Hera mendatangi kantor pengacara papanya, Om Halim. Om Halim bukan pengacara sembarangan. Kantornya sangat mewah.
“Silakan, nona,” ucap Mbak Dela, Resepsionis yang memberi ijin pada Hera untuk masuk menemui bosnya.
“Apa kabar?” tanya Om Halim sambil menyambut kedatangannya dengan sangat ramah.
“Baik, Om,” balas Hera saat membalas uluran tangan Om Halim, sahabat papanya sejak mamanya masih ada.
Om Halim tersenyum melihat keadaan putri pertama sahabatnya yang nampak baik baik saja.
“Sekarang kegiatan kamu apa?” tanyanya sambil mengajak Hera duduk. Setaunya putri sahabatnya merintis bisnis sediri bersama teman temannya. Dia pun sudah lulus kuliah. Tapi Hera ngga mau bekerja di perusahaan papanya.
“Biasa Om, kerja kecil kecilan," jawabnya santai.
Om Halim manggut manggut.
“Ada yang aku mau tanya sama Om,” ucap Hera to the point.
Om Halim diam, menunggu apa yang akan dikatakan Hera.
“Apa benar papa akan bangkrut?”
“Begitulah,” jawab Om Halim cepat.
“Kenapa bisa?” tanya Hera gusar.
“Papamu melakukan perjanjian bisnis tanpa setahu Om.”
Wajah Om Halim tampak agak menyesal. Beberapa bulan ini Om Halim sedang ada urusan di luar negeri, jadi dia kurang mengontrol aktivitas sahabatnya, papa Hera.
Ternyata sahabatnya tertipu relasi baru yang merupakan teman istrinya. Mengakibatkan seluruh aset mereka terancam.
“Wanita itu dan anaknya memang sialan!” Geram Hera marah mendengar cerita Om Halim. Hera yakin, ibu tirinya bersekongkol dengan temannya untuk menguras harta papanya untuk dijadikan miliknya.
“Om rasa mungkin mama tirimu hanya ingin membantu papamu, tapi dia salah langkah. Temannya malah menipunya," jelas Om Halim agar Hera ngga salah paham.
“Huuh,” dengus Hera ngga percaya. Sejak wanita itu masuk menjadi bagian keluarganya, mamanya meninggal. Perhatian papanya pun teralihkan pada momster genit turunan mereka.
Sekarang malah membuatnya jatuh miskin. Dan malah menyusahkannya. Benar benar sangat kurang ajar!
“Adikmu sudah berusaha berbicara dengannya. Tapi ngga berhasil.” Om Halim sengaja memberikan tekanan saat menyebutkan kata berbicara. Dia sudah tau apa yang Lana lakukan sampai membuat pengusaha mudah itu marah dan mengusirnya mentah mentah.
“Dia cuma tau menghabiskan uang saja. Merayu aja ngga becus,” sinis Hera.
Om Halim berusaha memaklumi kekesalan Hera. Menurut putranya yang satu SMA dengan Hera, gadis itu sudah sangat berbeda sejak mama kandungnya meninggal dunia.
Beberapa kali bahkan papanya harus ke sekolah karena tindakannya. Membully, selalu terlambat, membangkang guru, semua hal yang buruk dia lakukan.
Tapi kepintaran otaknya tetap ngga ada yang bisa menyaingi. Karena attitudenya saja dia ngga ngeraih juara umum waktu SMA. Hera remaja sudah kenal alkohol dan sudah suka pulang larut malam.
Om Halim tau, Hera sudah ngga bisa lagi menahan rasa kecewa pada papanya. Skandal papanya sangat menyakiti hatinya. Papanya ternyata sudah lama menduakan mamanya, bahkan juga sudah punya anak.
Salahnya Hera malah menceburkan dirinya menjadi sosok antagonis. Untungnya masa depannya ngga hancur karena dia memiliki otak yang sangat encer.
Walau suka berfoya foya seperti adik tirinya, dia masih bisa menghasilkan banyak uang lewat kepintarannya membuat game, konten berbobot, desain web, animasi, selain di bidang kuliahnya di teknik sipil yang tentu aja sudah tokcer sekali.
Beberapa kenalannya pernah dibuatkan desain rumah mewah tapi berkelas oleh Hera, padahal tanpa referensinya dan papanya.
Karenanya papanya menyayangkannya yang menolak mentah mentah untuk bekerja di perusahaannya.
Om Halim akui, keenceran otaknya sama persis dengan sahabatnya dulu.
Andai saja sahabatnya ngga berulah, anaknya pasti akan lebih gemilang tanpa cacat.
“Apa menurut Om, aku harus membantu papa?” tanya Hera setelah terdiam cukup lama. Dia sudah bisa menghasilkan uang sendiri, hanya saja belum sebanyak yang selalu dia habiskan dari kekayaan papanya. Juga pengobatan papanya pasti akan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Kepala Hera jadi berdenyut. Adik tirinya yang berprofesi sebagai model itu pun ngga mau jadi miskin. Pasti dia sudah menwarkan tubuhnya pada pemgusaha yang Hera merasa ngga asing dengan namanya.
Apa maksud papanya, merayu laki laki itu dengan menawarkan tubuhnya juga?
NO!
Dia ngga akan melakukannya. Walau setampan apa pun dia.
“Sebaiknya iya Hera. Om pasti juga akan membantu pengobatan papa kamu.”
Hera menghembuskan nafas kesal.
“Katanya laki laki itu pernah satu SMA dengan kamu dan putra Om, Daru.”
“Apa Daru mengenalnya?”
“Daru lupa," kekeh Om Halim. Putranya terlalu cuek untuk mengenal sekelilingnya.
“Aku seperti pernah dengar namanya. Om. Tapi entahlah. Aku beneran lupa,” kata Hera masih sambil berpikir.
Apa korban bullynya, ya? batinnya menebak. Jadi ngeri juga membayangkan jika korban bulliyingnya lebih berkuasa dari dirinya.
“Daru masih ada urusan di luar kota. Kalo dia pulang, dia akan membantumu. Sepertinya minggu depan,” ujar Om Halim dengan senyum di bibir saat melihat wajah manyun Hera yang mendengar kata katanya.
“Lebih baik aku ngga ketemu dia, Om,” cepat Hera menjawab membuat Om Halim ngga dapat menahan tawanya. Jawaban Hera sama seperti Daru. Keduanya ngga pernah saling menyukai, dari dulu hingga sekarang.
Bagi Hera, lebih baik dia ngga mengenal laki laki yang selalu saja menatap sinis padanya. Dan Hera pun juga ngga kalah sinis padanya saat mereka bertatapan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Deandra Putri
dilema hera...
2024-07-02
1
Lia Kiftia Usman
menarik ..... lanjut ah
2024-05-27
3
💗vanilla💗🎶
ada story apa hera sm daru
2023-12-01
1