5. rumah sakit

Sesampainya di rumah sakit, Mama Dian dan Rayan langsung menjumpai Puspa. Kalau Dani, dia langsung diantarkan oleh supernya ke kamar Rada. Disana ada Anggini dan Bibinya Rada.

"Pus, bagaimana keadaan Rada?"

Dian kembali bertanya untuk memastikan.

"Dia banyak kehilangan darah tan, sekarang kami lagi berusaha untuk mencari pendonor darah."

Puspa memberitahukan keadaan sahabatnya itu sekarang kepada dian.

"Apakah Tante boleh mendonorkan darah Tente untuknya?"

Dian kembali bertanya.

"Emangnya golongan darah Tante itu AB ya?"

Puspa bertanya untuk memastikan.

"Ia nak."

Ujar Dian. Setelah mendengar itu, Puspa sangat bahagia, sehingga dia langsung menghubungi Suster untuk memindahkan Rada. Sedangkan Di kamar Rada, Bibinya Rada asyik bercerita bersama Anggini, beda dengan Dani. Dia meraih tangan Rada, lalu duduk di dekat tempat tidurnya, dan kepalanyapun menunduk sambil meletakkan tangan Rada kedekat matanya dan menangis.

"Cewek judes, sadar dong! Please aku mohon! Aku janji deh, aku akan menjadi cowok yang tidak nyebelin lagi, tapi kamu harus cepat sembuh dan sadar ya!"

Dani mengatakan dalam hatinya. Bibi dan Angginipun menyaksikan hal itu, terkejut terheran-heran. Saat itu tiba-tiba, suster pun masuk ke ruangan. Dan diapun langsung membawa Rada keruangan lain. Anggini dan Bibinya Radapun bingung. Mereka semua mengikuti langkah suster untuk masuk ke ruangan lain.

Ketika sampai di depan pintu ruangan kamar, mereka bertemu rayan.

"Ray, apakah sudah ada pendonor darah untuk Rada?"

Anggini bertanya untuk memastikan.

"Sudah, mama yang akan mendonorkan darahnya untuk Perempuan cantik itu.

Mereka semua asyik bercerita, tetapi Dani masih khawatir.

"Semoga Rada cepat sembuh ya! Amin.

Ujar Ratih.

"Kring-kring, kring-kring."

Vitapun menelpon Rian. Sayangnya, Rianpun menolak telpon itu. Vitapun semakin marah, dia benar-benar benci kepada Rada. Dia berinisiatif untuk menjenguk Rada. Lalu diapun mau siap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Sebelum itu, dia menyiapkan apel yang sudah diracuni khusus untuk Rada.

Akan tetapi sebelum ke rumah sakit, Vita terlebih dahulu ke rumah Rian. Sesampainya di sana, diapun langsung memencet bel. Pada saat Vita memencet bel rumah itu, Rianpun langsung membukakan pintu.

"Untuk apa kamu datang kesini? Mau minta balikan lagi ya? Kalau ia, mending kamu pulang saja deh, tiada guna kamu di sini."

Rian mengatakan itu dengan nada marah.

"Sayang, aku tahu aku salah, please maafin aku ya! Aku mohon! Kita balikan ya. Sayang, ini aku sudah mempersiapkan buah untuk Rada."

Vita berusaha untuk bisa balik lagi kepada Rian namun sia-sia saja.

"Apakah kamu tuli ya? Aku bilang, aku tidak mau balikan sama kamu lagi. Apakah kamu tidak mengerti bahasa indonesia? apakah aku harus menggunakan bahasa inggris dulu? Baru kamu mengerti. I don't want to come back with you again, Do you understand?"

Rian mengatakan dengan nada marah.

"Ia sayang, aku akui, aku salah, aku minta maaf. Mulai sekarang, aku akan memperbaiki diriku."

Vita berusaha untuk merayu Rian.

"Apa buktinya kalau kamu mau berubah?"

Rian bertanya untuk memastikan apakah Vita benar-benar berubah atau hanya berpura-pura saja. Pada saat Vita mendengar perkataan Rian, diapun tersenyum jahat.

"Buktinya, sekarang aku mau menjenguk! Apakah kamu mau ikut?"

Vita sengaja mengajak Rian untuk ikut bersamanya menjenguk Rada, supaya dia mendapatkan simpati dari Rian.

"Aku ikut saja sama dia, aku mau melihat, apakah dia betul-betul mau berubah atau tidak."

Rian berucap dalam hati, sebab dia masih ragu dengan perubahan Vita.

"Ok, aku mau. Tapi kamu jaga jarak ya."

Ujar Rian krpada Vita dan menyuruh Vita supaya jaga jarak darinya.

"Tunggu dulu sebentar di sini! aku mau mengambil kunci mobil dulu."

Ujar Rian sambil mengambil kunci mobilnya, serta mereka langsung berangkat ke rumah sakit. Ketika mau menuju mobil, Vita menggenggam tangan Rian. Akan tetapi Rian melepaskan tangannya dari genggaman Vita.

"Do not touch me! you are a virus carrier, sana jauh-jauh."

Ujar Rian dengan jijinya kepada Vita. Vitapun mendengar itu sangatlah marah, akan tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kemudian merekapun berangkat ke rumah sakit.

Setelah selesai pendonoran darah itu, Radapun tetap tidak sadarkan diri. Lalu diapun langsung dipindahkan ke ruangan yang baru. Ketika dia dibawa keluar, mereka semua terkejut terkecuali Puspa.

"Pus, kenapa dia belum sadarkan diri? Bukankah dia itu sudah mendapatkan pendonor darah? Apakah masih kurangya?"

Anggini bertanya.

"Tidak. Visiknya saja yang masih lemas. Kita harus banyak-banyak berdoa, kalau misalnya satu jam kedepan dia tidak sadarkan diri, dia langsung dipindahkan ke ruangan lain. Terus yang merawat dia bukan aku lagi, tapi ada dokter yang ahli untuk memeriksa kondisi Rada.

Puspa menjelaskan keadaan Rada.

Ketika mereka Mendengar penjelasan dari Puspa, merekapun semakin khawatir. Pada saat mereka semua asik bercerita, Tiba-tiba Dian keluar dari kamar itu. Dia terkejut melihat Bibinya Rada. Demikian juga, Bibinya Radapun terkejut melihat dian.

"Ratiiih."

Dian memanggil seolah-olah mengenal Bibinya Rada.

"Nyonya Diaaaan."

Ujar Ratih kembali. Lalu Merekapun berpelukan. Teman-temannya Rada, dan kedua anaknya Dianpun menyaksikan itu. Tetapi Mereka mengabaikannya. Lalu mereka semua langsung pergi untuk melihat keadaan Rada. Namun Dian dan Ratih pergi ke tempat lain Dian disanalah mereka berdua bercerita-cerita.

"Apakah Rada itu adalah anaknya Sekar dan Raka?"

Dian bertanya untuk memastikan siapakah kedua orang tuanya Rada.

"Benar Nya, tetapi sekarang, Tuan dan Nyonya sekar, serta anak keduanya telah meninggal dunia, itu diakibatkan rem mobil yang mereka Rusak. SeJujurNya, aku merasa rem mobil itu ada yang sengaja untuk merusakkannya.

Ratih menceritakan penderitaan Rada pada saat kehilangan kedua orang tuanya serta adiknya. Pada saat Dia mendengarkan apa yang diceritakan Ratih, dia merasa kasihan kepada Rada

"jangan khawatir, aku akan mencari tahu siapa pelakunya. Sekarang, kita harus fokus ke masa depannya Rada. Jadi perusahaannya itu bagaimana?"

Dian kembali bertanya, dia masih penasaran bagaimana keadaan perusahaan yang telah dibangun oleh Raka dan Sekar. Sebab dia tidak sengaja melihat Rada jualan roti keliling.

"Perusahaannya bangkrut, sehingga toko rotinyapun dijual. Bukan hanya itu saja, satpam yang ada di rumah itu, ternyata penghianat. Dia mencuri sertifikat rumah lalu menggadaikannya. Sekarang, kami tinggal di rumah kontrakan, Dan Non Radapun sekarang jadi penjual roti keliling. Nyonya aku hanya kasihan kepada Non Rada."

Ratih kembali menceritakan tentang kehidupan Rada.

"Kamu tidak usah khawatir lagi, Kalian sekarang, tinggal di rumahku saja ya! Aku akan mencari tahu siapa yang telah membunuh Sekar, Raka dan anaknya. Serta, aku akan mencari siapa yang menabrak Rada."

Setelah mereka bercerita-cerita, merekapun pergi menuju kamarnya Rada.

"Rada, bangun dong! please! Andaikan kamu tahu, aku udah mulai sayang sama kamu."

Ujar Dani dalam hati sambil berdoa dan berharap agar Rada sadar. Ketika Rayan menyaksikan itu, dia tersenyum lebar.

Sesampainya Vita dan Rian di rumah sakit, Vita dan Rianpun langsung bertanya kepada Suster yang berada di meja pendaftaran.

"Suster, pasien yang bernama Rada ada di kamar berapa ya?"

Rian bertanya.

"Pasien bernama Rada berada di lantai nomor 5 paling atas, nomor kamarnya 50 paling ujung.

Ujar Ssuster yang ada di meja pendaftaran.

"Trimakasih sus."

Ujar Rian kembali. Setelah itu merekapun pergi menuju lantai lima kamar nomor 50. Di tengah perjalanan, merekapun tidak sengaja bertemu dengan Ratih dan Dian.

"Kelian mau ngapain ke sini?"

Ratih bertanya.

"Kami hanya ingin menjenguk Rada saja Bi."

Ujar Vita.

"Oh, asalkan jangan menghianati dia lagi ya."

Ujar Ratih dengan kesal kepada mereka berdua. Dian mendengar perkataan Ratihpun heran

"Kamu kok bilang seperti itu?"

Dian bertanya kepada Ratih untuk memastikan.

"Nantilah aku ceritain Nya. Sekarang, kita lihat dulu keadaannya Rada."

Ujar Ratih. Setelah itu merekapun pergi menuju kamarnya Rada. Mereka terkejut. Mereka melihat Dani sedang menggenggam tangannya Rada dan menangis. Pada saat Rian menyaksikan itu, diapun sangatlah cemburu. akan tetapi sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Rada, aku mohon! Kamu sadar ya!"

Dani mengatakan itu sambil mengelus-elus kening Rada, dan air matanya pun jatuh ke tangan Rada. Tidak lama kemudian, Akhirnya Rada sadarkan diri.

"Bunda, ayah, adik, Rada kangen kelian!"

Ujar Rada ketika dia sadar.

"Rada kamu tenang dulu ya!"

Ujar Dani. Setelah itu, dianpun langsung memanggil puspa.

"Pus, Rada udah sadar."

Ujar Dian. Setelah Puspa mendengar itu, dia sangat bahagia, dan langsung pergi untuk memperiksa kondisinya Rada.

"Puji Tuhan, masa kritisnya sudah dilewati. Sekarang ini batinnya lagi kurang baik, dia selalu menyebut Ayahnya, bundanya dan adiknya."

Puspa menjelaskan kondisi Rada.

"Sebenarnya ayah, bundanya dan adiknya Rada kemana sih? Apa mereka tidak tahu bahwa Rada kecelakaan."

Dani bertanya kepada orang-orang yang ada di sana. Dia tidak tahu bahwa Rada itu adalah anak yatim piatu.

"Oh ya, kamu belum tahu ya. Kedua orang tuanya dan adiknya Radakan sudah meninggal."

Ujar Ratih menjelaskqn.

"Maaf, aku tidak tahu, kasihan juga dia ya."

Ujar Dani.

Bagaimana kisah selanjutnya ya? Pasti temen-temen penasaran nih?

Jangan lupa untuk meninggalkan jejaknya setelah membaca cerita ini.

Maaf ya teman-teman kalau misalnya tulisan saya kurang rapi dan masih banyak kekurangannya.

Selamat membaca!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!