Jasmine kemudian menghubungi ayahnya, jantungnya kini berpacu saat ponsel itu berbunyi; meskipun ayahnya masih cukup sering meneleponnya, Jasmine mungkin cuma meneleponnya sesekali. Waktu di jakarta menunjukkan hampir tengah malam , & saat ayahnya akhirnya mengangkat telepon, suaranya parau, diperlambat tidur atau alkohol atau mungkin keduanya.
“ Jasmine?”
“ Aku ketinggalan pesawat,” ujar Jasmine, menggunakan nada singkat yang keluar begitu alami setiap kali ia bicara dengan ayahnya belakangan ini, efek samping dari ketidaksukaan Jasmine kepadanya.
“ Apa?”
Jasmine mendesah & mengulang, “ Aku ketinggalan pesawat.”
Di belakang, Jasmine bisa mendengar Caroline menggumam, & sesuatu menyala di dalam dirinya, amarah yang meluap dengan cepat. Terlepas dari semua email manis yang dikirimkan wanita itu sejak ayahnya melamar, yang dipenuhi rencana pernikahan & foto-foto perjalanan mereka ke Paris, serta permohonan agar Jasmine ikut terlibat dalam upacara pernikahan mereka yang penuh drama.
Sudah setahun lebih sembilan puluh enam hari Jasmine memutuskan untuk membenci Caroline, & perlu usaha yang jauh lebih keras daripada undangan menjadi pengiring pengantin untuk menghapus kebencian itu.
“ Baik,” ujar ayahnya, “ Apa kau mendapat pesawat yang lain?”
“ Iya, tetapi mendaratnya jam sepuluh.”
“ Besok?”
“ Tidak, malam ini,” jawab Jasmine. “ Aku akan naik komet.”
Ayahnya mengabaikannya. “ Itu sudah terlambat. Terlalu mepet dengan jadwal upacara. Aku tidak akan bisa menjemputmu,” ujarnya. Terdengar suara teredam saat ia menutup telepon dengan tangan untuk berbisik dengan Caroline. “ Kami mungkin bisa meminta Bibi Maria menjemputmu.”
“ Siapa Bibi Maria?”
“ Bibinya Caroline.”
“ Umurku tujuh belas tahun,” Jasmine mengingatkannya. “ Aku sangat yakin bisa naik taksi sendiri ke gereja.”
“ Entahlah,” komentar Ayahnya.” Ini pertama kalinya kau ke Jakarta….” Ia tidak meneruskan kalimatnya, lalu berdehem. “ Menurutmu ibumu tidak keberatan?”
“ Ibuku tidak di sini,” cetus Jasmine. “ Kurasa ia menghadiri pernikahan yang pertama.”
Hening di sisi lain sambungan.
“ Tidak apa-apa, Ayah. Akan kutemui kau di gereja besok. Mudah-mudahan aku tidak terlalu terlambat.”
“ Oke,” ujar ayahnya lembut. “ Aku sudah kangen melihatmu.”
“ Iya,” balas Jasmine, tidak mampu mengucapkan hal yang sama kepada ayahnya. “ Sampai ketemu besok.”
Barulah setelah mereka memutuskan hubungan, Jasmine sadar ia bahkan tidak bertanya bagaimana kelangsungan makan malam gladi resiknya. Ia tidak terlalu yakin ingin tahu.
Untuk waktu yang lama, ia hanya berdiri seperti itu, dengan ponsel masih tergenggam erat di tangan, berusaha agar tidak memikirkan semua yang menantinya di seberang samudra. Aroma mentega dari stan pretzel di dekat situ membuatnya agak mual, & ia hanya ingin duduk, tetapi gerbang itu penuh sesak oleh para penumpang yang tumpah ruah di terminal lain.
Saat itu orang-orang menetapkan batas-batas wilayah mereka, seakan mengklaim bagian-bagian ruang tunggu seolah berencana tinggal di sana selamanya. Ada koper-koper yang bertengger di kursi-kursi kosong, kantong-kantong McDonald”s berminyak yang bertebaran di lantai.
Saat dengan hati-hati melewati seorang pria yang tidur beralas ransel, Jasmine sangat menyadari kedekatan langit-langit & himpitan dinding-dinding, juga orang-orang yang semakin menyemut di sekelilingnya, sehingga ia harus mengingatkan diri sendiri untuk bernapas.
Saat melihat sebuah kursi kosong, ia bergegas ke sana, menyetir koper-koper berodanya melalui lautan sepatu & berusaha tidak memikirkan betapa kusut gaun ungu konyol itu jika ia tiba besok pagi. Rencananya ia akan menghabiskan beberapa jam bersiap-siap di hotel sebelum upacara, tetapi sekarang ia harus mengejar waktu ke gereja.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Anonymous
Bpknya dapat bini baru😟
2023-07-14
0
Adinda
Kasihan ayahnya nikah lagi🤨
2023-07-12
1
Pelangi
Menarik👍
2023-07-08
0