“Berhubungan badan di luar pernikahan itu jelas tidak boleh. Apalagi sampai hamil, memalukan nama baik keluarga.”
Ucapan Fiona membuat Bianca menelan salivanya dengan susah payah.
“Kenapa muka kamu pucat begitu?” tanya Fiona saat mendapati wajah anaknya berubah.
“Kurang akua Mom, Bianca dehidrasi.” Bianca bangkit dari duduknya. “Bianca mau minum dulu ya Mom,” ucap Bianca dan segera berlari menuju ruang makan. Sampai di sana Bianca mengeluarkan minuman dari lemari pendingin, ia membuka frezer dan melihat ice cream miliknya pemberian Reagan masih utuh. Bianca juga tidak berselera memakannya terlebih hatinya sering merasakan sakit jika mengingat betapa baik dan perhatiannya Reagan yang dulu.
Tangan Bianca menutup pintu lemari pendingin, ia bersandar pada dinding. Tangannya membuka penutup botol dan segera meminumnya.
“Bianca mommy sudah membuat janji untuk bertemu dokter besok setelah jam makan siang, jadi mommy akan menjemputmu besok,” ujar Fiona ia mendekati Bianca.
“Baik Mom,” jawab Bianca pasrah. Pikirannya melayang pada film tadi jika berhubungan badan dapat membuat wanitanya hamil, Bianca merasa harus memastikan itu tidak terjadi padanya. Ia tidak ingin membuat kejutan yang akan membuat gempar keluarganya. “Bianca ke kamar dulu ya Mom,” ucap Bianca.
Fiona mengangguk memberikan persetujuan. Meskipun kini Bianca mendapatkan kebebasan namun Fiona merasa lebih dekat dengan anak terakhirnya.
Bianca masuk ke dalam kamar, ia membaca seluruh buku yang ia beli. Tidak hanya itu ia juga mencari sumber yang ia ingin ketahui di internet. Namun semakin ia mencari membuatnya merasa takut dan khawatir. Beberapa sumber mengatakan kemungkinan besar hamil itu akan terjadi jika berhubung tanpa (kon tra sep si).
Bianca akhirnya memberanikan diri untuk memesan beberapa alat tes kehamilan dan vitamin agar tidak mencurigakan. Kini ia hanya menunggu kurir. Tidak hanya diam saja Bianca bahkan mencoba menghitung perkiraan usia janinnya jika memang pembuahan itu terjadi. Bianca cukup tercengang saat menghitung terakhir haidnya, perhitungan kalkulator kehamilan menyatakan bahwa usia kehamilan Bianca memasuki sembilan minggu. Bianca mencari usia janin sembilan minggu, ukurannya masih kecil bahkan tidak menonjol sama sekali. Iseng tangan Bianca meraba perutnya namun ia tidak merasakan apa-apa bahkan ia menekan sedikit bagian perutnya namun tidak terjadi apa ppun
Bianca mendengar suara pintu kamarnya di ketuk, ia melompat dari tempat tidur dan berlari ke arah pintu. Begitu pintu terbuka Bianca melihat asisten rumah tangganya yang berdiri di depan pintu.
“Ini non paket.”
Bianca menerima kotak tersebut dengan senyuman di bibirnya. “Terima kasih ya Bi.” Dengan antusiasnya Bianca masuk ke dalam kamar, tidak lupa ia mengunci kamarnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Bianca membuka kotak pesanannya, sepuluh macam merek alat tes kehamilan Bianca beli. Ia membaca caranya satu persatu. Setelah puas membacanya hal yang harus Bianca lakukan adalah menampung urine, ia mengambil wadah yang di sediakan alat tes kehamilan tersebut dan membawanya ke kamar mandi.
Bianca ke kembali ke kamar dengan urine yang sudah berhasil ia tampung. Bianca memilih melakukan hal tersebut di meja belajarnya, karena dari petunjuknya ia harus menyimpannya di atas bidang datar. Bianca membuka salah satu alat tes tersebut dan mencoba mencelupkannya, ia mengikuti aturan yang tertera di sana dan menunggu aliran air yang tampak mulai naik. Setelah waktunya selesai Bianca menaruhnya di bidang datar, betapa terkejutnya ia saat garis yang awalnya satu kini bertambah menjadi dua. Bianca mengambil bungkus petunjuknya dan membaca dengan teliti. Ia menelan salivanya dengan susah payah saat keterangan tersebut menyatakan bahwa Bianca hamil.
“Tenang Bianca, mungkin yang pertama sebuah kesalahan,” ucap Bianca mencoba menangkan dirinya sendiri.
Bianca mencoba yang kedua, hasilnya masih sama. Tidak pantang menyerah ia mencoba lagi yang ketiga, dan hasilnya masih sama.
Satu jam berlalu bahkan sepuluh tes kehamilan yang ia beli sudah di coba semuanya dan hasilnya sama, garis dua.
Tubuh Bianca lesu dengan wajah frustrasinya, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dan memejamkan matanya, ia harus mengambil langkah seperti di film tadi untuk meminta pertanggung jawaban Reagan.
Bianca mengambil kotak dan memasukkannya seluruh tes kehamilan yang sudah ia pakai. Dan mencoba menghubungi nomor Reagan, namun tidak di angkat. Bianca akhirnya mencoba mengirim pesan [Ada hal penting yang harus Bianca bicarakan, kita ketemu di taman dekat mal x sekarang juga].
Bianca menunggu balasan dari Reagan, di menit ke lima centang dua berubah menjadi biru tanda sudah di baca. Bianca menunggu siapa tahu Reagan membalas, namun di menit ke sepuluh tidak kunjung di balas.
Dari pada menunggu yang tidak pasti Bianca memilih mengganti baju sekolahnya dengan pakaian santai. Ia membawa tas dan memasukkan kotak berisi tes kehamilan tersebut, beserta dompet dan ponselnya.
Bianca keluar dari kamar, dan berjalan menuju kamar Fiona. “Mom,” panggil Bianca sambil mengetuk pintu.
Mendengar panggilan dari anaknya Fiona keluar dari kamar. “Ada apa?”
“Bianca mau jalan ya, bosan,” ucap Bianca.
“Sama siapa?” tanya Fiona. Ia harus memastikan siapa yang akan menemani anak gadisnya pergi.
“Sendiri aja, di antar sopir.”
“Pulang sebelum jam makan malam, jangan terlambat,” ucap Fiona mengingatkan peraturan yang berlaku.
“Baik Mom, Bianca berangkat dulu, bye.”
Bianca berjalan menuju gerbang depan tempat sopir bersantai menunggu perintah. “Pak antar Bianca ke Mall,” ucap Bianca saat bertatapan dengan sopirnya.
Dari rumahnya hingga ke mall memakan waktu tiga puluh menit. “Bapak pulang saja, nanti Bianca hubungi.”
Setelah kepergian sopir, Bianca tidak masuk ke dalam mall melainkan tempat ia dan Reagan hendak bertemu. Keadaan taman sore itu tidak begitu ramai, Bianca duduk di salah satu kursi yang tersedia di sana. Sambil melihat ke segala arah untuk menemukan Reagan.
Bianca terkejut dengan hati yang berdebar mendapati Reagan yang berdiri tepat di depannya. “Reagan,” panggil Bianca dengan suara yang sangat pelan.
“Ada apa?” tanya Reagan.
Bianca mengeluarkan kotak dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Reagan.
Reagan yang merasa penasaran segera membuka kotak pemberian Bianca. Begitu kotak terbuka tubuh Reagan terpaku, bahkan untuk menarik nafas pun rasanya sulit. Garis dua dari beberapa tes kehamilan di dalam kotak tersebut sangat mengejutkan.
Manik Reagan bergerak menatap Bianca. “Kita perlu memeriksanya,” usul Reagan.
Bianca mengangguk. “Tapi aku harus pulang sebelum jam makan malam.”
Reagan menganggukkan ia memegang tangan Bianca dan berjalan.
Bianca berjalan di belakang Reagan, pipinya bersemu merah melihat tangannya di genggam Reagan. Sesuatu hal yang tidak pernah Bianca duga akan terjadi, ia pikir Reagan akan mengacuhkannya atau bersikap menolak seperti film yang di tontonannya. Hati Bianca berdebar gembira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments