Selamat Datang di Pesta!

"Selamat datang di pesta!"

Begitu bunyi sambutan Wongso Abdinegara. Eks menteri yang sekarang lebih dikenal sebagai seorang pengusaha kaya.

"Hari ini, adalah perayaan ulang tahun saya. Tanpa menyebut umur, saya kira sudah jelas ya," kelakar lelaki itu. Para tamu yang hadir tertawa renyah.

"Umur kata orang, cuma angka. Dan saya, orang yang sangat dekat dengan angka-angka,"

"Seumur hidup saya. Saya habiskan dengan berhitung, berhitung, dan berhitung. Kuncinya adalah membuat perhitungan yang tepat. Seperti seniman, feeling seseorang dalam berhitung haruslah matang dan tepat sasaran. Sebab, karya seni yang tidak tepat sasaran tidak akan dapat dinikmati sebagai sebuah karya seni."

Para hadirin bertepuk tangan riuh. Orang seperti Wongso adalah pembicara publik yang handal.

Tak jauh dari tempat Wongso berdiri memberikan sambutan, tampak Agus bersama teman-temannya di sebuah dinner table yang sudah dipesan untuk mereka. Rupanya mereka termasuk tamu undangan Wongso. Mereka turut bertepuk tangan bersama tamu yang lain.

"Kamu keren bisa punya relasi dengan mantan menteri," Agus setengah berbisik pada Zidan, sahabat masa kecilnya.

"Kau tahu, kan? Dia orang yang tidak begitu aku sukai. A mafia." Jawab Zidan sembari melirik sekilas ke Agus.

Pesta ulangtahun yang ke 50. Belum tua untuk ukuran orang seperti Wongso. Pengusaha kaya pemilik lahan kelapa sawit dan berbagai bisnis real estate. Malam itu ia mengadakan pesta di rumahnya yang sangat besar. Orang-orang penting banyak yang datang; beberapa pejabat polisi, rekan-rekan politisi, pebisnis hingga sahabat-sahabat masa sekolah dan kuliahnya dulu. Zidan, pengusaha muda sekaligus seorang kader partai Pembaruan Nasional yang ayahnya dulu adalah rekan bisnis Wongso, turut diundang. Dalam undangannya, Wongso membolehkan Zidan mengajak teman-teman terbaiknya. Maka ia sudah pasti mengajak Agus, Joe, Angel dan sang istri yang baru tiga tahun dinikahinya, Tantri.

Tantri sendiri merupakan salah satu sahabatnya bersama Agus, semasa SMA dulu. Ia dan Agus sendiri sudah saling kenal sejak di bangku SMP. Sedangkan Joe dan Angel adalah sahabat mereka saat kuliah. Kebetulan, Agus, Zidan, dan Tantri berkuliah di satu universitas yang sama walau berbeda fakultas.

Malam itu seluruh tamu pria mengenakan setelan tuxedo. Sedangkan para wanitanya menggunakan aneka gaun mewah. Alunan musik instrumen klasik yang dimainkan kelompok musik mengalun syahdu mengiringi acara malam itu.

"Gue belum pernah ke acara kalangan jetset seperti ini. Benar-benar gila!" Puji Joe, saat mereka sedang menikmati segelas anggur sambil berdiri.

"Pujian yang sudah lebih dulu Gue ungkapkan ke Zidan. Kalian mau tahu apa yang dia bilang?" Agus seperti ingin menguji teman-temannya, "He's a Mafia. Zidan teman kita sepertinya kurang begitu suka," Agus menambahkan.

"Wow. Zidan. Bukannya kamu bilang Wongso salah satu rekan ayahmu?" Angel, seorang model penakluk para pria terlihat tidak percaya.

"Rekan ayah, bukan rekanku. Aku mengenal orang ini seperti kebanyakan orang mengenalnya; dan feeling aku bilang dia punya rencana besar yang belum aku tahu." Zidan tampak memikirkan sesuatu.

"Kamu sekarang bagian dari ini. Mau tidak mau, cepat atau lambat kamu harus mengakui itu; dia adalah rekan bisnismu. Siapa tahu?" Agus seolah ingin mengingatkan Zidan.

"Politikus muda kita satu ini rupanya mulai belajar menggunakan intuisinya," sindir Joe.

"Everyone has a plan, Zidan. And he's politican like you." Angel berusaha menegaskan.

"That's the point. Terutama kalau dia politikus," balas Zidan.

"So what's your plan, then?" Joe menengahi.

Zidan mengambil sebutir anggur merah dan menyuapkannya ke Tantri yang berdiri di sebelahnya. Wanita itu sedari tadi hanya diam menyimak pembicaraan itu.

"So His plan is being a good man for his woman." Canda Agus, disambut tawa oleh yang lain.

Tantri tampak tersipu malu.

Zidan melirik Tantri di sebelahnya dengan tatapan sayang, lalu mengecup pipinya.

"Sure. There's a great woman behind the succes of men." Zidan menimpali. Wajahnya tampak berbinar bahagia.

"Kuncinya ada di berhitung, seperti Wongso bilang tadi. Jadi, ya. Anggap aja sebagai orang muda yang baru belajar. Aku sedang mempelajari situasi. Apa yang orang tahu soal Wongso adalah apa yang orang lihat di media. Mungkin benar, mungkin tidak. Kita lihat nanti," Zidan mencoba diplomatis.

"Zidan nyatanya hadir di ulang tahun orang ini. Mengajak kita, lagi. Artinya? Ada sedikit respek yang coba dia tunjukan pada tuan rumah," Joe berpendapat.

Zidan hanya mengangkat bahunya, terkekeh.

"Mari kita dengarkan pendapat Ibu Tantri, seharusnya dia bisa menengahi ini semua sebagai istri sah kader partai termuda yang lagi naik daun," Agus menyenggol Tantri yang sedari tadi hanya diam menyimak saja.

Tantri hampir kesedak minumannya sendiri akibat menahan tawa.

"Sebagai istri sah tuan muda Zidan Wibawa yang penuh wibawa ini, Gue sedang belajar untuk tidak terlalu banyak berkomentar," jawab Tantri meledek balik Agus.

"Berhitung. Menurut Gue. Apa yang Lo semua dengar dari Wongso tadi itu Gue setuju. Gue dan Zidan tidak mau jadi orang yang terlalu cepat menyimpulkan. Semua baru sebatas perasaan," Tantri menyentuh dada Zidan sambil melirik suaminya itu.

"Ouch. It's so sweet. Dear honorable Mr. and Mrs. Wibawa, please give a short speech to the audiences," Angel berkata begitu sambil mengangkat gelasnya, diikuti yang lainnya.

Mereka semua tertawa lalu bersulang.

"Untuk teman kita yang sedang di masa jaya," Agus menimpali.

Selagi mereka asyik bercengkerama, Wongso muncul mengejutkan mereka semua.

"Maaf mengganggu reuninya." Suara berat Wongso terdengar dari belakang mereka. Menyita perhatian. Wongso mengacungkan gelas pada kelompok pemuda itu yang disambut anggukan kepala dari Zidan.

"Zidan Wibawa. Putra sahabat saya, almarhum H. Imam Wibawa. Bapak kamu adalah seorang paling sabar dan paling pengertian yang pernah saya kenal."

"Tetapi beliau juga orang yang keras dan berprinsip. Kalau iya, iya. Tidak maka tidak. Saya sering terlibat perdebatan hal apapun dengan bapak kamu. Saya sulit untuk tidak mengakui kalau dia adalah pria paling cerdas yang saya kenal," Wongso panjang lebar.

"Terimakasih," Zidan menjaga sikap.

"Sebuah kehormatan bisa menjadi penerus seseorang yang sangat Anda hargai."

Wongso tersenyum. Dia mengajak Zidan bersulang.

"Tetapi saya harap kamu adalah pebisnis yang lebih baik dari bapakmu," Wongso tipikal orang yang bisa tetap terlihat santai walaupun sedang membicarakan hal serius.

"Untuk yang satu itu, saya tidak bilang bapak Anda kurang cakap. Saya kira sulit menemukan kekurangan dia. Hanya saja," Zidan mengamati Wongso dekat-dekat, "bapakmu belum menyadari saja keuntungannya," Lanjut Wongso. Wajah Zidan merah padam.

Teman-temannya menyadari situasi itu. Agus menyenggol lengan Joe, memberi isyarat mata. Joe maju hendak mencairkan suasana tetapi Tantri mencegah.

"Soal itu, bapak bilang dia tidak tertarik dengan bisnis haram. Anda mungkin menganggap sepele, tetapi Anda tahu kalau bapak saya.." Wongso mencegah Zidan untuk melanjutkan.

"Saya paham. Maka tadi saya bilang, dia sangat memegang prinsip." Wongso mendekatkan wajahnya ke telinga Zidan, ia tak ingin pembicaraannya terdengar yang lain.

"Saya rasa kamu tidak ingin terlalu mengumbar ini di depan teman-teman kamu, kan?" Wongso memberi peringatan.

Zidan tidak terlihat panik. Ia merapikan jasnya sambil berbisik pelan di hadapan wajah Wongso.

"Mereka teman-teman yang baik, kok. Semuanya bisa dikendalikan. Saya harap Anda juga bisa bersikap profesional," balas Zidan, dingin.

Wongso terlihat acuh.

Ia lalu menyapa teman-teman Zidan yang dari tadi hanya menonton.

"Malam semua! Gimana, enjoy the night?" Nada suaranya ramah. Wongso mengendalikan situasi.

Agus, Joe, Tantri dan Angel hanya balas tersenyum sembari mengangkat gelas.

"Hai. selamat, ya." Wongso berkata pada Tantri sembari memberinya pelukan. Tantri agak tidak siap, tetapi ia pun menyambut Wongso dengan hangat.

Zidan yang memperhatikan hal itu tampak mengernyitkan dahi, "selamat untuk apa?"

Wongso melepas pelukannya dari Tantri. Memperhatikan sekeliling, wajah-wajah bingung ada di sana. Wongso melirik Tantri di sebelahnya yang hanya menatapnya saja.

"Ah, maaf." Kata Wongso lagi, "sepertinya saya merusak pesta kejutannya."

Sekarang semua orang menunggu Wongso menjelaskan apa yang terjadi. Zidan, Agus, Angel, dan Joe bergantian melirik Wongso dan Tantri. Menyelidiki.

Wongso mengangguk ke arah Tantri, memintanya agar bicara. Tantri mengambil nafas, menatap Zidan yang balas menatapnya dengan penuh ingin tahu.

"I'm pregnant," Tantri berterus terang. Bola matanya membulat penuh.

Zidan --juga yang lainnya, terkejut. Terutama Zidan. Ia nyaris tak percaya.

"Kamu akan jadi ayah..." lirih Tantri. Zidan meraba perut Tantri.

"Baru 2 minggu," katanya lagi. Zidan tak dapat menyembunyikan bahagianya.

"Wow. Congrats! It's official!," Wongso memberi kecupan hangat di pipi Tantri, beralih memeluk Zidan. Menepuk pundaknya.

Zidan mulai terlihat menangis haru dan memeluk istrinya. Lalu menyusul Agus, Joe dan Angel bergantian memberi selamat.

"Tidak sia-sia pengobatan alternatif yang kalian lakukan selama 2 tahun ini. Obat-obatan Cina itu manjur, kan?" Wongso merusak suasana. Seperti disengaja. Zidan terlihat tidak senang. Wajah Zidan berubah merah lagi.

Ia memandangi Tantri, matanya seperti hendak menerkam istrinya. Zidan seperti: darimana Wongso tahu soal itu? Ia merahasiakan kemandulannya pada siapapun, termasuk teman-temannya. Ia gak menyangka Tantri malah membongkar rahasia mereka ke orang lain, ke Wongso pula.

Tantri menatap Wongso, memohon.

Wongso memasang gelagat tidak enak hati.

"Eh, aku sempat cerita ke pak Wongso, minta saran. Maaf nggak ngomong ke kamu lebih dulu. Takutnya kamu tersinggung, pak Wongso memberi masukan yang sangat manjur." Setelah beberapa saat Tantri berusaha membuat suasana hati Zidan membaik.

Ia membelai pipi Zidan, meminta pengertian. Zidan perlahan mereda. Ia menghela nafas. Lalu mengangguk.

"Ehem. Thanks a lot ", kata Zidan ke Wongso. Sedikit kikuk.

Wongso datang bergabung dengan mereka, merangkul keduanya dengan mesra.

"Okay. Tidak perlu kuatir soal kemandulan. Itu bukan lagi aib, sekarang." Katanya kepada Zidan, bermaksud menenangkan.

"Yang penting," Wongso meminta tambahan minuman kepada pelayan yang lewat. Pelayan itu menuangkan lagi minuman ke gelas Wongso, ia lalu mengangkat gelasnya di depan Zidan dan teman-temannya.

"Mari kita rayakan sekali lagi untuk kedua pasangan muda yang berbahagia ini," serunya.

"Untuk Zidan dan Tantri!" Jawab yang lainnya.

Suasana pesta kembali normal. Berjalan seiring detak jam. Setiap orang larut dalam obrolan masing-masing.

Wongso telah pamit untuk menyapa koleganya yang lain. Kekakuan antara dirinya dan Zidan sudah terlihat mendingan. Mungkin Zidan mulai merasa Wongso memiliki sisi empati yang baru diketahuinya.

Dalam kehangatan itu, pandangan Agus menangkap sosok Maya di antara para tamu. Gadis cantik misterius yang ia temui di perpustakaan tempo hari.

Gadis itu kian mempesona dalam balutan gaun hitam panjang dan rambut tergerainya. Ia berdiri sendirian di dekat tangga yang menuju ke lantai dua rumah Wongso.

"Kesempatan!" Pikir Agus.

Ia berpamitan pada teman-temannya yang sedang sibuk membicarakan kandungan Tantri. Ia beralasan ingin melihat-lihat sekitar. Agus buru-buru menuju ke tempat Maya. Menerobos kerumunan tamu yang hadir, beberapa kali ia nyaris menumpahkan minuman tamu yang tak sengaja bersenggolan.

"Maaf," katanya berkali-kali.

Saat ia sampai ke dekat tangga, Maya tak lagi berada di sana. Raut wajah Agus menunjukkan kekecewaan.

"Apa kabar?" Suara seorang wanita mengejutkan Agus.

Agus menoleh dengan cepat dan terkesima.

Maya yang anggun sudah berdiri di hadapannya. Di antara anak tangga. Ia melempar senyum misterius khasnya sejak di perpustakaan, sambil melangkah perlahan menaiki tangga. Tatapannya kepada Agus seolah mengajaknya agar menyusul ke atas.

Seperti terhipnotis, kaki Agus melangkah menapaki anak-anak tangga, menyusul gadis itu.

...****************...

Episodes
1 Namanya Maya
2 Rumah Tanpa Surga
3 Selamat Datang di Pesta!
4 Romansa Masa Lalu
5 Rahasia dalam Pesta
6 Wongso yang Baik Hati
7 Ciuman Pertama
8 Kegelisahan Angel
9 Kejutan Untuk Tantri
10 Pacar yang Posesif
11 Pesan Anonim
12 Nona Teka-Teki
13 Brian yang Malang
14 Tertangkap!
15 Yang Maha Mendengar Doa
16 Menerka-Nerka
17 Mengatur Siasat
18 Dia Tahu!
19 Menjaga Zidan
20 All You Can Eat
21 Mari Jujur
22 Rahasia Terungkap!
23 Senjata Terakhir
24 Sungguh Durjana
25 It's Official!
26 Pengakuan, Penghabisan
27 Takdir Mendukung Wongso
28 Malam Kejadian
29 Ketika Setan Tertawa
30 Jebakan Kesepakatan
31 Joe si Tumbal
32 Darurat Gawat!
33 Kelulusan SMA
34 Mobil Hitam Misterius
35 Malam yang Gila
36 Garis Lurus Horizontal
37 Surat Untuk Kekasih
38 Misi Penyelamatan
39 Gadis di Rooftop
40 Jangan Melompat, Rini!
41 Mini Bus Lagi
42 Memburu Maya
43 Monolog
44 Tanda Dari Langit
45 Kamar Berhantu
46 Ke Psikiater
47 Gairah Lama
48 Calon Istri Sang Pejabat
49 Para Hantu yang Marah
50 Membuktikan
51 Kehidupan Kecil
52 Tamu Lama si Pengantin Baru
53 Paranoid
54 Bantuan Datang
55 Tertunda!
56 Menawar Kesedihan
57 Bernostalgia
58 Seperti Layaknya Perpisahan
59 Waktu Berjalan Lambat
60 Kericuhan di Sekitar Stasiun
61 Kenyataan Pahit
62 Pembunuh Kematian
63 Sang Penjemput
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Namanya Maya
2
Rumah Tanpa Surga
3
Selamat Datang di Pesta!
4
Romansa Masa Lalu
5
Rahasia dalam Pesta
6
Wongso yang Baik Hati
7
Ciuman Pertama
8
Kegelisahan Angel
9
Kejutan Untuk Tantri
10
Pacar yang Posesif
11
Pesan Anonim
12
Nona Teka-Teki
13
Brian yang Malang
14
Tertangkap!
15
Yang Maha Mendengar Doa
16
Menerka-Nerka
17
Mengatur Siasat
18
Dia Tahu!
19
Menjaga Zidan
20
All You Can Eat
21
Mari Jujur
22
Rahasia Terungkap!
23
Senjata Terakhir
24
Sungguh Durjana
25
It's Official!
26
Pengakuan, Penghabisan
27
Takdir Mendukung Wongso
28
Malam Kejadian
29
Ketika Setan Tertawa
30
Jebakan Kesepakatan
31
Joe si Tumbal
32
Darurat Gawat!
33
Kelulusan SMA
34
Mobil Hitam Misterius
35
Malam yang Gila
36
Garis Lurus Horizontal
37
Surat Untuk Kekasih
38
Misi Penyelamatan
39
Gadis di Rooftop
40
Jangan Melompat, Rini!
41
Mini Bus Lagi
42
Memburu Maya
43
Monolog
44
Tanda Dari Langit
45
Kamar Berhantu
46
Ke Psikiater
47
Gairah Lama
48
Calon Istri Sang Pejabat
49
Para Hantu yang Marah
50
Membuktikan
51
Kehidupan Kecil
52
Tamu Lama si Pengantin Baru
53
Paranoid
54
Bantuan Datang
55
Tertunda!
56
Menawar Kesedihan
57
Bernostalgia
58
Seperti Layaknya Perpisahan
59
Waktu Berjalan Lambat
60
Kericuhan di Sekitar Stasiun
61
Kenyataan Pahit
62
Pembunuh Kematian
63
Sang Penjemput

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!