2. Tawaran Pernikahan Lagi

Demetrio. Orang itu, karena dia segalanya menjadi sia-sia. Karena dia, Larisa harus menanggung ini semua.

"Kurung dia di kamar hukuman dan jangan beri apa pun." Paman mendorong tubuh Larisa ke arah Ibu. "Keputusan mengenai Larisa tergantung keputusan Demetrio setelah aku pergi membujuknya."

Larisa hanya diam ketika tubuhnya ditarik kasar oleh Ibu menuju kamar.

Tubuhnya didorong memasuki ruang gelap tanpa jendela.

Larisa cuma bisa mendongak menatap mata tajam ibunya yang nampak sangat kesal mengetahui Larisa tidak berguna.

"Kamu diberi waktu sebelas tahun membuat Demetrio mencintai kamu, setidaknya sebagai hewan peliharaan." Ibu menggeram. "Tapi semuanya tidak berguna sama sekali. Semuanya karena kamu tidak berusaha!"

Tatapan Larisa hanya tajam menyaksikan pintu tertutup, mengurungnya dalam kegelapan tanpa cahaya dan pengap.

Aku sudah berusaha sekuat tenaga. Larisa mengepal tangannya kuat-kuat. Pria brengsek itu yang sengaja.

Dia hanya senang melihatku mengalami hal konyol!

"Aku akan membunuhnya." Larisa berguman di antara kegelapan pengap itu sambil terus berusaha bernapas teratur.

Ada sesuatu yang selalu Larisa sembunyikan dari siapa pun sejak ia tahu memilikinya. Ruangan ini, ruang hukuman ini sebenarnya ditujukan untuk menghukum seseorang agar mereka ketakutan akan kegelapan dan merasa trauma, lalu dengan trauma itu mereka akan ditekan agar berhenti melakukan kesalahan fatal.

Tapi, Larisa tidak takut gelao. Ia tidak takut pada kegelapan segelap apa pun kegelapan itu.

Yang menjadi masalah adalah Larisa tidak bisa bernapas di tempat yang panas. Ruang pengap ini membuat Larisa serasa tengah bernapas di atas tungku api.

"Aku akan membunuh Demetrio." Meski begitu Larisa terus menggumamkan kebenciannya. "Aku akan memastikan dia mengalami hal lebih buruk dari hal ini."

Larisa terus menggumamkan amarah dan dendam dalam hatinya ke udara kosong. Sambil terus berusaha bernapas teratur, meskipun seluruh tubuhnya terasa panas dan mulai sakit karena tak nyaman.

Penderitaan itu berlangsung tiga hari. Larisa harus merangkak menuju toilet dalam kamar hukuman itu untuk berulang kali mencuci wajahnya, sekaligus meminum air untuk menutupi dehidrasi.

Setiap rasa sakit dan rasa tercekik di tubuh Larisa memupuk kebenciannya pada Demetrio. Rasanya jika Larisa harus mati agar membunuh Demetrio, maka ia dengan senang hati menjemput kematian itu.

"Nona, Anda boleh keluar."

Setelah tiga hari, pintu ruangan pengap itu akhirnya terbuka. Cahaya bukanlah hal yang membuat Larisa senang melainkan udara.

Bersusah payah dirinya bangkit, tergopoh-gopoh keluar demi menghirup udara seperti orang asma.

Pelayan hanya menatapnya tanpa ekspresi. Mereka sudah terlalu terbiasa mihat hal itu untuk peduli.

Namun Larisa pun tidak meminta siapa pun pduli. Ia juga tak mau peduli.

"Hah." Larisa berpegang pada tembok untuk bisa berdiri. Menoleh pada pelayan yang merupakan pelayan ibunya itu. "Bagaimana keputusan Demetrio?"

"Tuan Muda Demetrio tetap bersikukuh membatalkan pernikahan dan Tuan Besar Erwin mau tidak mau menerimanya."

Hah, sudah Larisa duga. Orang itu sengaja membuat Larisa seperti ini.

"Lalu, Nona." Pelayan itu datang dan menyerahkan sebuah map ke tangan Larisa. "Sebagai hukuman Anda, Tuan Besar Erwin memerintahkan Nona mengurus pekerjaan di luar pulau. Tuan Besar bilang, Nona bisa langsung pergi sekarang juga."

Anjing tidak berguna lebih baik pergi saja, kah?

Larisa menyibak rambut lepeknya akibat keringat dan tertawa keras. Ia tak peduli kalau sekarang juga terlihat sama gilanya.

Tidak masalah. Mau dibuang ke sana atau ke situ, Larisa tidak peduli. Yang ia butuhkan sekarang cuma persiapan menenggelamkan Demetrio.

Jika harus pergi, Larisa tinggal pergi saja.

"Baiklah." Larisa yang pucat karena tak memakan apa pun selama tiga hari, justru berjalan angkuh menuju kamarnya sendiri. "Setidaknya persiapkan tiket pesawat untukku dan koper baju. Sisanya biar kuurus sendiri."

"Baik, Nona."

Tatapan kebencian Larisa tak redup. Matanya dingin bahkan pada udara kosong.

Demetrio. Orang itu tahu Larisa diperlakukan seperti anjing di rumahnya sendiri. Orang itu tahu bahwa pernikahan mereka adalah sebentuk pencapaian besar sekaligus kebebasan kecil Larisa.

Tapi dia membatalkannya karena dia tahu Larisa pasti tersiksa.

"Kamu melupakan sesuatu yang sangat penting, Tuan Muda Sialan." Larisa tersenyum gila menatap pantulan wajahnya di cermin. "Kamu lupa kalau aku sama tidak warasnya denganmu."

Lawrence adalah keluarga terhormat yang membantu keluarga ini? Hah, peduli setan!

"Bukan urusanku lagipula. Akan lebih bagus kamu dan mereka tenggelam bersama."

Akan Larisa tenggelamkan.

Demetrio Lawrence dan keluarga ini bersamanya.

*

Itu adalah kenangan Larisa dua tahun lalu.

Hal yang membuatnya tak bisa berhenti bermimpi buruk sejak dua tahun lalu.

Tapi ....

"Jadi, Henderson, persis sama seperti dua tahun lalu, kamu datang untuk. menyampaikan pesan Tuan Muda Demetrio?"

Asisten Lawrence yang dua tahun lalu datang membawa kabar buruk ke kediaman Larisa kini berdiri di hadapannya dengan kabar baru lainnya.

"Benar, Nona." Pria itu tanpa keraguan sedikitpun menatap Larisa yang tersenyum. "Tuan Muda Demetrio akan menikahi Anda jadi Anda diminta kembali."

Larisa tersenyum lebar. "Beritahu Tuan Muda aku akan terbang malam ini juga."

Sudah waktunya menjadi gila, kah?

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!