Perkataan Jesselyn masih terus terdengar di telinga Hikaru. Karena itu dia jadi sering melamun dan memikirkan apa maksud dari perkataan Jesselyn saat itu.
"Are you there kak?" saking seringnya Hikaru melamun, Richard sampai heran. Biasanya Hikaru akan langsung menjawab pertanyaannya dan hampir tidak pernah melamun namun akhir-akhir ini Hikaru malah seperti itu.
Teman-teman di fakultas Hikaru bahkan bercerita bahwa anak keturunan Jepang tersebut tidak pernah fokus selama penjelasan materi selama beberapa minggu ini. Sebelumnya mereka yang akan meminta Hikaru untuk menjelaskan materi terbaru dari dosen tapi sekarang Hikaru malah melakukan sebaliknya. Dia yang meminta tolong ke teman-temannya untuk menjelaskan materi karena tidak mengerti dengan tugas yang diberikan.
Awalnya Richard berencana untuk membicarakan hal ini langsung dengan Hikaru tapi belum ada setengah pembicaraan perempuan yang lebih tua malah kembali ke kegiatan yang akhir-akhir ini sering dia lakukan. Richard kira keadaan Hikaru tidak separah yang dikatakan teman-temannya tapi jauh lebih parah dari itu.
"Sorry, aku ngga fokus tadi. Jadi kenapa den?" untung Hikaru segera tersadar setelah panggilan kedua Richard.
Hikaru melihat bagaimana Richard menghela nafasnya dan kembali menatap dirinya, "I mau kakak cerita." sahut Richard serius. Tangan besar itu menggenggam erat tangan perempuan yang sudah lama dia sukai itu.
"Den, Jiě Jesse.." belum sempat menceritakan, Hikaru sudah terlebih dahulu menangis. Bicara tentang kematian dia jadi teringat dengan orangtuanya dulu.
Orangtua Hikaru meninggal karena kecelakaan. Kecelakaan yang disebabkan oleh lawan bisnis orangtua Hikaru. Kecelakaan yang membuat Hikaru merasakan pahitnya kehidupan bergelimang harta tanpa kehadiran orang tersayang. Kecelakaan yang membuat Hikaru harus menguatkan dirinya sendiri.
Ucapan Jesselyn membuat Hikaru merasa deja vu. Sebelum kecelakaan orangtua Hikaru juga menitipkan sang nenek, meminta Hikaru untuk menjaga sang nenek agar tetap bahagia seperti dulu.
"Slowly kak. No problem, I'll be there for you." Richard mengusap punggung tangan Hikaru, mengulas senyum terbaiknya dan berulang kali mengucapkan kalimat penenang.
"Jiě Jesse, dia bilang buat pastiin Andromous selalu baik kalau jiě jiě udah ngga ada.."
...----------------...
Kenyataannya yang terus memikirkan ucapan Jesselyn bukan hanya Hikaru. Brian juga terus memikirkan hal yang sama. Dia sadar akan perubahan ekspresi Jesselyn kala mengucapkan kalimat tersebut.
Brian takut Jesselyn akan melakukan hal nekat karena tidak kuat lagi dengan masalah yang dihadapi. Tapi Brian tahu, sebenarnya Jesselyn itu orang yang sangat tegar walau terkadang kekacauan terlihat jelas diwajah rupawan perempuan itu.
Brian sering mendengar keluh kesah Jesselyn karena selain Jeremy, Brian juga merupakan tempat Jesselyn meluapkan emosi yang terkadang tidak bisa dia ungkapkan pada anggota Andromous lain.
Perempuan dengan sikap keibuannya itu jatuh hati pada Jeremy, Brian tahu itu. Mereka tidak bisa bersama karena keluarga Jesselyn dan Jeremy yang bisa dibilang bertolak belakang. Terlebih nenek Jesselyn yang kekeuh untuk menjodohkan cucunya dengan cucu dari teman-temannya atau anak dari rekan kerja Ayah Jesselyn.
Jesselyn juga pernah memiliki niat untuk mengakhiri hidupnya. Beruntung Galen dan Kirei segera menghentikan Jiě jiě kesayangan Andromous itu.
Jadi tidak heran Brian terus memikirkan ucapan dari orang yang sudah dia anggap kakak itu.
"Ko, you okay? Why are you crying?" Orabelle yang kebetulan hendak memberikan kembali catatan lama Brian menemukan lelaki itu menangis di kamarnya.
