Bab 3: Di pertemukan oleh takdir
🌻H 4 P P Y R 3 4 D I N G🌻
🌹✨💞✨🌹
Setelah hari itu, Dea mengarahkan alamat palsu pada Brayen. Seminggu sudah kedua tidak pernah ketemu.
Brayen marah besar, karena sudah di bohongi Dea kekasihnya itu. Tidak terima semua permainan wanita tersebut. Dia mengerahkan semua anggota nya mencari Dea. Namun hasilnya nihil.
Ternyata wanita yang di paksa menjadi kekasih nya itu tidak mudah di selidik. Brayen jadi uring-uringan tidak jelas.
Lingkungan kampus sunyi mendadak rame saat geng all Stars memasuki area kampus. Suara histeris para wanita tergila-gila pada geng tersebut berteriak mengalahkan toa masjid dan toa keliling di jalanan.
"Brayen, apa kau sudah mendapat alamat wanita mu?" tanya Egin menoleh.
"Belum, wanita itu sangat licik. Aku berjanji setelah bertemu nanti tidak akan membiarkan nya lolos lagi," janji Brayen bertekad.
"Sabar bro. Dia melakukan itu karena tidak menyukai mu. Jadi kau harus mengerti, lupakan wanita itu masih banyak wanita lain yang bahkan rela untuk kau sentuh," kata Egin memberi saran.
Brayen melotot kan mata mendengar perkataan teman nya. Bagi nya Dea wanita langkah, dengan perbuatan yang terang-terangan menghindar tidak mau berhubungan dengan nya, Brayen jadi ingin memiliki wanita tersebut.
Bukan sekedar mengikat untuk mainan, tapi lebih. Sorotan mata para wanita, mereka berbicara sambil berjalan semakin di pandang lapar oleh kaum hawa.
Namun bukan Brayen dkk, kalau mempedulikan kaum hawa yang mengagumi mereka.
"Sekali lagi kau berbicara seperti itu. Siap-siap pindah planet kau," tegas Brayen seperti seorang pemburu siap menerkam mangsa.
"Hehehe... ampun Bos... gitu aja sensi," ucap Egin tersenyum receh.
"Sudah mending kita ke kantin saja," ajak Fredo menyudahi, lalu kembali berjalan pergi.
Di sisi lain seorang wanita sedang duduk bersama kedua wanita menikmati makanan. Salah satu dari ketiga wanita tersebut menikmati makanan sambil mendengar gurauan dua wanita di samping.
Situasi saat ini makin tidak terkendalikan, suara bising dari luar di tambah kantin mendadak menjadi tempat konser begitu menganggu.
Kantin yang biasa damai dan nyaman tidak seperti biasa lagi.
"Ada apa sih? kok para wanita pada teriak kayak gak ada kerjaan deh," ngedumel salah satu wanita, merasa terganggu.
"Yaps... betul 100% akurat mendukung, mereka udah seperti orang lagi demo karena gak dapat sembako," tempat wanita satunya lagi di sebelah.
"Sudah gak usah di peduli kan. Biarin saja mereka lakuin yang di suka, mending kita lanjut makan saja," ajak wanita di tengah antara kedua wanita tersebut.
"Lanjut sih pasti lanjut, tapi ini sangat menganggu. Mana bisa makan dengan tentram dengan suara bisik. Lagi pula aneh deh... tumben-tumbenan kantin kita berubah jadi tempat konser?" bingung wanita pertama protes, dia adalah Evi.
Telinga panas ingin meledak, kepala sakit, pusing, teriakan menggelegar tidak ada tanding nya dari siapapun.
Makin kesini suara bisik makin terdengar jelas.
"Yah sudah kalau begitu biar nyaman kita pindah saja di taman belakang," ajak Dea. Tidak masalah makan di mana saja, asal bersih.
"No, untuk apa kita harus pergi?" protes Evi tidak terima usulan sahabat nya Dea.
"Benar. Kita gak buat keributan jadi tetap di tempat dan seharusnya pergi itu orang-orang yang membuat kantin ini berubah jadi tempat konser," kata Julia satu pikiran dengan Evi. Kedua menentang keras Dea.
"Ya sudah terserah kalian saja."
Tidak ada yang harus di bicarakan lagi. Sepertinya semua percuma, Dea kembali melanjutkan makan tidak peduli suara bisik. Berbeda dengan kedua sahabat nya tidak bisa bersikap seperti Dea yang acuh malas tau.
Pandangan kedua sahabatnya itu lekat dan lurus pada kerumuman terjadi.
Mata membulat lebar saat celah ruang perlahan terbuka. Ciptaan sang kuasa yang sempurna, satu kata berhasil menghipnotis kedua wanita tersebut.
"Ini bukan mimpi kan? ada pangeran di depan kita?" terpesona Evi tidak bisa berkata-kata lagi.
"Aku pun sama. Dea coba kau cubit kita. Apakah semua ini mimpi atau nyata," kata Julia mata tidak berkedip.
Dea asyik mengunyah makanan, menggeleng kepala. Pandangan masih fokus ke makanan belum mengarah ke depan.
Dari arah lain, seorang pria menjatuhkan pandangan pada sosok wanita yang seminggu ini di cari. Pencariannya sudah seperti di kata orang gila.
"Brayen ada apa?" tanya Fredo di samping.
"Lihat di depan," jawab Brayen, langkah kaki panjang cepat.
Perasaan tak menentu, campur aduk. Hentakan kaki berima maju terus mendekat.
"Hai sayang," sapa Brayen langsung duduk merangkul wanita tersebut.
Betapa terkejut wanita yang dirangkul itu. Makanan hampir di telan bulat-bulat. Wajah berubah pucat. Rangkulan posesif depan umum sangat membuat nya tidak nyaman.
"Aku merindukan mu sayang. Lama tidak bertemu."
Cup.
Ciuman kening depan umum menjadi sorotan semua orang, kaum hawa rame-rame patah hati melihat itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Dea, wajah terlihat panik, gugup, takut pada situasi menegangkan.
"Kenapa? apa tidak boleh aku menemui kekasih ku sendiri? kita sudah seminggu tidak bertemu."
"Aku ingin memberi mu hukuman kecil. Pulang nanti ikut dengan ku," tambah nya lagi dengan berisik.
"Jangan aneh-aneh. Aku tidak mau ikut dengan mu."
"Apa kalian teman nya Dea? apa boleh saya bawa Dea pergi?" tanya Brayen menoleh kedua wanita terpesona oleh ketampanan mereka.
"Tentu boleh, silakan bawa saja. Kami tidak memiliki hak untuk melarang," senyum Evi malu-malu.
Lengan menyenggol, sambil mencubit kuat paha sahabat nya Dea.
"Auwh..." ringis Dea langsung menoleh samping.
"Hehehe... pergilah. Kau punya satu hutang pada kita," bisik Evi.
Brayen menggandeng tangan Dea pergi, wanita itu tidak bisa menolak. Banyak nya pasang mata tertuju pada mereka sangat membuat nya tidak tega.
Sebelum pergi Brayen meminta ke empat sahabat nya untuk duduk bersama kedua sahabat Dea.
"Naik," menyodorkan helm. Brayen menatap wanita di depan.
"Tidak, aku tidak mau. Jika kau ingin berbicara kita berbicara di sini saja tidak perlu kemana-mana," tolak Dea, helm tidak di ambil.
"Sayang, ambil helm nya atau ku pakai kan?" tanya Brayen tegas namun lembut.
"Aku tidak mau dua-dua nya. Katakan sekarang di sini atau aku pergi," tak kalah tegas Dea, menyikapi pria di depan membutuhkan banyak kekuatan.
"Oke, fine. Tapi tidak di sini. Kita bicara di belakang taman," ajak Brayen menggandeng tangan Dea membawa pergi.
Kembali kedua menjadi sorotan dan topik berita panas di kampus. Brayen notebase orang kaya dan terkenal di kampus selalu menjadi idola untuk semua kaum wanita kini menggandeng seorang wanita biasa dari sisi derajat kekayaan.
"Ok."
...**Bᴇʀsᴀᴍʙᴜɴɢ**......
...**✨\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_ 🌼🌼\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_\_✨**...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments