain meski tak lama dengan napas yang ngos-ngosan Yunita mengejar angkotnya.
"Kok kamu gak bantu berhentiin angkotnya, Fik." Kesalnya Yunita bicara pada Fika saat dia masuk ke dalam angkot. Tapi itu tidak membuat Fika bicara juga.
Mobil kembali melaju dan mungkin butuh sekitar 10 menit hingga sampai di jalanan yang mengarah ke rumah Fika.
"Kiri pak!" Pinta Fika.
Tak hanya supir namun Yunita juga ikut menoleh ke luar.
"Mau kemana Fik? Belum sampai di gang rumah kan." Yunita langsung bicara karena dia melihat jalan yang salah, tak seharusnya angkot berhenti di jalanan itu kan.
Karena melihat Fika yang masih mengabaikannya dia juga terpaksa ikut turun dari angkot.
Untuk kedua kalinya lagi Yunita harus sabar berjalan tertinggal di belakang Fika.
Bisa sebesar itu ya kesalahannya? Sampai-sampai Fika mengabaikannya dari tadi.
Yunita cepat berlari hingga sekarang dia sudah menyesuaikan tubuhnya sejajar berjalan dengan Fika.
"Fik. Soal itu tadi maaf, aku keterlaluan." Ucap Yunita penuh sesal. Yunita sedikit mengintip ke arah Fika, tapi lagi-lagi tidak ada satu katapun yang bisa membuat Fika bicara.
"Soal Anggi. Aku benar-benar gak bohong Fik. Dia itu emang suka sama kamu!" Yunita masih bicara kekeh seperti di sekolah tadi.
Fika berbalik menatap sahabatnya itu. "Kamu jangan ngasal dong!" Bentak Fika karena emosinya sedikit keluar.
"Aku melihatnya sendiri Fik. Melihat dia dan kamu, dia benar-benar suka sama kamu kok!" Jawab Yunita masih percaya diri dengan asumsinya itu.
"Lihat? Emangnya kamu lihat apa sampai kamu yakin bicara seperti itu di hadapan semua orang?" Nada bicara Fika sudah berubah lagi.
"Kamu tuh malu-maluin dia. Kamu bisa bayangkan betapa malunya Anggi karena sikap anak-anak tadi di kelas?" Terang Fika emosi.
"Tapi. Aku bener kok Fik, aku gak bohong." Sebaliknya nada bicara Yunita melunak di hadapan Fika. Bahkan Yunita memperlihatkan bagaimana dia cukup syok melihat Fika untuk pertama kalinya marah.
"Yun!" Bentak Fika frustasi.
"Tolong. Kamu jangan selalu gampang menyimpulkan apapun hanya berdasarkan pendapat dirimu sendiri, itupun hanya karena kamu melihatnya saja." Fika masih berusaha kembali menahan emosinya yang sempat akan memuncak. "Itu tidak benar Yun. Kalau saja kamu dengar dan lihat orang itu mengatakannya sendiri, baru kamu bisa berpendapat jika itu benar."
Yunita langsung diam seribu bahasa, tidak ada lagi satu kata pun yang bisa mematahkan ucapan logis Fika. Memang sekilas itu bisa saja benar, namun bagi Yunita yang selalu percaya dan memiliki pemikiran dari keyakinannya sendiri, baginya itulah yang benar.
Sudah memaki Yunita sampai bungkam, akhirnya Fika langsung diam. Membuang napas dan berusaha untuk membuang jauh emosi yang sudah menguras hati dan pikirannya. Jika saja bukan Yunita sahabatnya, selamanya dia tidak bisa kembali akur dengan orang yang sudah berhasil membuat orang lain malu karena dirinya.
Fika langsung diam dan kembali melanjutkan jalan kakinya ke arah gang menuju rumah yang jauh di depan mereka.
Di sisi lain Yunita masih tertunduk, benar-benar langsung mati rasa tidak bisa memikirkan dan bicara apapun. Dipikiran Yunita entah mengapa langsung hadir lagi kenangan masalalu yang sangat membuatnya tak berdaya dulu. Bayangan kehidupan keluarganya, terpisah hanya karena ibunya yang ternyata selingkuh. Andai saja dirinya tidak pernah merasa ada yang aneh dari sikap ibu, bahkan ketika dia tak sengaja memergoki Ibunya dan menemukan bukti perselingkuhan mungkin keluarganya masih bisa bersama. Memang lebih baik dia tidak tahu apapun atau berpikiran apapun saja.
"Aku sekali lagi minta maaf, aku gak bakalan mengulanginya lagi!" Ucap Yunita lembut. Setelah mengucapkannya entah mengapa Yunita langsung berbalik ke arah yang berlawanan kemudian menjauh dari Fika saat itu juga.
Naluri Fika memang tepat dan terhubung dengan sahabatnya itu. Sama halnya kepercayaan hati Yunita yang entah mengapa selalu terbukti.
Fika menghentikan langkah kakinya, sedikit menoleh ke arah belakang dan dia juga melihat Yunita yang berjalan menjauh.
"Yun tunggu!" Seru Fika, gilirannya sekarang dia mengejar Yunita.
Sampai sesenggukan Yunita hanya tertunduk sambil berjalan. Membiarkan air matanya banjir melintasi di kedua pipinya itu. Pada detik yang sama Yunita mendadak mengabaikan kedatangan Fika, padahal dari tadi dia sudah sangat berusaha mengejar Fika dan mendekatinya. Tapi sekarang giliran Yunita yang diam saja.
Melihat sahabatnya menangis hati Fika langsung luluh saat itu juga. Fika tidak tahu sesuatu ternyata sudah membuat sahabatnya sangat sedih.
"Yun, aku berjanji tak akan lagi bersikap seperti tadi. Tolong maafkan aku!" Rengek Fika ketika melihat Yunita yang cukup membuat hatinya sedih. Fika benar-benar tidak tega sampai dia juga hampir akan menangis.
Tiba-tiba sebuah pelukan yang langsung mendarat di pelukan Fika. "Aku ingat mami ku Fik!" Perkataan Yunita terbata karena sambil menangis.
Fika sedikit menghela napas, ternyata dia menangis bukan karena sikapnya. Namun syukurlah.
Bicara tentang Ibu tidak ada hal yang paling sedih, sebagai anak yang tidak tinggal dengan kedua orang tuanya tentu saja hal itu sangat menyedihkan. Tidak ada tempat yang akan menggantikan hari-hari paling menyedihkan.
Spontan Fika langsung mengelus punggung sahabatnya, mencoba menenangkan dengan cara yang sederhana.
"Udah yuk kita balik, kayaknya kita harus berjalan cukup jauh sekarang." Fika mulai terdengar mengeluh.
Yunita langsung terperanjat dan memperlihatkan tatapan matanya ke arah Fika. "Lagian ngapain sih turun di tengah jalan." Tak kalah kesalnya Yunita juga menggerutu. "Jadi kita jalan kaki, dan melelahkan." Cetusnya lagi sambil berjalan lagi dengan lemas.
Setidaknya cukup menenangkan karena sikap Yunita sudah berubah kembali, Fika berhasil mengalihkan kesedihan sahabatnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments