Pak Guru VS Gadis Bar-bar

Diri Candice sempat kaget ketika melihat seorang pria yang ia temui di halaman sekolah, kini justru tengah berada di ruang kelas di mana ia akan menjalani ujian kenaikan kelas. Pria asing yang ia pikir adalah petugas tata usaha itu, ... merupakan seorang guru? Waaah ... Candice benar-benar terkejut sekaligus tidak habis pikir. Rupanya rumor mengenai kedatangan seorang guru baru yang kerap ia abaikan adalah sebuah kenyataan. Hebatnya lagi, guru baru itu masih sangat muda. Mungkin belum memasuki kepala tiga.

Candice tidak takut dengan aksinya tadi pagi karena pria itu memang telah membuatnya kesal. Namun saat ini perasaannya benar-benar tidak nyaman. Ia merasa kedatangan guru baru sebagai pengawas di ruang ujiannya akan membuatnya kesulitan untuk mendapatkan contekan. Dan entah ini berlebihan atau tidak, Candice merasa ia telah menjadi target si Guru Baru yang baginya menyebalkan, meskipun baru bertemu dalam beberapa menit saja sebelum saat ini tiba.

Namun berbeda dengan Candice, para siswi yang setidaknya berjumlah sebelas orang selain sembilan orang siswa di kelas itu benar-benar takjub dengan kedatangan sang guru baru. Guru baru yang sempat memperkenalkan namanya yaitu Hans tersebut dianggap memiliki visual yang sangat sempurna. Wajah tampan dengan rahang yang tegas serta hidung mancung ditambah mata belok yang indah, tubuh tinggi dan kekar, kulitnya kuning langsat, dan senyuman tipisnya begitu menawan. Sempat ada sejumlah siswi yang sampai berteriak histeris karena senyuman dari Pak Guru tersebut. Apalagi kalau sampai dihampiri, ujian yang seharusnya sulit malah lebih mereka nikmati.

Dan Candice membenci situasi ini. Berulang kali, matanya bertemu mata Hans yang memiliki iris hitam legam tersebut. Ia memang belum dihampiri, selain hanya dilewati, tetapi rasa diawasi sudah ia dapatkan sejak tadi. Hans, guru baru itu semakin membuat Candice tidak nyaman!

"Ck, hari ini adalah hari tersial di dalam hidupku," gumam Candice laku menghela napas.

Detik berikutnya, gadis yang terkenal bar-bar itu lantas menatap soal matematika yang langsung membuatnya cenat-cenut. Padahal waktu ujian tersisa hanya sekitar dua puluh menit lagi, tetapi soal yang ia kerjakan masih bisa dihitung dengan jari.

Mata Candice yang biru agak hijau itu lantas melirik siswi di hadapannya. Kalau tidak salah namanya Winda. Cewek cupu dengan kacamata tebal, tetapi sangat pintar. Candice harus mendapatkan contekan apa pun yang terjadi! Dan ya, setelah berpikir demikian, Candice langsung menendang tempat duduk Winda.

"Hei, perlihatkan kertas jawabanmu. Cepat! Woee! Budek ya?" ucap Candice agak berbisik.

Winda yang mendapatkan perlakuan sedemikian rupa dari Candice langsung diserang ketakutan sekaligus gemetaran. Ia yang hanya gadis berkacamata tebal tentu saja takut dengan Candice yang terkenal sebagai salah satu kapten dari kelompok tawuran. Namun di sisi lain, Winda yang sudah belajar mati-matian sampai kurang tidur, sangat tidak rela untuk berbagi jawaban.

"Winda. Aku tahu namamu, lihat saja kalau kamu enggak mau mengindahkan ucapanku. Bagi jawabannya, Sialan!" ucap Candice lagi.

"I-iya, tu-tunggu sebentar," jawab Winda ketakutan. Ia berharap besar, semoga saja Hans langsung berbalik badan dan melihat betapa ia kesulitan menghadapi sang Gadis Bar-bar.

Dugh!

Tendangan kaki Candice di kursi Winda terdengar lebih keras. Dan ya, harapan Winda mengenai kesadaran Hans akhirnya terkabulkan. Di mana si Guru baru yang tampan itu kini sudah memicingkan mata. Hans kemudian berjalan ke arah Candice yang duduk di barisan ketiga dari meja yang dekat dengan dinding kelas.

"Candice! Apa yang kamu lakukan? Berhentilah mengganggu temanmu!" ucap Hans dengan tegas setibanya di meja Candice.

"Cih!" Candice bersikap seenaknya saja. Ia yang tetap ingin menjaga harga dirinya kini malah menarik tubuhnya dan lantas bersandar, kedua tangannya pun telah ia lipat agar posturnya semakin angkuh. Salah satu alisnya juga telah terangkat. "Saya enggak mengganggunya kok! Coba saja tanya dia!"

Hans menatap Winda yang masih ketakutan. Sudah pasti, gadis berkacamata itu tidak berani berbicara apa adanya, ketika Hans mengikuti saran dari Candice untuk menanyakan sikap Candice yang sebenarnya.

"Bapak tidak bodoh untuk kamu tekan, Dik! Dan ini ujian kenaikan kelas, bukan try out. Kerjakan soalmu sendiri, buktikan bahwa kenakalanmu itu masih sepadan dengan prestasimu," ucap Hans.

Candice menggertakkan gigi. "Bapak menganggap saya bodoh?" sahutnya.

"Jika kamu memang tidak bodoh, kamu tidak akan menendang kursi temanmu dan meminta contekan padanya. Kerjakan ujian sendiri, jika tidak, lebih baik kamu keluar saja dari ruangan ini."

Candice menyeringai. "Waaah, baru satu hari bertugas sudah berani mengancam untuk mengeluarkan murid yang sedang ujian ya Bapak Guru ganteng ini?"

"Kamu ... tidak takut pada ancamanku ya rupanya?"

"Kenapa harus takut? Semua siswa di dalam ruang kelas ini yang justru takut pada saya. Saya yang berkuasa!"

Hans terdiam. Candice jauh lebih rumit daripada yang ia kira. Gadis itu tidak hanya sekadar nakal, tetapi juga tidak punya sopan santun sama sekali. Kepergian sang ayah, apakah yang membuat Candice menjadi gadis senakal ini? Ayah kandung yang minggat dan ibu yang sibuk bekerja, sehingga tak ada satu pun yang mampu memberikan contoh baik pada gadis itu, benarkah begitu?

"Keluar," ucap Hans. "Keluar sekarang juga!"

Candice dibuat cukup terkejut. Rupanya Hans tidak semudah itu ia taklukkan seperti guru-gurunya yang lain, yang sudah masa bodoh dengan dirinya yang masih dilindungi Kepala Sekolah. Wajar saja, Hans adalah sosok baru yang pastinya tidak tahu apa pun mengenai Candice selain hanya Candice yang kerap membuat masalah. Seandainya Hans tahu, mungkin Hans akan diam dan tetap mengawasi seperti sebelumnya. Namun jika Hans sampai mengusir seperti ini, lihat saja, Candice akan membuat prahara di sekolah ini.

Setelah sempat terkejut, akhirnya Candice memutuskan untuk bangkit.

Namun sebelum Candice bergegas, Hans justru berkata, "Apa kamu sama sekali tidak takut jika tidak naik kelas?"

"Tidak!" sahut Candice cepat. "Kalau enggak naik kelas ya tinggal berhenti sekolah saja. Gampang, 'kan? Saya pun juga enggak takut sama ancaman Bapak, makanya sekarang saya berdiri mau pergi niiih!"

"Duduk," ucap Hans membuat keputusan sebaliknya. "Bapak bilang duduk lagi."

"Hah?! Bapak sedang mempermainkan saya ya?"

Hans menyeringai. "Saya tidak mau disalahkan jika kamu sampai keluar, Dik. Sekarang duduk dan kerjakan soal ujianmu kembali. Jangan menendang kursi temanmu lagi dan jangan berisik. Waktu tinggal sedikit lagi, kasihan teman-temanmu yang lain."

"Siapa juga yang pedu—"

"Sssstttt, Candice! Duduk!"

"Tidak mau! Pantang bagi saya untuk menji—"

"Rusdy. Saya bisa membuatnya tidak naik kelas," bisik Hans. "Posisi saya sebagai guru di sekolah ini, sama kuatnya dengan dirimu, Nak. Ah tidak tapi juga lebih kuat dari siapa pun, Nak."

"A-apa?"

"Duduk!"

Sial! Kenapa dia harus membawa-bawa Rusdy sih?! Memangnya mengancam seperti itu pantas dilakukan oleh seorang guru?! Dan lagi, dia kan guru baru, tapi kenapa seolah tahu semuanya tentangku? Sial, aku enggak mungkin membuat Rusdy enggak naik kelas. Cih! Hans ini, ... dia mempermainkanku dan ingin mengendalikanku ya? Cih! Lihat saja, Hans, aku bakalan balas sikap sombong kamu! Batin Candice.

Hans tersenyum puas ketika Candice kembali mengambil sikap duduk seperti yang ia minta. Rupanya meski bar-bar dan kurang ajar, gadis itu tetap setiakawan. Dan tentu saja, keputusan Hans yang sebelumnya meminta Candice untuk keluar dari ruang kelas kemudian malah meminta gadis itu untuk duduk lagi, tidak lain karena Hans ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang lebih bisa mengendalikan situasi. Dan sudah seharusnya seorang siswa mendengarkan ucapan gurunya, bukan? Hans ingin mengembalikan fungsi tersebut untuk si Gadis nakal itu.

"Ayo, ayo, waktunya tinggal lima belas menit lagi. Kerjakan dengan baik!" ucap Hans pada semua murid yang sempat salah fokus pada perdebatannya dengan Candice.

Dengan sangat terpaksa, Candice kembali mengerjakan soal ujiannya. Untuk beberapa soal yang masih ia ketahui rumusnya, ia kerjakan dengan serius. Namun untuk sisanya, ia menggunakan rumus silang indah saja. Mau bagaimana lagi, Candice sudah lama tidak belajar dengan benar. Tepatnya sejak satu tahun yang lalu, dirinya menjadi siswi yang seperti bukan siswi.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!