Tokyo

Pelangi itu dekat bagai embusan napas yang menerpa bibir, tapi kenapa? Kenapa dirimu tak menyadari hadirnya pelangi?

Sadarlah, cepatlah sadar sebelum pelangi itu sirna....

***

.

Karania selalu mengumpat tidak jelas pada Andreas setelah menjauh dari orang tua mereka, tapi Andreas bersikap santai saja dengan ocehan Karania yang menurutnya seperti hiburan bahkan saat di pesawat saja perempuan itu sempat mengoceh ini dan itu

"Sorry, Nona! Berhentilah berbicara kami juga ingin istirahat. Mendengar ocehanmu kami terganggu," ucap penumpang yang ada di depan Karania. Andreas mati-matian menahan tawa karena yang menegur itu seorang laki-laki tua yang rambutnya menurut Andreas itu WOW, bagai mana tidak? bahkan Andreas brpikir orang itu tidak pernah sisir satu abad lamanya, dan jenggotnya berasa bulu domba.

Karania kikuk di tempat, dia nyengir tak jelas menanggapi gertakan orang di depannya itu. Kara menunjukkan bentuk V di jarinya. Setelah orang itu tak lagi menatap ke arahnya dan disitulah kesempatan Kara melampiaskan kesalnya dengan komat kamit tanpa suara menuruti perkataan orang tadi. Kesalnya semakin membuncah saat menoleh ke samping ia mendapati Andreas yang memencet hidungnya sendiri berusaha menahan tawa dan tangan kirinya memegang perutnya. Kara menatap lelaki itu tajam seakan membunuh.

"Lo nyebelin, ngeselin!" pekik Kara yang sedikit menghentakkan kakinya lalu bersedekap bersandar pada kursi yang ditempatinya.

"Hahaha lo bisa takut?" ujar Andreas menatap Karania yang memalingkan pandang ke arah jendela

"Berisik lo!" ketus Karania tanpa menatap lawan bicaranya

"Coba lo pikir, gue baru bicara sama lo sekarang, sedangkan lo dari tadi mengomel gak ada hentinya ini dan itu sampai ditegur sama om-om yg di depan. Nah siapa yang berisik coba? Gue kan bicaranya pelan," ucap Andreas seperti orang berbisik.

Karania menatap Andreas seakan menusukkan racun king kobra yang membuat Andreas sedikit bergidik lalu kembali pada posisi awal mreka.

Perjalanan memerlukan waktu yang lama, setelah sedikit pertengkaran kedua sejoli itu hening, tidak ada yg bicara. Andreas melirik Karania yang notabenenya tanggung jawab terbesar dalam hidup Andreas.

'Pantas saja dia diam, ternyata dia tidur!' gumam batin laki-laki itu. Ia menatap wajah gadis di sampingnya yang tampak damai jika sedang tidur. 'Seperti ini lebih baik, kau akan lebih manis!' puji Andreas di hati, entah merasa atau tidak, Andreas tersenyum memperhatikan wajah Karania yang tertidur itu.

***

.

21:47Pm

Andreas terbangun dari tidurnya saat pramugari mengintruksikan bahwa pesawat akan segera mendarat. Andreas menoleh ke samping, didapatinya Karania yang masih nyenyak dengan tidur indahnya

'Sebaiknya aku bangunkan dia nanti saat sudah mendarat saja,' gumam Andreas yang tidak jadi hendak menyentuh pipi Kara.

--

"Kara, bangunlah! Kita sudah sampai."

Gadis itu menggeliat, terasa berat ia membuka matanya mungkin karena ia begitu lelah hari ini itu karenanya ia begitu nyaman di alam mimpi.

"Sampai?" tanyanya kembali, ia melirik ke samping, Andreas sudah siap akan turun.

"Lo mau ninggalin gue?"

"Lo bicara sama siapa?"

"Setan! Ya lo lah, ngeselin banget sih!" dumel Karania. Bukannya bersiap akan keluar, Kara malah kembali bersandar pada bantalan kursi.

"Lo nya aja mau ikut atau tinggal di sini?"

Karania berdecih kesal sedang Andreas hanya mengendik bahu acuh.

***

Mobil jemputan suruhan orang tua mereka sudah menunggu di luar Airport. Karania berjalan sempoyongan tak jelas seperti orang mabuk. Tangan kanannya menyeret koper yang berukuran sedang, tanpa banyak bicara Andreas melihat Karania yang sempoyongan akibat ngantuk, ia langsung menggandeng tangan kiri gadis itu karena memang benar-benar mengantuk dan juga pusing pasca bangun dadakan. Kara pasrah saja digandeng Andreas menuju parkiran.

Ketika di mobil mereka hening. Andreas duduk di samping Kara yang sedari tadi memijat pelipisnya dengan mata terpejam Tubuhnya ia sandar kan, Andreas sibuk dengan aktivitasnya yaitu otak-atik ponsel dan dia tak sengaja melirik ke samping, terlihat samar-samar wajah gadis itu pucat. Andreas menghentikan aktivitasnya dan memasukan ponsel itu kembali pada saku jeansnya.

"Pak, tolong lebih cepat!" seru Andreas pada sopir.

"Iya, Den!"

"Lo sakit?" tanya Andreas merangkul Karania, ia menjauhkan telapak tangan gadis itu yang menutupi wajah. "Wajah lo pucat!"

Karania hanya diam dengan mata terpejam, ia merasa sangat berat membuka matanya. Tanpa bnyak bicara lagi Andreas langsung menarik Karania dalam dekapannya. Awalnya Kara sedikit tersentak, tapi entah apa yang terjadi padanya, kali ini ia tdak berceramah pada lelaki itu.

"Lo udah makan gak tadi siang?"

Karania menggeleng menjawab pertanyaan Andreas.

"Pantesan aja. Lo gak makan ditambah lo pasti lelah, mabok udara!"

"Pak, mampir di sini bentar!" ujar Andreas menyuruh sopir berhenti tepat di depan restaurant pinggir jalan. "Bapak keluar beli makanan!" Andreas menyodorkan beberapa lembar mata uang setempat pada sopir itu.

***

.

"Bapak langsung bawa ke dalam aja koper kita ya!"

Sopir yang tadi mengantar mereka mengangguk. Andreas keluar dari mobil dengan menggendong Karania.

"Ngapain gendong gue sih? Masih bisa jalan sendiri!" berontak gadis itu minta diturunkan.

"Yakin lo?" Mau tidak mau Andreas tetap menurunkan Karania karena gadis itu yang tidak diam di gendonganya.

Baru beberapa langkah Karania menapaki pekarangan rumah yang akan ditinggalinya bersama Andreas. Ia sudah linglung untung saja Andreas masih setia jaga-jaga di belakangnya sehingga Kara tidak sempat terjatuh. Andreas menangkap bobot ideal Kara dan itu membuat dua pasang mata bertemu bahkan wajah mereka begitu dekat. Jantung Kara berasa berlarian, darahnya seakan mengalir deras bahkan rasa kantuk dan pusingnya seperti menghilang seketika. Ada getaran berbeda di diri Kara saat menatap wajah laki-laki itu secara lekat.

"Den, barang-barang Den sud---"

Sopir yg baru keluar dari rumah itu berhenti berucap karena melihat pemandangan hangat di malam yang dingin. Andreas tersadar dengan posisi mereka saat ini saat ia sayup-sayup mendengar ucpan sopir itu. Andreas maupun Kara tampak canggung dan salah tingkah di hadapan sopir keluarga Smith.

"Emm-- tadi Aku hanya---"

"Sudah biasa. Pengantin baru memang seperti itu. Ya sudah tugas saya sudah slesai, saya permisi dulu. Selamat malam, selamat bersenang-senang!"

"Ah? Anda salah paham, Pak. Kenapa tidak menginap di sini?"

"Saya hanya disuruh menjemput kalian saja, Den. Ya sudah saya permisi!"

Sopir itu berlalu dan sekarang menyisakan dua makhluk bernyawa di pekarangan rumah itu.

"Kara, jika sopir itu tidak menginap di sini, kau pikir kita akan bersama siapa di sini?"

"Pasti ada pelayan di dalam. Gak mungkin gak ada kan? Cepetan, gue ngantuk, pusing nih!" omel Kara kembali, ia berusaha berjalan walau sempoyongan.

Andreas melihat Karania sempoyongan tanpa canggung dia menggendong gadis itu.

"Kalo lo minta diturunin lagi, setelah ini gue gak bakal mau bantu lo lagi," ucap Andreas sebelum Kara kembali berucap.

...Bersambung......

Terpopuler

Comments

Luh Kertiasih

Luh Kertiasih

bagus critanya...lnjut dong.. 👍🙏

2023-05-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!