Rinduku

Plakk

Tamparan keras di wajah Sekhal masih terasa pedasnya. Mata pria pebisnis suskses itu melotot sempurna, tajam dan menakutkan. Ia ingin sekali membalas namun dirinya hanya akan jadi pecundang jika memukul seorang wanita.

"Minggir" usir Maya seraya mendorong tubuh Sekhal hingga hampir saja jatuh jika tidak ada meja di belakang. "Mulai detik ini, aku berhenti dari pekerjaan ini" lanjutnya setengah berlari ke arah pintu.

Maya merasa sangat terhina atas penawaran Sekhal yang ingin membeli tubuhnya. Sebesar apapun nomimalnya dan sesulit apapun kehidupan yang sedang dijalani, bukan berarti ia akan menyerahkan tubuhnya karena uang.

Keterlaluan! Tidak seharusnya dia mengatakan itu.

"Berhenti" pria jangkung itu berjalan dengan raut merah. Urat wajahnya mencolok ngeri.

"Sayangnya kamu tidak bisa berhenti. Sepertinya kamu tidak membaca lebih teliti surat kontrak kerja itu" lanjutnya berdiri tepat di belakang Maya.

"Maksud kamu?" sahut Maya coba mengingat isi surat kontrak yang tidak ia baca semuanya.

Sekhal diam sesaat menyoroti wajah gadis di hadapannya. Maya pun memilih mundur satu langkah agar tidak terlalu dekat dengan mantan pacarnya itu. Ia berdebar dan penasaran menunggu apa yang akan Sekhal katakan.

"Dalam surat kontrak itu kamu tidak bisa berhenti sebelum masa kerja kamu selama satu tahun berakhir. Dan jika tetap memaksa maka kamu harus membayar denda tiga kali lipat dari gaji yang kamu terima. Silakan pilih, membayar denda atau pergi ke dapur sekarang. Satu jam lagi saya harus makan malam" tutur Sekhal mengingatkan Maya perihal isi kontrak kerja yang sudah ditandatangani siang tadi. "Gooo" bentaknya seraya mengacungkan telunjuk ke arah dapur.

Setelah meluapkan amarahnya, Sekhal berlalu ke kamarnya yang ada di lantai dua. Ia merebahkan tubuh penat di atas benda yang terbuat dari busa itu. Membisu sejenak begitu kenangan pahit perpisahannya dengan Maya lagi-lagi berlari liar dalam pikirannya. Tangannya mengeras seperti batu sehingga memperlihatkan urat-urat besarnya saat kata-kata menyakitkan itu terniang menganggu telinganya.

"Kenapa dia harus datang lagi?" gumamnya gelisah.

Sementara itu, di dapur Maya mulai terlihat sibuk mengiris bawang dan memotong bahan makanan. Sebelumya ia sempat bingung apa yang harus dimasak mengingat Sekhal cukup pilih-pilih soal makanan. Tapi saat melihat isi kulkas, ia teringat dengan masakan kesukaan Sekhal. Maya ingat sekali, mantannya itu sangat suka gulai telur buatannya.

Tujuh menit berlalu, air mulai mendidih, Maya pun memecahkan telur memasukannya ke air yang sudah mendidih di dalam panci. Sambil mengaduk gulai, pikirannya mengingat lagi suara keras Sekhal yang membentaknya tadi.

Tidak menyangka! Sekhal sangat berubah sekarang.

Pukul tujuh malam si pemilik rumah keluar dari kamar. Begitu sampai di dapur, aroma sedap dari masakan Maya sangat mengugah selera. Sekhal pun duduk setelah meminta Maya menyiapkan makanan di atas meja.

"Segini cukup kan nasinya?" tanya Maya masih ingat porsi nasi yang biasanya Sekhal bawah ke sekolah.

Sekhal hanya mengangguk pelan tanpa bicara. Segurat senyum samar melintas di wajah dinginnya. Selang detik, senyuman itu semakin lebar begitu ia terkenang moment tamasya antara dirinya dan Maya untuk yang pertama kali.

*Flashback

Sekhal dan Maya bertegur senyum dan pandangan sambil menikmati sapuan angin yang bergerak ke arah barat. Dua insan itu bergenggaman tangan erat lalu berjalan menyusuri jalan setapak melewati pepohonan rindang.

"Makan yuk. Aku masak gulai telur kesukaan kamu" ajak Maya antusias. Mereka pun duduk di atas kain lebar sebagai alas.

Maya mulai mengeluarkan nasi dan lauk pauk termasuk buah segar sebagai hidangan penutup. "Nasinya segini cukup kan?" tanyanya lembut.

"Cukup" balas Sekhal tersenyum hangat.

Makan siang keduanya kali ini terasa lebih nikmat. Selain dikelilingi pemandangan alam yang indah serta cuaca bersahabat, tentunya ada seseorang yang spesial menjadi nilai tambah tersendiri. Makanan sederhana pun terasa mahal jika makan bersama pasangan yang dicintai. Hal itulah yang dirasakan Sekhal dan Maya sekarang.

"Ada nasi tu di muka kamu" kata Sekhal berbohong. Bukan Sekhal namanya jika tidak menjahili gadis lucunya itu. Ia sangat suka menganggu ketenangan sang kekasih.

"Masa sih?" sela Maya sambil meraba-raba area mulutnya. "Mana, gak ada kok. Bohong ya? Ngerjain aku kan?" sambungnya merengut.

