Esok harinya...
Pagi-pagi aku terbangun lalu menggunakan pakaian yang diberikan oleh nenek Amar. Dan ternyata pakaiannya indah sekali. Namun sayang memperlihatkan bentuk perutku. Aku pun merasa risih memakainya. Tapi aku juga tahu jika ini bukanlah di duniaku. Sehingga aku pun harus menurutinya. Jadi lekas saja kupakai dan berdandan dengan sedikit make up yang ada. Aku menggunakan make up milik nenek Amar sendiri.
Baiklah. Aku siap untuk menjadi penduduk kota ini.
Lantas setelah selesai berdandan, aku pun lekas-lekas keluar kamar. Aku menuju ruang utama rumah yang terbuat dari bambu ini. Dan sesampainya di sana kulihat Amar sedang menghitung jumlah kue yang akan dijual. Ya, hari ini kami akan ke pasar untuk menjual kue nenek.
"Wah! Kakak cantik sekali."
Amar pun memujiku. Anak lelaki berusia sepuluh tahun itu tampak terperangah melihat penampilan baruku. Aku benar-benar seperti penduduk asli sini. Menggunakan sari dari bahan dasar yang bagus. Mungkin saja dulunya nenek adalah orang kaya di kota ini. Entahlah, aku juga tidak tahu.
"Makanlah. Lekas sarapan lalu pergi ke pasar. Akan ada banyak pekerjaan hari ini." Nenek Amar berkata kepada kami. "Amera?"
"Iya, Nek?"
"Mulai sekarang belajarlah beradaptasi dengan kota ini agar tidak dicurigai. Karena biasanya penduduk asing akan dibawa ke istana untuk menerima banyak pertanyaan dan hukuman. Jadi baiknya mulai membiasakan diri." Nenek Amar berpesan.
Aku mengangguk. Sedikit banyak kami telah berbicara kemarin. Dan aku menceritakan siapa diriku sebenarnya. Nenek Amar pun tak percaya. Tapi untungnya saja dia mau menerimaku apa adanya. Dan hari ini aku akan mulai berbaur dengan masyarakat Hastinapura. Kami akan pergi ke pasar untuk berjualan kue dan melihat keadaan sekitar. Semoga saja bisa kutemukan jalan pulang untuk ke bumiku sebenarnya.
Di pasar Hastinapura...
Belasan menit aku lalui di pasar. Kami pun segera menghamparkan kue untuk dijual. Dan kini aku sedang melihat keadaan sekitar sambil menunggu pembeli datang. Sepertinya tidak jauh berbeda dari pasar tradisional yang ada di bumiku. Kurang lebihnya seperti itu.
Orang-orang di sini menggunakan sari atau gaun khas penduduk India yang disertai selendang sebagai penutup perutnya. Sedang untuk prianya lebih banyak bertelanjang dada. Atau hanya sekedar mengenakan rompi untuk menutupi sebagian dada. Benar-benar seperti film kerajaan India yang pernah kulihat sebelumnya.
Pemukiman penduduk di sini rata-rata masih berumah bambu, kayu dan beratap rumbia. Entah jika di istananya. Aku sendiri belum pernah ke sana. Jadi belum bisa menceritakannya. Tapi walaupun pakaian kami bisa dibilang terbuka, tidak ada pria yang jahil ataupun menggoda para wanitanya. Pria di sini sopan dan juga menghargai kaum wanita. Mungkin karena sudah terbiasa melihatnya. Entahlah. Setiap orang pasti mempunyai cara pikir yang berbeda-beda.
"Kakak, kau tampak gelisah?" Amar pun menyapaku saat sedang melihat ke sekeliling pasar.
Aku menoleh ke arahnya yang sedang duduk sambil menunggu pembeli datang. "Eh, tidak. Aku hanya memerhatikan keadaan sekitar," sahutku.
"Sangat berbeda ya?" tanyanya lagi.
Aku mengangguk.
"Besok akan lebih berbeda lagi, Kak," katanya.
"Hah? Apa?" Aku pun menanyakan maksudnya.
"Maksudnya--"
"Nak, bibi borong semua kuenya ya. Berapa?" Tiba-tiba ada seorang ibu yang datang dan ingin memborong semua kue kami.
"Oh, sebentar, Bi. Saya hitung dulu ya." Amar pun segera menghitungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments