Target

Sejak perbincangan tempo hari, Dira dan Anja semakin dekat. Bahkan beberapa kali, Anja mengajaknya untuk makan di kantin pada jam istirahat. Meski banyak cibiran dan juga penolakan dari banyak siswi yang merasa Dira tidak pantas berada di dekat Anja, kenyataan gadis itu tidak peduli. Dia menikmati kebersamaannya dengan Anja.

Anja juga tidak segan-segan untuk mengantarkan Dira pulang walau tidak sampai ke depan rumahnya, hanya sebatas gang besar. Alasannya hanya satu, dia tidak ingin mendatangkan masalah di rumah itu.

"Ini buat kamu," ucap Anja meletakkan beberapa butir baksonya di dalam mangkok Dira yang sontak membuat wajah gadis itu menengadah menatap Anja.

"Loh, kok dikasih sama aku semua. Kamu makan apa?" tanya Dira. Selama bersama Anja, Dira tidak perlu takut kelaparan lagi selama jam sekolah. Anja selalu mentraktirnya makan di kantin, atau membawakannya jajanan yang banyak.

Anja begitu baik dan perhatian padanya. Dia juga begitu sopan dan juga selalu bersikap lembut padanya, dan yang paling membuat Dira semakin salut pada Anja, dia mau berteman dengan Dira yang gadis paling miskin mungkin di sekolah itu.

Semua orang di sekolah juga tahu kalau Dira masuk ke sekolah itu juga karena jalur beasiswa jenis Charity. Yang khusus diperuntukkan oleh siswa yang berprestasi di beberapa sekolah undangan, lalu dites kembali agar bisa diterima di sekolah Bhinneka. Tes yang diberikan juga bukannya gampang, melebihi tes CPNS. Hanya tersedia bangku untuk lima orang, dan Dira ada diperingkat pertama saat itu.

"Aku udah kenyang lihat kamu makan. Lagi pula nanti biar kamu kuat kerjanya," jawab Anja tersenyum.

Duh, lihat deh, pria itu begitu tampan. Kadang Dira berpikir, apa mungkin Anja ini adalah reinkarnasi dewa Yunani yang digambarkan begitu tampan pada hikayat nya.

"Anja, kenapa sih kamu baik banget sama aku?" Akhirnya pertanyaan itu begitu saja terlontar dari bibir Dira. Dia tidak mau menjadi gadis naif, dia menyukai Anja, tapi dia cukup tahu diri, kalau Anja bintang, yang tidak mungkin dia gapai. Dira gak mau salah mengartikan maksud baik Anja.

Dia gadis normal yang terlebih belum pernah pacaran di usianya yang sudah 18 tahun itu, wajar kalau dia baperan dengan sikap baik Anja.

"Aku suka sama kamu, Dira. Aku mau kamu jadi pacarku," ucap Anja dengan tegas.

Dua siswa lainnya yang duduk tidak jauh dari meja mereka bisa mendengar dengan jelas perkataan Anja, sontak menoleh pada keduanya, dan lagi-lagi tatapan keberatan mereka berikan pada Dira.

Santer berita itu merebak di sekolah. Baik siswa dan guru mendengar kabar itu. Sudah bisa dipastikan banyak gadis-gadis di barisan sakit hati.

Perjuangan mereka demi mengambil perhatian dan juga hati Anja, kini harus kandas ditikung Dira, si gadis beasiswa!

Dira berulang kali memastikan kalau perkataan Anja itu bukan main-main. Pria itu sedang tidak lagi mengerjainya. Dan berulang kali juga, Anja akan menjawab kalau dia serius.

Semua seperti mimpi bagi Dira, kini statusnya meningkat drastis menjadi kekasih pria yang paling diminati di sekolah Bhinneka. Sang pangeran yang berkuda besi.

Keduanya semakin menempel. Kemana selalu bersama. Anja bahkan menjemput Dira di simpang rumahnya setiap pagi agar mereka bisa pergi ke seolah bersama.

Coba tebak, hal manis apa yang dilakukan Anja? Pria itu memberikan helm Winnie the Pooh untuk Dira. Walau tokoh kartun yang disukai gadis itu Doraemon, tapi tidak mengapa, apapun pemberian Anja, Dira suka.

Cintanya pada pria itu semakin besar, dan niatnya untuk bisa kuliah bersama Anja membuatnya semakin giat bekerja part time.

"Tapi kamu juga harus jaga kesehatan mu," ucap Anja membelai rambut Dira saat mengantar gadis itu ke tempat kerjanya. Perhatian dan tutur kata yang lembut dari Anja membuat Dira benar-benar terbuai.

"Aku pasti baik-baik aja. Makasih ya, Ja udah ngantar aku," ucap Dira sebelumnya masuk ke dalam toko Roti.

Semua kegiatan mereka tentu saja diperhatikan oleh seseorang. Dia perlu memastikan kalau korban yang akan dia bidik tidak salah. Dan setelah melihat semua yang dipertontonkan keduanya, Mika Angelo, musuh bebuyutan Harianja, bisa memastikan kalau sarapannya sudah tidak salah lagi.

Setelah memasuki Anja pergi, Mika dengan langkah gontai masuk ke dalam cafe sekaligus toko roti tempat Dira bekerja.

"Selamat datang," sapanya menyambut tamu pertama cafe itu. Ini terlalu dini untuk menerima kedatangan tamu, tapi namanya rejeki, mana mungkin ditolak. Lagi pula bosnya akan memberikan bonus besar pada karyawan yang omzet penjualan besar, melewati range yang ditentukan.

Dira terkejut, ketika berdiri tepat di depan Mika. Dia sangat ingat pria itu. Wajah yang selama dua Minggu lebih ini dia khawatirkan. Bagaimana pria itu bisa berada di sana? Apa dia ingin mengucapkan terima kasih dan kata maaf karena sudah pergi dari rumahnya tanpa mengatakan terima kasih?

"Ka-u... Kau di sini?" tanya Dira gagap. Namun, gadis itu segera bisa menguasai diri.

Wajah datar Mika hanya diam mengamati Dira. "Lo pelayan di sini? Buatin gue satu capuccino!" ucapnya tidak bersahabat, lalu memilih duduk di salah satu kursi kosong.

Dira masih berdiri di tempatnya. Memandangi wajah Mika. Dira gak salah mengenali orang, benar itu pria yang sudah dia tolong. Tapi yang membuat dahi Dira masih berkerut, mengapa pria itu tidak mengenalinya?

"Sampai berapa jam lagi lo akan berdiri di sana? Begini pelayanan cafe ini? Panggil bos Lo!" hardik Mika kejam. Seketika wajah bingung Dira berganti dengan mimik wajah kesal.

Dia benci lihat gaya Mika yang sombong dan merendahkannya sebagai pelayan cafe ini. Dira tidak ingin terkena masalah oleh bosnya, segera memutar tubuh masuk ke dalam, tidak berapa lama lagi segera keluar membawa segelas kopi yang dipesan Mika.

"Kau tidak mengenali ku?" tanya Dira memeluk nampan setelah meletakkan gelas Mika. Dia masih penasaran terhadap Mika yang lupa pada dirinya. Dia bukan ingin mencari nama karena sudah membantu, bukan sama sekali! Tapi setidaknya, Mika harusnya mengucapkan terima kasih. Bukankah begitu etika dalam hidup?

"Apa hebatnya Lo harus gue kenali? Gue tahu siapa Lo! Anak miskin yang dapat beasiswa di sekolah elite?" cemooh nya dengan santai. Dira bahkan bisa melihat sudut bibir Mika tersenyum mengejeknya.

Dira akhirnya menyadari kalau Mika tidak mengenalinya. Tapi kenapa itu bisa tahu kalau dirinya adalah siswa di sekolah elite itu?

"Kau juga bersekolah di sana?" tanya Dira memastikan kalau Mika juga siswa sekolah elite itu, kalau tidak berarti dia penguntit.

Mika merasa tersinggung karena Dira tidak mengenalinya sebagai siswa di SMA Bhinneka. Tidak ada seorang pun yang tidak mengenalinya. Biang kerok, murid buangan, penjahat sekolah, dan anggota mafia. Semua julukan ditujukan pada Mika, belum lagi sebagai ketua geng motor Black Davil .

Mika tidak menjawab, meletakkan selembar uang merah dia atas meja, lalu berdiri dari duduknya.

"Ini kembaliannya," ucap Dira berlari ke belakang meja kasir.

"Ambil buat Lo. Infaq buat Lo!"

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto Suro

Imam Sutoto Suro

good job thor lanjutkan

2023-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!