Sebuah awal yg tidak begitu buruk untuk Cinta
tapi tetap saja ada keraguan dan resah yg melanda, Kenapa?
Diri pun tak mengerti, Padahal pelangi itu mendekati
**
"Dear, are you ok?"
"Pa, Papa kok main nikahin aja sih? Kenapa gak tanya Kara dulu gitu, Kara mau apa enggak!" oceh Karania kesal, ia menghentakkan kakinya dan wajahnya tertekuk masam.
"Bagaimana? Apa semua sudah siap?" tanya pendeta mendekati keluarga yang sedang berbincang itu. Karania melirik pendeta itu dengan ekspresi kesal.
"Tentu saja. Semua sdah siap," sahut Samuel tegas.
"Pa, Kara tuh masih kecil, kata orang nih ya masih bau kencur. Masa Papa main nikahin sih? Papa tidak asik. Lagian aku itu masih sekolah, Pa!" Karania bicara sambil bersedekap tanpa menatap Papanya.
"Tidak bisa menolak! Ini salahmu sendiri yang tidak mau diatur!"
"Argh!" Karania memekik kesal karena lagi-lagi ia harus menurut. Ia menoleh sekilas pada laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu, tapi tidak dengan adanya senyuman.
"Pa, Papa kemaren kan cuma bilang bakal jodohin Kara, bukan nikahin kayak gini!" rengek Karania berharap Papanya berubah pikiran.
"Jadi kau mau dijodohkan?" Karania terdiam.
"Menurut Papa, jika hanya menjodohkanmu sudah pasti kau banyak alasan dan akan melakukan hal konyol yang tidak Papa sukai. Jadi, jangan harap Papa akan membatalkan ini. Jangan membuat malu Papa yang sudah memohon pada Abdreas untuk menikahimu yang susah diatur ini!"
Rasanya Karania ingin menangis saja saat ini. Ini lebih buruk dari dikurung satu minggu tanpa ponsel dan tidak bisa nongkrong. Hari ini seperti penderitaan dunia menghujaninya, rasa ingin kabur pun muncul di benak Karania, tapi melihat orang tuanya yang begitu berharap rasanya tidak tega untuk tidak menurut, dan akhirnya disinilah Kara berada, mengucapkan sumpah pernikahan bersama seorang lelaki yang berwajah datar dan tampak dingin itu.
.
.
TOKYO, 15:45
Airport
Karania masih tetap diam dan menunduk. Ia tidak mau bicara sama sekali setelah pernikahan itu resmi, tapi Samuel dan Jessika tidak ambil pusing dengan itu.
"Andreas, jaga putriku! Karania kupercayakan padamu. Lakukan saja apapun yang kau inginkan padanya karena aku Papanya tidak akan melarangmu!" Samuel menepuk bahu Andreas. Hanya senyuman tanggapan dari lelaki muda itu, berbeda dengan Karania, ia tampak semakin kesal dengan sikap Papanya.
"Bersabarlah menghadapi kelakuannya, anakku itu akan bersikap manja jika dia ada maunya dan... jika akan di atur dia akan merengek dan membantah. Menyebalkan, bukan?"
"Papa, itu privasiku!" pekik Karania. Kedua orang tuanya dan orang tua Andreas tersenyum melihat tingkah manja Kara itu.
"Papa ingin bertanya, Papa mengatakan tadi tertuju pada siapa?"
"Orang ini!" ucap Karania menunjuk Andreas. Andreas hanya menatapnya dengan senyuman yang terpancar di bibirnya.
"Lalu, dia siapa?"
"Suami Kara!"
Keluarga itu tertawa mendengar jawaban dari Karania. Menurut mereka itu sangat lucu. Karania yang menyadari kesalahannya itu pun menepuk jidatnya sendiri.
"Anak Papa sepertinya mulai pintar," ucap Samuel merangkul Karania.
"Aduh, Papa! Malu tau Kara udah gede gini dipeluk depan umum nanti Kara dikira berondong Papa lagi."
"Tidak ada om yang berani jadiin kamu berondongnya, yang ada mereka pusing 100 keliling karenamu!" Andreas ikut berucap sambil terkekeh geli melihat Karania yang menatapnya dengan tatapan seakan mengatakan 'Awas lo, gue sikat!' tapi Andreas acuh saja.
"Pa, lepasin deh! Kara kan mau penerbangan sebentar lagi."
"Ternyata Nak Kara sudah tidak sabar jauh dari kami," ucp ibu Andreas bergurau.
"Tenang saja, Dear! Andreas tidak akan kemana-mana," tambah Jessika. Sedang 2 laki-laki setengah tua itu tertawa saja, berbeda dengan Andreas yang terlihat kikuk dengan candaan itu. Ia terlihat gugup, tapi untung saja panggilan untuk keberangkatan mereka sudah terdengar jadi ia bisa sedikit menghindar dari godaan orang tuanya.
"Papa, Kara sayang papa tahu!" Karania memeluk papanya dengan erat dan Samuel pun sama.
Karania menyuruh Samuel mendekatkan kupingnya. Samuel mengerutkan keningnya heran, tapi ia turuti mau gadis itu. "Papa tambahin uang jajan Kara, ya! Jangan sampai telat kasih Karania. Kalau aku habis uang gimana makan dong?" bisik Karania di telinga Samuel. Seketika pria baya itu tertawa.
"Ada apa, Sam?" tanya Brandon.
"Papa jangan bilang-bioang!" rengek Karania pelan.
"Tidak ada uang tambahan untukmu dan jika memerlukan uang maka kau harus berusaha sendiri!"
"Papa kok gitu?"
"Iya, karena kau juga harus belajar mandiri."
"Ma, Mama cantik Kara sayang mama!" ucap Karania yang langsung memeluk Jessika.
"Ma, tambahin uang jajan Kara, ya!" bisik Karania, tapi sayup-sayup didengar sang Papa.
"Sudah papa bilang, tidak ada uang jajan tambahan untukmu. Jika ingin uang berusahalah!"
"Mama gak galak kayak papa, kan!" lirih Karania manja.
"Benar kata papa kamu, Dear! Jika kau ingin uang maka kau harus usaha, belajarlah mandiri!"
Karania menatap cemberut sang Mama dan melepaskan pelukannya.
"Papa--Mama sama-sama gak pengertian!" omel Karania pelan, tapi masih bisa didengar.
"Paman, Bibi kami permisi!" pamit Andreas pada orang tua Karania, sedangkan Kara hanya bersedekap acuh dengan keadaan.
"Kami juga org tuamu jadi panggil kami dengan sebutan yang sama seperti Kara," ucap Samuel memeluk Andreas.
"Itu benar, Nak. Kau juga anak kami sekarang!" Jessika ikut bicara. Andreas hanya tersenyum lalu beralih mendekati orang tuanya.
"Ayah, Ibu Andreas pergi dulu!"
"Ayah tak menyangka kau sudah dewasa sekarang dan mempunyai tanggung jawab besar di hidupmu. Ayah bangga padamu, sayang!" Brandon memeluk putranya itu.
"Apa ibu tak ingin kau peluk, Andreas?" ucap ibunya yg merasa iri putranya masih memeluk suaminya. Andreas tersenyum lalu mendekati ibunya serta memeluknya.
"Jangan membuat wanita menangis!" ucap ibunya sstelah melonggarkan dekapannya, lalu wanita itu mencium kening putranya.
"Akan aku usahakan ibu," ujar Andreas, sedang Karania komat kamit tidak jelas di samping ibunya. Ia masih bersedekap dengan gaya ala tomboy. Samuel yang melihat kelakuan putrinya itu tampak menahan geram.
"Karania!" Perempuan muda itu tersentak dengan panggilan papanya. Samuel memberi kode untuk meniru Andreas untuk berpamitan dan mau tidak mau iya harus mau karena jika tidak uang jajannya terancam, sungguh Karania tidak sanggup tanpa uang.
"Jadi istri penurut!"
Itulah pesan terakhir orang tuanya pada Karania sebelum penerbangan.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments