Suasana tiba-tiba menjadi canggung, Celine langsung menghindar, menjauh dari Pandu. Lelaki itu tergelak melihat wajah Celine yang panik dan memerah, "Pikiran lo mesum juga ya," ucapnya.
Celine bangkit mengubah posisinya. "Ya elo dekat-dekat gitu, kirain." Celine berbalik memunggungi Pandu.
"Ngarep ya?"
"Ih, sorry. enggak ya! lo mau sampai kapan disini?"
"Ternyata itu balasan elo ke gue ya? ngusir?"
"Bukan gitu Pan, lo ada kuliah pagi. Dan ini udah jam empat, gue juga ada jadwal hari ini tapi siangan." Celine membereskan barang-barang yang ia bawa, menyusunnya ke lemari.
"Ya udah gue balik, lo kalo butuh apa-apa kabarin gue ya," Pandu berjalan ke arah pintu.
"Pandu," saat Pandu sudah berbalik, suara itu membuatnya terhenti dan menoleh.
"Jangan terlalu baik sama gue, nanti akhirnya lo kecewa." dengan jarak pandang beberapa meter, mereka saling tatap penuh makna. "Gue cuma ngelakuin yang seharusnya, Cel." Celine tak bisa mengatakan apapun, hanya tersenyum sebagai jawaban.
Saat sudah di dalam mobil dan menyalakan mesin mobil, ternyata ia melupakan sesuatu yang sangat penting dan mengharuskannya untuk kembali ke kamar Celine.
Ah beegoo banget sih gue, sampe lupa.
Kembali ia menggedor pintu kamar Celine, dan tidak ada jawaban dari si penghuni. Sekitar lima menit, akhirnya Celine membuka pintu. "Apalagi Pan?" ia tidak membuka pintu lebar, karena ia sudah berganti pakaian tidur yang tak layak untuk dilihat laki-laki.
"Nomor baru elo belum gue save, mana hape lo sini!"
sambil menadahkan tangannya untuk meminta ponsel gadis itu.
"Kan ntar gue bakal hubungi lo, bentar gue ambil hape. Lo jangan masuk!"
"Gue takut elo ngilang Cel, jadi gue harus pantau elo setiap waktu." ucap Pandu sambil melakukan panggilan ponselnya sendiri. Selesai sudah ritual mengambil nomor, Pandu benar-benar pergi.
Celine hanya bisa menatap kepergian lelaki itu, maafin gue Pan. Gue belom bisa nganggap lo lebih dari sahabat. Tapi sejauh ini, lo adalah penyelamat hidup gue. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan lo.
Celine berbaring di ranjang, melepaskan lelah. Mencoba menutup matanya, meski pikirannya tak tenang. Apa yang akan dilakukan orang-orang dirumah ketika tau ia kabur? mereka akan mencari atau akan membiarkan kepergiannya. Celine berharap semoga saja mereka tidak peduli lagi dengan dirinya.
------------------
Celine sudah tiba di kampusnya, langkahnya sedikit tergesa karena waktunya hanya tinggal lima menit lagi, sementara ruang kelasnya berada di lantai dua. Jika Dosen yang akan mengisi kelasnya hari ini bukan Dosen kejam dan terkenal mulutnya juga tajam, maka ia tidak lah perlu terburu-buru seperti ini.
Menjelang subuh tadi, walau masalah besar sedang menimpanya ternyata ia masih bisa tertidur dengan nyenyak hingga suara alarm di ponsel yang sudah ia atur tak juga membangunkannya.
Celine mengatur nafas saat mulai menaiki anak tangga, setengah berlari membuat nafasnya terengah-engah sekarang. Sampai diruang kelas, ternyata Dosen menakutkan itu sudah berada di dalam ruangan, padahal waktunya masih kurang tiga menit lagi.
Perlahan Celine membuka pintu, ruangan penuh terisi oleh mahasiswa namun suasana begitu hening, senyap. Saat Celine melangkah masuk, pandangan dosen tersebut langsung tertuju pada Celine dan anehnya, lelaki yang sedang berdiri di depan itu mengabaikan dan tetap membiarkan Celine masuk.
Duduk tepat di sebelah Viola, sahabatnya. Mereka tidak bisa mengobrol, semua percakapan akan mereka tuliskan melalui selembar kertas.
Satu jam berlalu, mata kuliah yang sangat membosankan, meskipun sang Dosen memiliki wajah yang cukup tampan dan menarik untuk di pandang terus menerus, namun bagi Celine tetaplah memosankan karena Pak Raymond atau yang akrab disapa Pak Ray itu sangatlah kaku saat mengajar. Tak ada timbal balik dan komunikasi kepada mahasiswa, sehingga menciptakan suasana yang hening dan mengakibatkan kantuk.
Mata kuliah selesai, setelah Ray meninggalkan ruang kelas, satu per satu para penghuni kelas keluar. Celine dan Viola masih bertahan ditempat mereka, "Kok lo bisa lolos sih tadi?" tanya Viola sambil menyerahkan catatan miliknya pada Celine.
"Gue juga nggak tau Vi, lagi beruntung kali ya gue."
"By the way, tugas lo gimana? lo belum nyerahin kan ke beliau?" pertanyaan Viola membuat Celine memukul keningnya.
"Ya ampun Vi, gue nggak nyentuh sama sekali itu tugas, sama sekali nggak ingat. Masalah datang bertubi-tubi." Seketika Celine langsung merasakan pusing. "Emang sih dia nggak maksa, tapi udah bisa di pastikan kalau nilai lo bakalan jelek Cel, beliau kan orangnya to the point. Dan gue juga ingat kata-kata beliau waktu awal pertemuan dulu, kalau kalian suka, kerjakan. Kalau tidak, silahkan tinggalkan." Celine menyadari, tak ada kata-kata yang salah dari Viola, semua yang dikatakan sahabatnya itu benar.
"Terus gue harus gimana dong Vi?"
"Itu tugas kan nggak sulit-sulit amat Cel, lo kerjain aja sekarang. Nah nanti sebelum pulang, lo serahin ke ruangannya."
Celine mengikuti saran Viola dan kini mereka berdua sedang berada di perpustakaan, Viola tetap setia menemani Celine meski mereka harus melewati makan siang, demi menyelamatkan nilai dari mata kuliah penting itu.
drt.... drt.... drt.... ponsel Celine di dalam sakunya terus bergetar, ia sudah tau siapa yang menghubunginya saat ini, sudah pasti sang penyelamat, karena saat ini, hanya lelaki itu yang mengetahui nomor barunya. Dengan berat hati Celine menolak panggilan tersebut, demi tugas ini selesai.
Pan, sorry nggak bisa angkat, gue lagi diperpus ngerjain tugas dan ini urgent banget. ntar gue hubungi lo.
Walau menolak panggilannya, Celine tetap menyempatkan mengirm pesan agar tak membuat lelaki itu khawatir.
"Cel, fokus dulu dong. Jangan main hape, waktu lo nggak banyak!!" Bisik Viola, Celine segera menjauhkan ponselnya dan melanjutkan apa yang sedang ia kerjakan.
Satu jam berlalu, tugas selesai, mereka berdua berjalan menuju ruangan Ray untuk menyerahkan tugas tersebut, namun sialnya lelaki dingin itu sudah tidak ada diruangannya. Terpaksa Celine meletakkan beberapa lembar kertas yang sudah ia beri nama itu di atas meja. Berharap usahanya tidak sia-sia.
"Vi, gue udah ganti nomor." segera ia lakukan panggilan ke nomor ponsel Viola. "Lah kenapa?"
"Gue kabur dari rumah, Vi. Gue nggak sanggup lagi, berlama-lama dirumah itu. Semenjak Ayah memaksakan perjodohan itu, dan gue nolak, rumah itu rasanya penuh kesengsaraan." Dengan mata berkaca-kaca, ia menjelaskan.
"Terus sekarang lo tinggal dimana? Lo yang sabar, sebisa mungkin gue mau kok bantuin lo, dan jangan sungkan-sungkan kalau butuh bantuan, oke?"
"Gue ngekos dan semuanya dibiayai sama Pandu, gue nggak ngerti kenapa tuh cowok baik banget sama gue. Makasih Vi, sekarang gue mau nyari kerjaan, buat nyambung hidup dan biaya kuliah."
"Pandu? wajarlah, dia kan sahabat lo dari kelas satu SMA. Ehm, jadi mau mulai nyari sekarang?"
"Rencananya iya, sebentar lagi Pandu jemput gue, lo ikut kan? sekalian kita makan."
"Hem, nggak deh Cel. Kalian berdua aja, gue nggak bisa."
"Loh kenapa? kita bertiga kan udah sering nongkrong bareng, Pandu kan udah jadi temen lo juga Vi. Ayolah!"
"Nggak, gue nggak bisa. Sorry."
Celine mengangkat bahunya, entah apa yang salah dengan Viola hari ini, tak seperti biasanya.
---------------
mohon dukungannya yak, pencet like 🤗 sama tinggalkan jejak. Makasih 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
follow ig @liza2219md
viola suka kah sam pandu
2022-03-09
0
nuri
viola naksir pandu....mungkin🤔
2022-02-09
0
🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫
2cwe 1cwo🤔🤔, biasanya cinta segitiga ,auahhh riweh😇😇
2022-01-08
0