Tadi Orabelle menanyakan keberadaan kekasihnya itu pada paman dari Brian, lelaki paruh baya itu mengatakan bahwa Brian sudah beberapa minggu mengurung diri dan hanya keluar jika ada jadwal berkuliah dan kerja saja. Kegiatan lain akan dilakukan Brian di dalam kamar.
Bahkan saat Orabelle mengetuk pintu kamar Brian, lelaki yang melanjutkan study dengan jurusan psychology itu tidak merespon.
Didalam kamar Brian, Orabelle melihat Brian mencoret sebuah buku gambar dengan mata yang tanpa disadari sudah mengeluarkan linangan air yang sedari tadi tertahan dipelupuk nya. Keadaan Brian cukup kacau hingga membuat Orabelle bingung dan juga bertanya-tanya hal apa yang membuat Brian menangis seperti ini.
Brian menoleh, menemukan Orabelle disebelahnya tengah tersenyum. Perempuan yang sudah berada di tingkat akhir sekolah menengah itu merentangkan tangannya, membuat Brian tanpa berpikir panjang memeluk tubuh Orabelle.
Tangisannya semakin terdengar setelah Orabelle mengusap kepala Brian, "Aku takut." pengakuan Brian ditengah tangisnya menyebabkan Orabelle harus mengeratkan pelukannya. Membiarkan Brian membasahi pakaiannya dengan air mata lelaki itu.
Ada beberapa hal yang membuat Orabelle bingung karena Brian jarang sekali menangis. Pertama alasan dari tangisan koko sekaligus kekasihnya, kedua siapa yang membuat Brian bisa menangis sesenggukan seperti ini dan ketiga hal apa yang membuat Ayah Brian sudah hampir tidak pernah melukai anaknya lagi.
"Aku takut kehilangan, Karin." lagi, pengakuan Brian ditengah tangisnya. Orabelle mengangguk dan mengiyakan, "Aku juga takut ko.." sahut Orabelle pelan. Tangannya meremat pakaian Brian sebelum kembali mengusap kepala yang lebih tua.
"Aku takut, tapi kalau kehilangan memang yang terbaik dan takdir buat orang itu kita ngga bisa ngapa-ngapain ko."
Mendengar jawaban Orabelle, Brian mendongak, menatap manik jernih anak itu.
"Ko, aku juga sempet kehilangan mèi mèi. Aku juga takut kehilangan lagi. Karena setelah mèi méi meninggal, baba sama mama jadi makin sering lembur dan hampir ngga pernah pulang. Kondisi itu memperburuk keadaan ko. Aku takut." Orabelle bercerita, menyampaikan hal yang selama ini dia simpan dan tidak pernah diceritakan pada Yaffa sekalipun.
Brian menumpukan dagunya pada bahu Orabelle, sesekali mengusak kelopak matanya pada bahu tersebut, "Karin, kamu tau apa?" Brian mulai membuka suaranya. Suara dengan intonasi yang sama tapi kondisi yang berbeda. Sangat lirih dan hampir tidak terdengar.
Orabelle memilih untuk menggeleng, membiarkan Brian bercerita dan dia akan mendengarkan setiap kalimat dari bibir Brian.
"Aku bersyukur karena punya kamu. Perempuan yang mau nemenin aku walau kamu tau keadaan keluarga ku dan mental mama ku. Aku seneng dan merasa beruntung punya Andromous yang sama kayak kamu, selalu nemenin dan ada buat aku apapun keadaannya." Brian menjeda ucapannya sebentar. Mengambil nafas dan menahan air mata yang hendak turun kembali.
"I know that I don't deserve this." sebelum Orabelle menjawab Brian kembali berucap, "Tapi aku sekarang sadar. Terimakasih banget, Karin. Terimakasih udah dateng kesini dan nenangin aku. Terimakasih udah bantu aku nemuin jalan dan berteman sama anggota Andromous lain. Terimakasih banyak, Karin."
Andromous sudah seperti rumah bagi seluruh anggotanya. Andromous merupakan keluarga kedua mereka. Tempat yang membangkitkan mereka dari keterpurukan setelah saling bercanda dan berbagai cerita. Tak jarang mereka saling membagi luka dan sakit yang dirasa dengan sesi tanya jawab setiap 2 minggu sekali.
Andromous bukan hanya tongkrongan tak jelas yang membawa pengaruh buruk. Mereka lah definisi dari rumah dan keluarga yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments