Bab 3 - Kenalan dengan Nino

“GUE mau ngomong!”

Langkah Sashi terhenti. Ia tahu Dev memanggil, eh lebih tepat membentaknya.

Tapi kenapa mesti di depan kamarnya?

Pantas sejak makan malam bersama Mama tadi tatapan cowok ini seperti ingin menelannya hidup-hidup.

“Gue mau bikin perhitungan sama lo!” Dev menunjuk Sashi, rahangnya mengeras marah membuat Sashi takut.

“Aku salah apa?”

“Gara-gara lo! Gue dipermalukan!”

“Maksudnya? Aku nggak ngerti.”

“Lo sengaja kan, diem di pinggir lapangan dan kena bola nyasar Nino? Gara-gara dia nolongin lo, dia nggak mau lanjutin pertandingan, sehingga Agnes jadi pacar gue telak. Semua jadi pada ngeremehin gue, bisa gampang dapetin Agnes gara-gara lo bikin kacau di pertandingan!”

“Aku nggak bermaksud gitu.”

“Nggak usah sok lugu deh lo! Lo pikir gue bangga bisa dapetin Agnes dengan gampang? Itu malah jatuhin harga diri gue!”

“Kalo kamu nggak cinta sama Agnes, untuk apa kamu pacarin dia?”

“Heh! Lo enggak usah sok ngajarin gue! Cewek kampung kayak lo nggak seharusnya ada di sini! Lagian lo ngapain sih pake ikut nonton basket? Mau sok gaul? Apa di kampung lo nggak ada cowok keren yang tanding basket?”

Sashi tidak berani menatapnya.

“Sekali lagi lo bikin ulah, liat aja!” Dev berbalik masuk kamarnya yang berada di depan kamar Sashi dan membanting pintu keras.

Sashi mengelus dada. “Sabar, sabar..”

***

Belum ada seminggu, Dev putus dengan Agnes. Kabar itu mengejutkan seisi kampus. Gelar playboy Dev makin tenar aja.

Sashi mendengar Agnes broken heart diputusin Dev.

“Hai.”

Tiba-tiba Nino muncul di sebelahnya.

“Eh.. hai, Kak.” Ia buru-buru menyelipkan secarik kertas yang sejak tadi dipandanginya dalam buku.

“Kita belum kenalan lho.” Nino mengulurkan tangan. “Nino. Nama kamu siapa?”

“Sashi.” Ia membalas.

“Sorry banget tentang kejadian kemaren, aku beneran nggak sengaja.”

“Nggak pa-pa. Kak Nino kan udah minta maaf.” Sashi mengalihkan perhatian pada diktat kuliahnya.

“Tapi bahu kamu?”

“Udah mendingan.”

“Syukurlah. Aku janji lain kali bakal hati-hati.” Nino tersenyum bersahabat. “Oya kamu udah makan?”

“Belum.”

“Kita makan di kantin yuk? Aku traktir.”

“Hah? Ngg enggak usah.” tolak Sashi.

“Kenapa?” Nino heran. “Takut sama pacar kamu?”

“Pacar? Eh enggak, bukan, aku nggak punya pacar kok.”

“Trus?”

“Aku ada kelas.”

“Oh gitu.. tapi kapan-kapan aku mau traktir kamu, sebagai tanda perkenalan kita. Oh ya, nomor HP kamu berapa?”

Sashi mencatat nomornya di HP Nino.

“Oke, Sashi. Selamat belajar ya. See you.”

Begitu Nino pergi, Sashi termangu. Sampai tidak sadar cewek mungil berambut keriting sudah berdiri di belakangnya.

“Sashi!”

Ia terlonjak. “Maya!”

Maya nyengir sambil merangkulnya. “Ada yang kenalan nih sama Kak Nino? Cieeeee…..”

Sashi mendelik sebel. “Apaan sih, enggak usah gitu mukanya.”

“Lagian, Maya cariin dari tadi malah asyik kenalan sama Kak Nino. Dia ngomong apa sama Sashi?”

“Cuma minta maaf tentang kejadian kemaren.”

“Oooo…. Eh, Sashi udah denger kalo Kak Dev sama Agnes putus?”

“Iya tau. Emang kenapa mereka putus?” ia iseng bertanya.

“Nggak tau. Kak Dev kan emang begitu. Nggak pernah diduga, kapan aja bisa jadian dan putusin cewek.”

“Oh ya?”

“He-eh… itu sih yang Maya denger aja. Walau gitu, tetep aja banyak yang suka sama dia. Bahkan banyak yang mau jadi pacarnya walau cuma sehari.”

“Segitunya sama cowok judes gitu,” gumam Sashi.

“Kok Sashi tau Kak Dev judes? Emang Sashi pernah ngobrol sama Kak Dev?”

Ups! Hampir keceplosan. “Ngg masa’ kamu lupa di lapangan basket dia ngatain aku cewek kampung?”

“Oh iya ya.”

“Ke kelas yuk? Bentar lagi mata kuliah Kewirausahaan.”

Sambil jalan ke kelas, mereka melihat Dev dan Nino di ujung koridor kampus yang sepi. Saling berhadapan dengan tatapan menghujam.

Dua cowok itu berdebat entah apa. Yang pasti Dev terlihat kesal.

***

“Hai Sas…”

Sashi dan Maya kaget tiba-tiba ada motor menghadang mereka.

“Eh Kak Nino, ada apa?”

“Pulang bareng yuk?” tawar Nino. “Aku anterin.”

Sashi saling pandang dengan Maya yang tersenyum jail.

“Udahhhh mau aja.”

Belum dijawab, melintas mobil hitam metalik dan berhenti. Kaca mobil diturunkan. Maya langsung meremas tangan Sashi heboh.

“Kak Dev tuh!”

Sashi diam saja karena Dev menatapnya tajam.

“Hati-hati, No.. cewek kampung kayak dia mana biasa naik motor keren. Yang ada lo bakal malu.” Dev lagi-lagi menghinanya.

Nino mengibaskan tangan. “Cuekin aja, Sas. Yuk aku anter.”

Dev tersenyum sinis dan melajukan mobilnya.

“Ngg aku mau ke mal dulu, Kak.” Sashi hampir lupa Dev mengancam supaya tutup mulut tentang mereka serumah.

“Oh ya udah biar aku temenin.”

Akhirnya Sashi setuju.

“May, aku duluan ya?”

Maya mengangguk.

Sashi memakai helm dan naik ke boncengan Nino.

“Siap? Pegangan aja, biar aman.”

Ragu-ragu tangan Sashi memegang pundak Nino.

Motor melaju cepat meninggalkan kampus.

***

“Jadi kamu baru di Jakarta?”

Setelah menemani Sashi berbelanja kebutuhan pribadinya, Nino langsung mengajaknya makan di kafe.

“Yah belum seminggu juga.”

“Oh jadi di lapangan basket itu hari pertama kuliah dong?”

“Iya.” Sashi mengaduk-aduk minumannya. “Kakak nggak malu jalan sama aku?”

“Kenapa mesti malu?”

“Aku dari kampung. Nggak pantes aku ada di tempat begini.”

“Siapa bilang? Ini kan tempat umum. Nggak ada yang salah sama kamu.”

Sashi membetulkan letak kacamatanya. “Emang Kakak mau berteman sama aku?”

Nino tertawa pelan. “Sashi .. Sashi, apa ada alasan aku enggak mau berteman sama kamu?”

“Ya Kakak kan populer. Punya temen kayak aku…?”

“Eh udah enggak usah mellow gitu. Aku berteman bukan liat fisik. Tapi aku nyaman ada di deket kamu. Enggak usah canggung gitu.”

Sashi agak lega. Tapi….. “Kak, aku boleh tanya?”

“Tanya aja.”

“Emang beneran ya Kakak sama Dev rebutin Agnes?”

Nino geleng-geleng kepala. “Perlu aku jelasin. Aku udah nembak Agnes duluan. Tapi Dev nggak mau kalah dan nantangin. Apalagi Agnes udah lama suka sama Dev. Girang banget tuh Agnes begitu tau kami tanding buat dia. Sekarang giliran udah putus, baru deh nangis-nangis sama aku. Tapi aku udah ilang feeling sama dia.”

“Emang segitunya teganya ya Dev, sama cewek-cewek?”

“Emang gitu sifatnya. Aku kan sahabatan sama dia dari SMP.”

“Oh ya? Kalian sahabat kok malah saingan?”

Nino terdiam sebentar dan tersenyum. “Namanya juga persahabatan. Ada saatnya ribut supaya makin akrab dan saling percaya. Yah aku sih berharap dia berenti mainin perasaan cewek-cewek. Eh kok kita malah ngomongin Dev?”

Sashi mesem-mesem.

“Jangan-jangan kamu naksir dia?”

“Enggak kok. Cuma pengen tau aja. Soalnya tadi aku nggak sengaja liat kalian berdua kayak mau berantem gitu.”

Nino mengibaskan tangan. “Masalah cowok. Eh di Jakarta tinggal sama siapa?”

“Sama orangtua angkatku.”

“Angkat? Emang orangtua kandung kamu ke mana?”

Sashi tersenyum kecut. “Orangtuaku udah meninggal.”

Nino kaget. “Duh sorry, aku nggak maksud...”

“Nggak pa-pa. Kan aku punya Mama dan Papa yang sayang sama aku. Itu udah cukup.”

“Syukur deh kalo masih ada orangtua, meski angkat. Tapi kamu bener nggak punya sanak saudara, gitu?”

Sashi menggeleng namun raut wajahnya agak ragu.

Nino menggenggam tangannya. “Mulai sekarang kamu bisa anggap aku abang kamu.”

“Makasih Kak.” Sashi terharu ada yang perhatian padanya.

“Santai aja. Aku anak tunggal. Papa Mama cuma sibuk kerja. Mereka jarang banget ada di rumah. Aku nyaris nggak pernah ketemu sama mereka.”

Sashi kasihan. “Kakak pasti kangen mereka.”

Nino tersenyum kecut. “Aku udah buang jauh-jauh perasaan mellow gitu. Lagian, aku juga kan masih menikmati fasilitas yang mereka kasih.”

“Tapi yang penting, orangtua Kakak masih ada.”

“Ya mungkin aku cuma perlu belajar bersyukur aja.” Nino menghela nafas. “Yang penting, sekarang aku punya adik yang ingin aku jaga.”

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!