"Beneran ada nasi kok. Sini aku ambilin"

Cup~

Sekhal mencubit gemas lalu mengecup singkat pipi kenyal pemilik hatinya itu. Sontak Maya melonjak dan refleks memukul pundak kekar pria di depannya.

"Tu kan ngerjain. Ihh nyebelin banget sih" ucapnya geram dengan wajah cemberut merah.

Sekhal yang sangat suka jika pacarnya itu kesal atau marah justru semakin menjadi-jadi. Baginya, Maya semakin cantik dan lucu jika sedang marah. Tidak pernah bosan menggoda kekasihnya itu.

"Kamu itu makin cantik kalau lagi marah gini" puji Sekhal sambil menarik tangan kanan Maya. "Aku akan membawa kamu ke kota. Kita akan menikah" ujarnya. Seketika Maya membisu.

Ujung jempol Sekhal mengelus lembut pipi Maya dan jemari kirinya menyibak rambut yang menutupi sebagian wajah halus sang gadis yang tertiup angin. Pelan-pelan tangan kekar itu menuntun raut sendu Maya agar lebih dekat. Ciuman hangat penuh kelembutan mendarat tepat sasaran di bibir mungil Maya.

Sebuah sentuhan yang menyirami kalbu. Gerakan bibir Sekhal yang memutar membuat Maya tidak kuasa. Ia pun naik ke pangkuan Sekhal lalu mengalungkan tangannya ke belakang leher pria berperawakan tinggi tersebut. Berselimutkan angin sepoy dan beralaskan bumi sebagai tumpuan, pasangan kekasih itu begitu menikmati ciuman bibir yang menggelitik birahi.

*Flashback end.

Tok! Tok! Tok!

Sekhal terperanjak. Suara ketukan yang berasal dari meja seketika meleburkan lamunan indahnya.

"Jadi makan gak?" tanya Maya.

"Berisik" cela Sekhal mengelas jengkel.

Satu suapan pertama lolos begitu saja ke dalam mulut Sekhal. Ia mematung sebentar sambil mengunyah merasakan lezatnya makanan yang memenuhi mulutnya.

"Rasanya masih sama" batinnya suka dengan citarasa masakan gadis yang berdiri di sebelahnya.

Maya tersenyum bangga melihat ekspresi Sekhal. Tidak ada komentar dari bos nya itu menandakan rasa masakannya sudah pas.

"Kamu tidak makan?"

"Boleh?" sahut Maya.

"Saya tidak suka makanan yang dipanaskan. Kamu harus memasak yang baru jika saya mau makan. Jadi makan saja semuanya" jelas Sekhal memberitahu salah satu ketidaksukaannya.

Gadis dengan wajah yang tengah lelah itu mengganguk mengerti. Maya semakin heran, Sekhal banyak sekali berubah. Tidak ada lagi senyuman semanis gula yang membuatnya selalu jatuh hati. Tidak ada lagi tatapan teduh yang menenangkan. Dan tidak ada lagi pelukan hangat yang dapat menghilangkan rasa takut dan membuatnya bersemangat lagi.

"Sekhal...

Spontan Sekhal menoleh. Pupilnya melebar menangkap penat di wajah gadis yang memanggilnya. Entah kenapa hatinya tak tega melihat itu.

"Kamu berubah" lirih Maya samar.

"Selama tujuh tahun ini tidak ada yang berubah. Saya tetap sama" balas Sekhal mengalihkan pandangan ke tempat lain.

Dengan sedikit keberanian, Maya melepaskan kacamata berlensa putih yang sedari tadi melekat di kedua sisi telinga Sekhal. Netra sendunya tak lepas memandang wajah tampan Sekhal yang tidak pernah redup meskipun tujuh tahun sudah berlalu. "Bagaimana kabar kamu?"

"Saya menjadi pebisnis yang hebat. Semuanya berjalan baik" jawab Sekhal datar dan sekedarnya.

Maya tertunduk lalu mengangguk berat. "Apa kamu berpaca....

Maya menghentikan ucapannya. Ia berpikir ulang apakah pertanyaan yang masuk ke ranah pribadi itu pantas ditanyakan.

Namun akhirnya ia mengurungkan niat tersebut. "Saya boleh pulang sekarang kan?"

Sekhal mengepal telapak tangannya. Mendadak hatinya goyah dan ingin sekali memeluk gadis yang kini menjadi asisten pribadinya. "Apa sebenarnya yang ingin kamu tanyakan?"

Maya menggelengkan kepala. "Itu bukan pertanyaan yang penting" katanya tersenyum memaksa.

Ada rasa tidak rela ketika melihat punggung Maya yang semakin jauh. Sekhal menggeleng-gelengkan kepala. Situasi ini tidak asing, hampir sama dengan kejadian tujuh tahun lalu saat dirinya terakhir kali melihat Maya di perbatasan desa.

"Tunggu" serunya lantang.

Deg! Deg!

Layaknya bawahan yang diperintahkan atasan, Maya berhenti seketika. Dadanya berdegub kencang sembari berbalik perlahan. Perasaan yang sama pada orang yang sama. Cintanya tidak pernah berubah meskipun hubungan itu sudah lama kandas.

Maya menatap nanar pria yang melangkah ke arahnya. Tak kuasa menahan rindu, Maya langsung memeluk Sekhal ketika pria itu baru saja tiba di depannya.

Sedangkan Sekhal tidak berkutik saat bibir ranum Maya menempel di bibirnya.

Terpopuler

Comments

Mira Bae

Mira Bae

penasaran lanjutannya. up lagi thor😁

2023-05-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!