Maya diam mematung merasakan panas di sekitar bibirnya. Kerinduan menuntun kesepuluh jari-jari lentiknya bergerak agresif di area leher dan telinga Sekhal hingga membuat pertahanan sang pria runtuh. Pinggang rampingnya ditarik kuat sehingga tidak ada lagi sekat, membuatnya dapat merasakan sebentar hembusan nafas sekhal yang memburu tidak sabar.
Namun pautan bibir itu tidak berlangsung lama. Suara jentikan dari ibu jari dan telunjuk yang disatukan membuyarkan lamunan liar Maya dalam sekejap.
"Apa yang mau kamu katakan?" tanya Sekhal datar tanpa melepaskan cenngkeramnya.
Maya menarik tangannya namun tidak mengalihkan pandangan intens dari pria yang berdiri lurus di hadapannya. Sepasang insan yang sempat memadu kasih itu terdiam beberapa saat merasakan debaran masing-masing.
"Sudah saya katakan, itu tidak penting. Permisi" ucap Maya pamit. Dirinya tetap berusaha mengedepankan kesantunan walaupun dulu pernah menjadi kekasih sang atasan.
Pintu tertutup kembali melenyapkan sang gadis dari sorotan tajam Sekhal. Rasa penasarannya kian menjadi. Sekhal yakin apa yang ingin Maya tanyakan sesuatu yang penting.
"Untuk apa kamu memikirkan itu? Dia wanita kejam" gumam Sekhal jengkel sembari menyandarkan punggung lebarnya di sofa.
Sekhal menengadahkan kepala dengan pikiran entah kemana. Kaki panjangnya menjulur di atas meja lalu melipatkan tangan di dada setelah menyalakan Televisi. Ia pun langsung menyetel channel Tv favoritnya yang biasanya membahas tentang dunia perdagangan atau periklanan. Selang beberapa menit, Sekhal mulai merasa bosan. Ini tidak seperti biasanya, kali ini ia tidak bisa fokus menonton acara tersebut. Bayangan wajah Maya menganggu dirinya. Terutama tatapan sendu mantannya tadi membuatnya sedikit khawatir.
"Apa yang terjadi dengannya? Apa dia sedang ada masalah?" tanya Sekhal dalam hati.
...***...
Pagi ini Maya nampak lebih bersemangat dari hari sebelumnya. Ia sangat riang karena hari ini akan menerima gaji pertamanya. Walaupun tidak full karena dirinya baru bekerja beberapa hari namun notifikasi yang ia terima semalam telah membangkitkan gairah pejuangnya.
"Hmm...gini ni enaknya diterima kerja mendekati akhir bulan. Baru beberapa hari udah gajian aja" ujarnya ceria sambil senyum-senyum sendiri di depan cermin.
Selesai memoles wajah dengan bedak padat dan mewarnai bibir dengan lipstik pink mate, Maya segera menuju dapur untuk memanaskan makanan yang ia bawa dari rumah Sekhal semalam. Sayangnya belum sempat kompor menyala, tiba-tiba ponselnya berdering nyaring.
"Siapa sih pagi-pagi gini telpon? Gak tahu apa orang lagi buru-buru" gerutunya dongkol. Dalam hitungan detik raut dongkol Maya berubah masam begitu melihat nama Sekhal yang tertera di layar depan ponselnya.
📞 Selamat pagi pak Sekhal. Ada apa ya pak?
📞 Ke rumah saya, sekarang!
Baru akan bertanya lagi, sambungan telepon diputus sepihak. Tak ada waktu untuk meracau tidak karuan. Maya pun segera bergegas cepat. Makanan yang belum sempat dipanaskan, ia masukkan kembali ke dalam kulkas.
"Dasar pria gila" umpatnya sambil berlari menuju jalan besar.
Untuk menghindari macet, Maya terpaksa memilih jasa ojek untuk mengantarnya. Ya, walaupun rambutnya pasti berantakan tertiup angin tapi cara ini setidaknya lebih efisien agar cepat sampai ke rumah Sekhal yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari kontrakannya. Butuh waktu sekitar 10 menit saja jika ditempuh dengan kendaraan roda dua.
