Bab 4: Kesepakatan
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
Dea dan Brayen berada di taman belakang, pepohonan dimana-mana, sejuk angin menyejukkan diri.
Suasana di sini tidak serame tadi. Dea duduk di samping Brayen yang ngotot berdekatan.
"Kenapa kamu menipu ku? apa aku sangat buruk? aku mencari mu sana sini sejak setelah tau alamat yang ku antar tempo hari tidak benar. Betapa gila nya aku saat itu mengetahui ini. Kamu tau aku rasanya ingin membeli kota ini agar kamu bisa cepat di temukan," ungkap Brayen, menggengam jemari Dea erat.
"Tidak harus seperti itu. Aku tidak mau berhubungan dengan mu, semua yang terjadi saat itu bukan kerena aku benar menginginkan, itu hanya terpaksa," tegas Dea tidak mau menjalani hubungan apapun dengan Brayen.
"Tapi aku menginginkan mu. Ku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku berjanji akan melakukan apapun untuk mu, asal aku di terima," bujuk Brayen penuh harap memohon, mengelus tangan putih Dea.
Nampak ragu, wajah pria itu sedih penuh harapan menatap nya. Dea ingin mempertahankan keputusan tapi malah kendor perlahan.
Dea ingin menarik tangan nya tapi genggaman erat, elusan pada punggung tangan membuat nya bingung bersikap seperti apa.
"Jangan seperti ini. Masih banyak wanita di luar sana, kau bisa mendapatkan nya. Kenapa harus aku yang kau inginkan?" tanya Dea tidak mau semua keterpaksaan terus berlangsung.
"Karena aku hanya menginginkan mu bukan wanita luar manapun. Bila perlu aku akan mendatangi orang tua mu melamar mu kita bisa langsung menikah," jawab Brayen.
"Tidak, aku akan marah padamu jika berani melakukan itu. Menikah bukan hal muda dalam hubungan terjalin karena komitmen kedua belah pihak dan juga cinta antara satu sama lain. Sedangkan di antara kita tidak memiliki itu. Ku mohon mengerti lah, aku tidak mau membuang waktu," terang Dea berharap setelah mendengar semua ini pria tersebut sadar tidak memaksa kehendak nya lagi.
"Aku tidak mengerti itu. Tapi satu hal yang ku inginkan darimu. Beri aku satu kesempatan untuk membuktikan padamu aku bisa menjadi seperti yang kau inginkan. Satu kesempatan, ku janji jika gagal aku tidak akan menggangu mu," mohon Brayen, berlutut memegang tangan Dea.
Pasir, batu kerikil kecil di tahan rasa sakit tanpa peduli lutut memerah.
Perilaku Brayen membuat Dea merasa bersalah, hati nya tak sejahat itu, tapi menerima Brayen rasanya berat. Dia merasa pria tersebut tidak baik, dari penampilan saja sudah tidak benar.
Celana robek-robek, kaos dalam pada jaket yang di kenakan seperti anak jalanan sangat mencolok. Dea melihat pertama kali sudah langsung tidan respect.
"Bangun lah tidak enak di lihat orang nanti. Mereka akan berpikir tidak-tidak mengenai ku," pinta Dea, perasaan nya campur aduk sekarang.
Makin ke sini dia merasa terjebak, karena pertemuan satu minggu lalu dia harus berada di situasi yang tidak di sukai. Pria tersebut terus mendesak agar di iyakan, tapi namanya perasaan mana bisa.
"Tidak. Aku tidak akan bangun sampai kamu mengiyakan," tolak Brayen keras kepala tetap mempertahankan pada posisinya.
Dea menghela nafas panjang.
"Huftt.... "
"Baiklah, aku akan menerima mu. Tapi dengan satu syarat."
"Katakan apa syarat nya? aku akan melakukan apapun itu asal bersama mu."
"Lakukan karena dirimu jangan karena aku."
"Iya, sekarang apa yang harus ku perbuat agar kamu percaya?"
"Aku ingin kedepannya kau merubah penampilan mu. Gunakan pakaian yang rapi saat ke kampus, lainnya terserah asal itu tidak merugikan orang lain."
"Iya, aku janji akan mengikuti peraturan mu," Brayen mengecup kening Dea mesra.
Ada perasaan aneh, tidak nyaman dengan sikap nya seperti ini. Pepohonan dan bunga-bunga bergerak adanya tiupan angin, tidak terasa sejuk bagi tubuh Dea. Kecupan kecil di berikan Brayen udara menjadi panas.
----------------
"Kalian anggota All Stars, bukan? bagaimana bisa Dea berpacaran dengan Brayen? sudah berapa lama menjalin hubungan?" tanya Evi penasaran tidak ada titik koma.
"Tanyakan saja pada orang yang bersangkutan jangan pada kami. Terpenting selama Dea menjadi pasangan Brayen, kalian sahabat nya akan menjadi anggota dari All Stars. Masalah kalian juga menjadi masalah kami, jangan sungkan memberitahu karena kami siap membantu," ujar Fredo mengambil makan di piring dan masukin ke dalam mulut nya.
"Benar kah? lalu apa kita bisa nongkrong di tempat kalian?" tanya Evi.
"Pasti boleh. Kau tidak mendengar perkataan nya tadi, selama Dea masih bersama Brayen berarti kita bisa duduk di tempat mereka, benar begitu?" timpal Julia menoleh ke empat pria di depan.
"Ah... tentu, kenapa harus melarang. Kapan saja kalian ingin pergi silakan, kami sama sekali tidak keberatan malah senang," ujar Egin.
"Terimakasih, kita dengan senang hati."
Julia bahagia akhirnya bisa dekat dengan anggota All Stars, sudah lama dia mengagumi salah satu dari anggota nya. Sekarang mimpi nya menjadi kenyataan. Duduk berdekatan seperti ini membuat hati nya tak karuan, jantung memompa lebih cepat dari biasa.
Debaran tak terkendali, suara terdengar seperti pacuan kuda. Safri pria tertampan, cool menurut nya, meski Brayen dimana-mana.
"Safri, apa kau lapar? aku akan memesan kamar makanan untuk mu," tawar Julia tersenyum ramah.
"Uhuk... uhuk... Safri doang nih? kita gak di tawarin?" goda Egin jahil memainkan alis naik turun.
"Kalau lapar ya tinggal pesan," ketus Julia ceuk. "Safri kau ingin pesan makanan apa?" tanya nya kembali ramah dengan intonasi rendah.
"Cih... Dasar wanita, lembut pada pria pilihannya saja, tidak suka di anggap sampah keberadaan pun tidak di pedulikan bagaimana menyadari," sindir Egin melirik Julia. Perkataan itu tidak penting, dia tetap bersikap manis pada pria idola nya.
"Gimana? mau pesan apa?" tanya Julia acuh tak acuh pada Egin sih pria banyak sewot.
"Samakan saja," jawab Safri tersenyum manis, Julia terpesona klepek-klepek.
Senyuman semanis gula, taburan berserakan semut mengelilingi untuk berebut, tapi ini berbeda cinta semakin banyak bisa meluap jika terus di tampung tidak di bagi.
Getaran tali senar gitar tak sebanding dengan getaran hati seseorang yang lagi kasmaran.
Memesan makan untuk Safri, sedangkan Evi untuk ketiga pria yang tidak di pedulikan Julia makanan apa pun itu bodoh amat.
Kembali pada meja, mereka duduk menunggu makanan sambil berbincang kecil. Topik apapun di bahas Julia untuk lebih dekat. Ketiga pria tidak di anggap menggeleng kepala. Syukur ada Evi yang masih menganggap mereka ada, mau berbicara.
"Benarkah? berarti kita seangkatan, tapi kenapa jarang bertemu?" kaget Egin mengetahui kedua wanita tersebut berada di semester 8 sama dengan mereka. Namun berbeda fakultas.
"Tentu jarang bertemu. Kalian tidak pernah kemari."
"Oh... pantas."
...Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ......
...✨____________ 🌼🌼_______________✨...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments