Acarapun di mulai, seorang Pria yang masih terbilang masih muda memulai seremonial dengan sangat gembira dan antusias. Setiap kata yang ia lontarkan begit sopan, santun dan khidmat dalam menyampikan maksud dan tujuan rombongan Prabu Canan datang berkunjung dan di sertai penjelasan lanjutan yang sangat mendetail.
Sepanjang karir Kania, ucapan dan penjelasan yang pembaca acara paparkan, Kania tidak begitu jelas menangkap apapun, semuanya terasa hampa di benak Kania. Bagaimana ada acara seperti ini tanpa persetujuan pihak yang akan menjalani hubungan tersebut? apakah semua akan baik-baik saja setelah ini? Konsentrasi Kania terpecah, rasanya menjalankan misi lebih mudah dari pada kehidupan normal yang selalu Kania ingin jalani ternyata sangat melelahkan.
Waktu telah menunjukan sore hari, pembaca acara memberikan arahan untuk lelaki yang berada di sebelah Kania menyematkan sebuah cincin di jari manis Kania. Sebuah tangan yang hangat menarik pikiran Kania saat acara sedang berlansung.
Its Crazy! cincinnya pas di jari manis Kania, dia menatapnya beberapa menit dan akhirnya tersadar saat Mama Sera memberikan sebuah colekan di pinggangnya untuk segera menyematkan cincin yang sama di jemari pria yang berada di hadapannya itu, cincin yang ukuranny lebih besar dari cincin yang tersemat di jemari Kania itu.
Apakah pembaca acara tadi telah menyebutkan namanya dengan jelas, bagaimana bisa Kania melupakan nama Pria yang berada di hadapannya itu. Kania menelisik wajahnya yang memiliki rahang yang tegas, hidung yang mancung, bibir yang mungil,mata yang bulat dan yah, alis itu. Alis yang tebal!
Pria tersebut mengikuti semua urutan prosesi tanpa kesalahan sedikit pun, berbeda dengan Kania yang selalu di beri pengulangan kalimat oleh si pembawa acara atau Mama Sera untuk melakukan semua urutan acara.
"Kecuali wajahnya yang memberi kesan bahwa beban hidupnya saat ini sedang menumpuk, mungkin saja karena aku juga termasuk yang akan menjadi beban hidupnya nanti" pikir Kania
Pria tersebut terlihat mendekatkan diri ke tubuh Kania dengan sedikit berbisik "Kau harus memasangkan cincin sialan itu kejemariku juga".
TIba-tiba kesadaran Kania terkumpul kembali, kemudian meraih tangan Pria tersebut di balik kotka kecil yang di pegang oleh salah satu kerabat yang tidak jauh darinya. Kania perlahan meraih tangan Pria tersebut, merasakan ada desiran aneh yang menyeruak kedalam dirinya, membuat detak jantung Kania berdetak lebih cepat dari biasanya dan akhirnya cincin itu terpasang sempurna di jemari pria yang berada di hadapannya itu.
Suasana begitu hening, acara pemasangan cincin itu seperti detik-detik upacara kenaikan bendera merah putih pada tujuh belas agustus, tapi pembawa acara membuyarkan lamuna Kania kembali,
"Demikianlah rangkaian pemasangan cincin hari ini, bapak-bapak dan ibu-ibu dengan ini resmi saya umumkan bahwa pertunangan antara Kania Adiguna dengan Prabu Canan telah di laksanakan dengan baik dan resepsi akan di laksanakan pada tiga bulan kedepan".
Kania mendengarkan setiap kata pembawa acara kaliini dengan sangat serius, "Jadi namanya Prabu Canan". batin Kania
Kania tanpa sengaja sedikit memuji nama Prabu dengan nama yang unik, sedikit berbau ketimuran tapi untuk Kania apa yang bisa di harapkan oleh pria yang tidak bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri? mau saja di tunangkan dengan wanita yang sama sekali belum pernah di lihatnya, hanya sekedar mengetahui namanya.
Kania membayangkan, bagaimana jika usianya lebih tua sepuluh atau bahkan lima belas tahun darinya, seperti yang terjadi pada sahabatnya yang berada di luar Negri saat menghadiri acara perjodohan di sebuah event, mengingat itu Kania menepuk jidatnya,
"Hmm blind date saja sudah mengerikan apa lagi tunangan, apakah ini yang di sebut blind engangement? ah dia pasti adalah anak mami yang belum mandiri" batin Kania.
Kania mengamati jemarinya, tiga bulan lagi dia akan menikah dengan pria berwajah timur yang sedang duduk tak jauh darinya, yang memiliki aura bongkahan gunung es yang siap untuk di pecahkan. Saatnya sesi foto bersama keluarga, Kania seperti biasa hanya berekspresi datar karena Kania pada dasarnya bukanlah wanita feminis yang menyukai dunia Foto, bergaya dan melakukan hal aneh untuk terlihat menonjol dari siapapun.
"Sayang, bisakah kau sedikit tersenyum?" ucap Ayah Adiguna
"Iya benar, tampangmu seperti orang yang sedang keracunan" timpal Mama Sera
Kania tetap tidak ingin berniat mengubah ekspresinya. Tapi Mama Sera selalu menekan Kania membuat Kania menyerah dengan sediit menyunggingkan senyumnya. Kania menghargai keluarga itu yang telah benar-benar menganggapnya sebagia anak kandung, Kania hanya sesekali membayangkan saat di Markas The Bloods, tidak ada seorang pun yang bernani memerintahnya bahkan menuntutnya, jika semuanya di luar kendali mungkin saja sesuai ucapan Mama Seraakan ada racun saat itu juga, racun yang berbeda dan tempat berbeda.
Racun yang telah Kania oleskan pada amunisi senjata kesayangannya. Tapi saat ini Kania benar sudah merasa keracunan, dia keracunan dengan 'kawin paksa'.
Pembuluh darahnya menyempit, sistem syaraf otaknya sedikit tidak berfungsi, asupan oksigen dalam dadanya berkurang, dia merasa sesak nafas. Kania berharap lelaki yang berada di dekatnya memiliki penyakit kronis yang akan kambuh seketika dan pada akhirnya seluruh tamu undangan merasa kasihan padanya dan membuat pertunangan itu di batalkan.
DI seberang Kania, matanya menangkap sepasang suami istri yang sedang tersenyum, mungkin saja usianya sudah memasuki 60 tahun, tapi mereka masih terlihat segar dan prima. Papa terlihat menyalami lelaki paruh baya tersebut, sedangkan Mama Sera tengah cipika-cipiki dengan wanita paruh bayah di sebelahnya.
Keadaan itu seakan menunjukan kepada semua orang bahwa mereka resmi telah menjadi sebuah keluarga. Tidak, tepatnya hampir menjadi sebuah keluarga.
Para tamu, orang tua dan semuanya terlihat sedang bersenda gurau dari yang satu dengan yang lainnya, mereka terdengar tengah menceritakan kisah masa kecil mereka yang lucu. Bapak-bapak dan ibu-ibu mulai terdengar cekikikan, sedangkan Kania terliha sangat tidak ingin mendengarkan hal tersebut.
"Oh God, boring banget" gumam Kania
Dia layaknya sebuah pemain figuran di sebuah film murahn tanpa tahu dia akan berbuat apa selain mematung.
Pandangan Kania dan Prabu bertemu, Kania kembali terdiam, seakan tersihir dengan mata hitam yang Prabu miliki, tapi Kania merasa bahwa tatapan itu mengisyaratkan sebuah kebencian, tatapan yang tajam, tapi entah Kania merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
"Ada apa dengan tatapan itu? apakah aku pernah membuat nenek moyangmu menderita? tahu ngga sebentar lagi kau akan membuatku tersiksa lahir dan batin, emangnya kau pikir aku akan melompat kegirangan karena di tunangkan denganmu?" batin Kania yang sedang mengomel, merasa tidak terima dengan apa yang Prabu lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
asep harja
kenapa kania ga ngomong atau protes.. .....
2023-10-23
0
Kerincing_kaki
semangattttt
2023-05-26
0
վմղíα | HV💕
up terus Thor 💪
2023-05-19
1