Begitu sampai, Maya mengambil langkah seribu dan langsung masuk ke dalam rumah yang entah kenapa pintunya tidak ditutup. Ia melangkah pelan menaiki anak tangga sambil mengatur nafas. Ada sedikit keraguan namun Maya berusaha menghilangkannya dan naik ke lantai dua dimana kamar Sekhal berada.
Tok! Tok! Tok!
Tidak ada sahutan dari dalam. Maya mencoba mengetuk pintu lagi tapi masih tidak ada jawaban.
Krekk. "Kok kamarnya gak dikunci juga" gumam Maya heran. "Sepertinya uang dia sudah terlalu banyak makanya semua pintu gak ada yang dikunci. Gak takut kemalingan apa?" sambungnya tidak habis pikir.
"Pak Sekhal...pak" serunya sembari mengedarkan mata. "Kok gak ada ya? Apa sudah berangkat kerja? Terus kenapa nyuruh aku ke sini? Apa dia sengaja ngerjain aku lagi?"
Hmmm....
Maya yang sedang mengendap sontak terkejut dengan suara deheman itu. Ia berbalik badan namun segera berbalik kembali begitu menangkap Sekhal yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi dan hanya mengenakan handuk setengah badan.
"Saya permisi keluar pak?"
"Berhenti di situ" cegah Sekhal tegas.
Refleks kaki Maya tak bergerak. Ia berdiri kaku sambil mengcekeram kepalan tangannya.
"Tunggu di situ dan jangan berbalik" titah Sekhal lebih lantang.
Sekhal kemudian memilah outfit yang akan dipakai hari ini. Semuanya tergantung rapi di dalam lemari. Tak perlu membuang waktu lama, ia memilih setelan jas dengam warna kesukaan pria pada umumnya, warna hitam pekat.
Di sisi lain, Maya coba menegakkan kepala agar bisa mengintip sosok yang memantul di dalam kaca yang terpasang di depannya. Netranya langsung tertuju ke sana. Bayangan tubuh atletis Sekhal dapat ia lihat dengan jelas dari cermin itu.
Mengagumkan!
Maya sampai menelan ludahnya melihat betapa menggodanya tubuh mantan kekasihnya itu. Namun sayangnya pemandangan menyegarkan mata itu harus berakhir setelah Sekhal berbalik badan. Maya segera menunduk, tidak ingin ketahuan jika diam-diam ia sedang menikmati tubuh Sekhal yang tanpa busana di bagian atas itu dari pantulan cermin. Tapi sialnya saat ini mata dan pikirannya tidak bisa diajak kerjasama. Ia masih terlalu penasaran ingin melihat tubuh berotot Sekhal dari depan.
Sekhal yang sudah menyadari jika Maya sedang curi pandang mengintipnya melalui cermin hanya tersenyum nakal seraya mengancingkan kemeja creamnya.
"Kenapa masih di sini? 10 menit lagi saya mau sarapan" ucap Sekhal melangkah maju melewati Maya lalu berdiri di depan cermin.
Perintah dadakan itu membuat Maya melongo sambil memiringkan bibir. "Jelas-jelas tadi pak Sekhal yang nyuruh saya tetap di sini. 10 menit saya mesti masak apa? Kamu pikir ini acara masak yang waktunya sudah ditentuin. Coba kalau tadi saya gak...
Mulut Maya yang sedang merepet mendadak mengatup seiring tangan kekar Sekhal yang menarik keras tengkuk sang gadis hingga hidung keduanya hampir bersentuhan.
Deg! Deg!
"Ini terlalu dekat. Ahh...aku kok jadi deg degan gini" batin Maya tak berkutik.
"Kenapa tiba-tiba kamar ini jadi panas?" gumamnya gerah.
"Di sini dingin. AC nya nyalah" timpal Sekhal mengencangkan dekapannya agar lebih rapat.
"Aishh dia dengar. Padahal aku ngomongnya udah kecil banget" batin Maya merasa malu.
Berbeda dengan Maya yang terlihat sekali salah tingkah, Sekhal tampak biasa saja. Raut wajahnya sama seperti biasanya, datar tanpa ekspresi dengan sikap dingin sedingin kutup utara.
Bola mata indah dan bersinar serta tatapan dalam Sekhal yang menusuk membuat Maya tidak kuat memandang lama-lama. Sama seperti dulu, mata itu salah satu alat yang membuatnya jatuh hati dan susah move on sampai sekarang.
"Sekhal...hah" Maya mendesis lirih sambil berusaha melepaskan diri. Kekapan di tubuhnya terlalu kuat sehingga sulit bergerak.
Aksi Maya yang ingin lepas darinya membuat Sekhal dapat merasakan hembusan nafas tersengal sang gadis yang menyapu wajahnya.
Bukannya lepas tapi gerakan-gerakan Maya semakin menciptakan keintiman hingga beberapa kali bibirnya hampir menempel di bibir yang semalam ia cumbu dalam khayalan liarnya. Sementara itu, Sekhal terlihat sangat menikmati gesekan-gesekan kecil yang menyentuh tubuhnya.
"Coba pergi kalau kamu bisa" tantang Sekhal menarik kuat tengkuk gadis yang sedang berusaha keras keluar dari perangkapnya.
Maya pun tidak berdaya. Tangan itu terlalu cepat menariknya. Jarak sedekat ini membuatnya mengenang lagi kenangan mesra dulu, kala dirinya masih menjadi kekasih pria yang kini jadi atasannya. Keintiman ini memang tidak asing tapi itu sudah berlalu 7 tahun dan sekarang, semuanya sudah berubah.
"*Jangan pejamkan mata, Maya. Kamu akan mempermalukan diri kamu sendiri. Tahan" ucapnya berperang bati*n.
Sial!
Maya mengumpat dirinya sendiri dalam hati. Matanya tidak bisa diajak kompromi dan mulai memejamkan mata perlahan. Segurat senyum terutas di sudut bibirnya. Sekhal yang menyaksikan tingkah gadis yang telah terbuai oleh dirinya tersenyum penuh kemenangan.
"Kenapa kamu memejamkan mata? Apa kamu berharap ciumanku?" tanyanya tersenyum menggoda.
Sontak mata Maya langsung terbuka lebar. "Gak...gak gitu kok. Tadi mata saya kemasukan debu makanya merem" sangkalnya salah tingkah. "Permisi" lanjutnya segera pergi.
"Dia tidak berubah. Masih lucu dan menggemaskan" lirih Sekhal terkekeh kecil. "Hah...kenapa jadi gerah sekali" sambungnya mengeluh, kemudian menambah volume AC.
...***...
Mendekati pukul 12.00 siang, Maya turun ke bawah untuk membeli makan siang dirinya dan Sekhal. Hari ini bos menyebalkannya itu meminta agar dibelikan makanan di Kedai Hijau yang berada di seberang jalan sekitar 30 meter dari kantor. Tibanya di sana Maya langsung memesankan menu yang Sekhal inginkan. Karena banyak pembeli, mau tidak mau harus antri seperti yang lain. Di sela menunggu, tak disangka, Maya menangkap sosok yang sebenarnya tidak ingin ia temui lagi.
"Itu kan...
Maya segera meninggalkan kedai. Ia pergi sejauh mungkin agar tidak bertemu orang itu.
Sementara itu, di ruangannya, Sekhal mulai tidak sabar. Harusnya Maya sudah kembali. Ia beranjak dari duduk dan berdiri di depan dinding kaca yang menjulang.
"Sudah lewat 30 menit. Apa antriannya sangat panjang?" gumamnya sambil melirik arloji.
Tok! Tok!
"Itu pasti dia" batinnya yakin.
"Kenapa kamu lama sekali? Saya sudah....
Sekhal tercekat. Ucapannya terputus. Ternyata yang datang bukanlah orang yang diharapkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments