Semuanya telah berkumpul kembali. Di kamar inap Mami Yeri dan Papi Paul. Mungkin, hanya Umi Maryam saja yang tidak ada di sana. Sebab menunggu Syifa di UGD bersama Bibi pembantu di rumah Joe.
Joe, Abi Hamdan, Robert, Ustad Yunus, Pak RT, Sandi serta Pak Penghulu yang bernama Dylan, semuanya sedang duduk lesehan bersila di atas tikar.
Di depan Joe, sudah ada meja kecil. Ada mahar berupa satu paket emas murni, seperangkat alat sholat, sepasang cincin, dan beberapa berkas syarat nikah.
Juga ada akta nikah serta sertifikat mualaf. Itu semua akan ditanda tangani setelah proses ini selesai.
Pria tampan bermata sipit itu mengenakan stelan jas berwarna putih dengan dasi yang berwarna putih juga. Dan sepertinya, Sandi memang mengerti dengan keadaan Joe. Sebab stelan jasnya itu menggunakan sarung putih, bukan celana bahan.
Sebelum dia duduk, dia sudah berwudhu. Dengan ditemani Sandi juga tentunya.
"Sudah siap, Jon?" tanya Abi Hamdan, yang duduk di sebelah Penghulu Dylan. Dia menatap wajah Joe yang tampak begitu ceria, bahkan sejak tadi deretan gigi putihnya ditonjolkan.
Joe benar-benar merasa sangat bahagia sekali, bisa sampai dititik ini.
"Sudah, Pak." Joe mengangguk cepat penuh semangat.
"Sekarang, berikrar lah tentang niatmu ingin masuk Islam," perintah Abi Hamdan.
Joe membuang napasnya perlahan, lalu dia pun menatap orang tuanya yang berada di atas ranjang sambil tersenyum manis.
Mami Yeri terlihat sama seperti Joe, yakni tersenyum manis dan dia juga tentunya ikut senang. Akan tetapi, tidak dengan Papi Paul. Bola mata pria itu terlihat becek, wajahnya pun tampak begitu sendu.
'Tuhan Yesus maafkan aku, yang nggak bisa menolak permintaan Joe sehingga dia menjadi mualaf,' batin Papi Paul. 'Ini semua karena kesalahannya bersama Syifa. Tolong maafkan lah anakku Jonathan, atas semua yang telah terjadi.'
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Hal pertama yang Joe ucapkan tentunya adalah salam.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka semua yang ada di sana. Terkecuali Papi Paul, yang masih sibuk dengan pikirannya.
"Aku Jonathan Anderson. Aku lahir dari keluarga Kristen Protestan. Dan atas izin Allah serta orang tuaku ... aku ingin masuk Islam," ujar Joe.
Sorotan matanya pun menatap sekitar dan terhenti di depan pintu, sebab dia melihat Kakek Tua berada di sana. Tengah berdiri sambil memegang karung dan tersenyum manis menatapnya.
Pakaian Kakek itu terlihat sama, seperti awal-awal Joe melihatnya. Akan tetapi Joe heran sendiri, mengapa dia bisa ada di sana?
'Lho, kok Kakek Tua itu ada di sini juga? Apa Abinya Syifa mengenalnya, sehingga dia diundang?' batin Joe bertanya-tanya. Sorotan matanya pun kini turun ke kakinya yang memakai sepatu boot berwarna putih. 'Itu sepatu juga nggak ganti-ganti. Orang mana sih, dia, kok bisa kebanjiran? Kan Jakarta nggak hujan.'
"Hei, Jon! Kenapa kau bengong!" seru Abi Hamdan sambil menepuk punggung tangan Joe. Dan seketika membuat pria itu tersentak kaget.
"Ah, ma-maaf-maaf. Aku gagal fokus sama Kakek-kakek, Pak," sahut Joe dengan tergagap.
"Kakek? Kakek siapa?" Abi Hamdan langsung memutar kepalanya ke belakang. Mengikuti arah pandangan mata Joe. Akan tetapi, dia tak melihat apa-apa di sana. 'Mana kakek-kakeknya? Nggak ada Kakek-kakek di perasaan. Hanya Pak RT yang paling tua di sini dan dia belum Kakek-kakek.'
"Silahkan dilanjutkan Pak Jonathan. Dan berpokuslah," tegur Ustad Yunus.
"Iya." Joe mengangguk cepat. "Selain karena ingin menikahi Syifa dan menjadi satu keyakinan dengannya ... aku juga sudah sadar dan tanpa paksaan dari pihak mana pun, jika ternyata tidak ada Tuhan selain Allah di dunia ini. Adam, nabi pertama Allah. Dan nabi terakhirnya adalah Nabi Muhammad." Joe tersenyum, dengan perlahan menatap Abi Hamdan. "Mulai sekarang ... Al-Qur'an adalah kitab suciku. Dan aku akan memperdalam Islam lebih jauh, supaya aku menjadi muslim yang taat pada agama serta menjadi imam yang baik untuk anak dan istriku."
"Alhamdulillah ...," ucap Abi Hamdan sambil tersenyum. Lalu menatap sekitar. "Kita semua akan menyaksikan Jonathan yang akan mengucapkan syahadat."
Joe lantas berkata, "Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah."
Tanpa bimbingan dari Abi Hamdan atau Ustad Yunus, Joe mengucapkan kalimat syahadat itu dengan lancar.
"Tolong ucapkan sekali lagi, Pak," pinta Ustad Yunus.
"Asyhadu an laa ilaaha illallaahu, wa asyhaduanna muhammadar rasuulullah," ucap Joe.
"Alhamdulillah ya Allah," ucap semua orang yang duduk lesehan di sana. Lalu mengusap wajahnya dengan telapak tangan, mengucap syukur sebab telah menyaksikan seseorang yang sudah mendapatkan hidayah.
"Selamat, Jon ...." Tangan Abi Hamdan terulur ke arah Joe. Dan langsung disambut oleh pria itu. "Mulai hari ini, kau seperti terlahir kembali di dunia sebagai umat muslim. Umatnya Allah yang Maha Esa. Aku harap ... kau akan tetap beragama Islam hingga akhir hayatmu."
"Amin, ya Allah. Terima kasih, Abi Mertua," sahut Joe sambil tersenyum. Perlahan jabatan tangan itu dilepaskan.
"Silahkan tanda tangan, Pak. Karena Bapak sudah resmi memeluk Islam," titah Ustad Yunus yang menggeser selembar sertifikat di atas meja, kemudian memberikan pulpen ke tangan Joe.
"Iya, Tad." Joe mengangguk, segera dia menandatangani sertifikat itu.
Setelah selesai semuanya. Sekarang tiba saatnya proses ijab kabul itu dimulai.
Seperti biasanya, seorang Ustad memimpin do'a terlebih dahulu. Dan Ustad Yunus lah yang memimpin do'anya.
"Saat kamu berjabat tangan dengan Pak Ustad Hamdan. Ucapkan kalimat ijab kabulnya, Joe. Bunyinya; "Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Sonjaya binti Hamdan Sonjaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai!" Penghulu Dylan memberitahu, akan apa yang harusnya Joe ucapkan nanti.
"Iya, Dy." Joe mengangguk, kemudian terdiam sambil mengingat-ingat dan mengucapkan kalimat itu berulang kali dalam hati.
Hingga tiba saatnya, dimana tangan Joe dan Abi Hamdan saling berjabat. Namun mendadak, tangan pria itu terasa bergetar. Jantungnya pun ikut berdegup kencang.
Tampaknya, Joe mulai grogi. Sebab memang ini pengalaman pertamanya akad nikah dengan proses ijab kabul dan tanpa didampingi calon pengantin wanita.
'Syifa, hanya dalam hitungan detik. Aku akan menjadi suamimu, dan memilikimu seutuhnya,' batin Joe sambil tersenyum dan mengingat wajah Syifa yang tengah tersenyum padanya.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Jonathan Anderson bin Pilus Anderson—"
"Paulus Anderson, Pak, bukan Pilus Anderson," potong Penghulu Dylan. Sebab memang apa yang diucapkan Abi Hamdan salah.
"Maaf. Akan aku ulangi," ucap Abi Hamdan dengan menganggukkan kepalanya. "Saya nikahkan dan saya kawinnya engkau saudara Jonathan Anderson bin Paulus Anderson dengan anak saya yang bernama Syifa Sonjaya dengan mas kawinnya berupa seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai!" Abi Hamdan menggerakkan jabatan tangannya, sehingga Joe langsung membuka suara.
"Saya terima kawinnya—"
"Saya terima nikah dan kawinnya, Joe," sahut Penghulu Dylan yang membenarkan.
"Coba ulangi dulu, kalimatnya, Jon, sebelum mulai lagi." Abi Hamdan melepaskan jabatan tangannya. Membiarkan Joe menghafalkan kalimat itu supaya tak salah lagi.
"Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Sonjaya binti Hamdan Sonjaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai," ucap Joe.
"Nah, itu bisa." Abi Hamdan mengulurkan kembali tangannya di atas meja. Perlahan Joe pun kembali meraih dan terasa dingin sekali pria itu. "Nggak perlu grogi, Jon. Santai saja."
"Iya, Pak." Joe mengangguk. Sandi yang tengah memvideokan momen itu langsung melangkah menuju nakas di dekat ranjang Mami Yeri. Dia mengambil beberapa lembar tissu kemudian mengusap keringat pada dahi majikannya.
"Tarik napas dulu, Dad, biar nggak grogi," tegur Robert sambil tersenyum. Dia duduk bersila di sana dengan wajah ceria dan bersemu merah.
"Iya." Joe menarik napasnya, lalu perlahan dia buang.
"Sudah siap?" tanya Abi Hamdan. Joe pun mengangguk. "Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Jonathan Anderson bin Paulus Anderson dengan anak saya yang bernama Syifa Sonjaya dengan mas kawinnya berupa seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Sonjaya binti Hamdan Sonjaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 30,32 gram, tunai!" seru Joe dengan lantang.
"Emasnya salah, Joe," keluh Penghulu Dylan. "Harusnya 50,32 gram."
"Aku tadi bilang 50,32 gram kok," kilah Joe. Dia menganggap apa yang diucapkan benar, tapi sebetulnya memang salah.
"Ulangi. Satu kali lagi," titah Penghulu Dylan.
"Ini yang terakhir, Jon," tegur Abi Hamdan sambil menggerakkan tangannya yang saling menjabat dengan calon menantu. "Kalau kau salah lagi, akad ini aku nyatakan gagal dan akan ditunda besok."
Dalam madzab Imam Syafi’i, jika calon pengantin pria gagal mengucapkan lafadz qabul, maka harus diulang. Jika masih gagal, diulang lagi sampai tiga kali.
Jika setelah diulang sebanyak tiga kali masih gagal, calon pengantin diperintahkan untuk berwudhu. Pasca berwudhu, pengantin pria diperbolehkan mencoba lagi sebanyak satu kali.
Kalau masih gagal, akad nikah hari itu dianggap gagal dan tidak boleh diteruskan. Harus diganti hari lain dan mulai dari ijab qabul pertama lagi.
"Jangan sampai salah lagi, Pak. Biar Bapak cepat sah dengan Bu Syifa." Sandi menepuk pundak Joe, memberikan semangat.
"Bismillah dulu, Joe, jangan lupa." Seseorang tiba-tiba berkata, dia lah Kakek Tua. Joe langsung menatap ke arahnya, Kakek itu masih berdiri di sana sambil memperhatikan dirinya.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Joe. Sorotan matanya kini berubah menjadi tegas. "Ayok, Pak, kita ulangi sekali lagi."
"Siap?" tanya Abi Hamdan.
"Iya." Joe mengangguk cepat.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Jonathan Anderson bin Paulus Anderson dengan anak saya yang bernama Syifa Sonjaya dengan mas kawinnya berupa seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Syifa Sonjaya binti Hamdan Sonjaya dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas murni 50,32 gram, tunai!" seru Joe dengan satu tarikan napas. Suaranya terdengar begitu nyaring mengisi ruangan itu.
"Bagaimana para saksi?" tanya Penghulu Dylan sambil menoleh ke kanan dan kiri.
"Sah!!" Abi Hamdan yang menyahut lebih dulu. Kemudian disusul beberapa orang yang lain dengan kompaknya. "Saahh!!"
"Alhamdulillahirobbilalamin," ucap Ustad Yunus. Kemudian langsung memanjatkan do'a.
"Alhamdulillah ya, Allah." Joe mengangkat kedua tangannya dan mengikuti do'a-do'a yang Ustad Yunus ucapkan. 'Akhirnya, semuanya selesai. Aku sudah menikahimu, Fa. Kamu sudah menjadi istriku,' batin Joe.
'Ya Allah ya Tuhanku. Terima kasih ... terima kasih telah mengizinkanku untuk menikah lagi. Jika Sonya adalah cinta pertamaku, aku berharap Syifa akan menjadi cinta terakhirku,' tambah Joe, membatin penuh harap.
"Alhamdulillah, Joe. Kamu dan Syifa sudah menjadi pasangan suami istri. Semoga sakinah, mawadah, warahmah," ucap Penghulu Dylan seraya menjabat tangan Joe.
"Amin, Dy. Terima kasih." Joe tersenyum dan perlahan mengangkat tubuhnya. Dia setengah berdiri dengan kedua lutut yang menopang, lalu meraih tubuh Abi Hamdan dan langsung memeluk. "Terima kasih Pak Hamdan, karena telah menerima dan merestuiku jadi menantumu."
Tak terasa, air mata Joe bergulir membasahi pipi. Tapi ini bukanlah air mata kesedihan, melainkan kebahagiaan.
Robert langsung berdiri dan berlari memutar menghampiri Joe. Segera, dia ikut bergabung untuk saling berpelukan.
"Sama-sama, Jon. Aku harap ... kau bisa memegang ucapanmu. Yakni bisa menjadi imam yang baik untuk anak dan istrimu," ucap Abi Hamdan pelan. "Dan aku ingin berpesan padamu untuk jangan pernah menyakiti Syifa, baik fisik atau pun hatinya. Bahagiakan lah dia, jangan pernah membuatnya menangis. Karena kalau kau sampai menyakiti hingga membuatnya menangis ... mungkin aku akan melakukan hal yang sama, seperti apa yang kau lakukan kepada Beni. Yakni memencet telur serta tongkatmu."
Ujung pesan Abi Hamdan terdengar seperti sebuah ancaman.
"Bapak tenang saja. Eh, maksudku Abi Mertua," ralat Joe. "Aku akan berusaha sebisa dan semampuku untuk selalu membahagiakan Syifa. Karena aku benar-benar mencintainya, Bi."
"Iya." Abi Hamdan perlahan mengusap puncak rambut Joe.
"Selamat ya, Dad, dan terima kasih telah mewujudkan keinginan Robert selama ini. Robert sayang sama Daddy banyak-banyak!" seru Robert dengan girang. Ini seperti hari kemenangan. Semua harapan indahnya akhirnya terwujud.
"Daddy juga sayang sekali sama kamu," sahut Joe.
Robert perlahan melepaskan pelukan, kemudian berlari menuju pintu. "Robert juga ingin memeluk Bu Syifa. Eh, maksudnya Mommy," ralatnya terkekeh sendiri. Kakinya berjingkrak-jingkrak tatkala membuka handle pintu. "Sekarang adalah waktu dimana Robert bisa tidur bareng sama Mommy baru. Ini malam pertama Robert bersama Mommy Syifa!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 293 Episodes
Comments
Arumi Nasha Razeta
Ada yang ga sabar pengen bercinta rupanya tapi bau" nya bakal gagal ini 😂si tongkat bakal ttp terbungkus 🤣
2023-05-12
1
Eva Karmita
ya ampun om Jojon kebelet pengen kencingin Bu Syifa 🥰🙈 , sabar om tu tongkat bisbol di cek dulu udah kering apa belum 🤪🤣 , jangan" masih setengah kering setengah basah 🤭🙈😂🤣🤣🤣
2023-05-10
0
Vera Wati
🤣🤣🤣🤣🤦♀️
2023-05-10
0