Dua Minggu sejak kejadian itu, Dira tidak lagi mengkhawatirkan Mika. Lagi punya dia memilik banyak hal yang harus dipikirkan.
Libur sudah usai. Dira harus masuk kembali ke sekolah. Tempat yang paling dia benci, tapi pada kenyataannya dia tidak bisa menghindar dari kewajibannya pergi ke sekolah.
Dia harus mendapatkan ijazah agar bisa bekerja untuk mengumpulkan uang agar dia bisa melanjutkan pendidikannya nanti.
Seperti biasa sebelum berangkat sekolah, pukul 05.00 pagi dia sudah bangun dan mempersiapkan segala keperluan semua orang yang ada di rumah itu, mulai dari sarapan, membersihkan rumah, menyiapkan pakaian kerja om Burhan dan juga seragam sekolah yang akan dikenakan oleh Lily yang seharusnya, melihat umur gadis itu sudah bisa menanggung jawabi dirinya sendiri. Toh, mereka seumuran, lantas mengapa hanya dia yang dibebankan untuk melakukan pekerjaan rumah?
Jawabannya sederhana, karena Lili adalah putri dari pemilik rumah itu, sementara dia hanyalah seorang yang dianggap sebagai pelayan.
"Kau sudah akan pergi?" hardik Tante Merlin yang baru saja bangun, menguap selebar-lebarnya hingga puluhan lalat mungkin bisa bersemayam di dalamnya.
"Iya, Tante. Semua sudah aku siapkan," jawab Dira menyandangkan tali tasnya.
"Kau mau pamer atau bagaimana? Gak usah berlagak sok hebat karena sudah memberesi rumah ini, itu sudah kewajiban mu! Anggap upahmu karena sudah dikasih tempat tinggal dan makan di rumah ini!" sambar Lily yang baru keluar dari kamar, menuju meja makan.
Dira hanya bisa diam, tidak bisa membantah apapun ucapan Lily. Dia memang dianggap pembantu di rumah ini, bedanya dengan pembantu lainnya, kalau mereka dia gaji, sementara Dira hanya diberi makan.
Padahal kenyataannya, uang orang tuanya lah yang mereka pakai untuk membeli rumah ini. Setelah kematian ibunya, Dira diasuh oleh Tante Merlin, adik tiri ibunya. Wanita itu mau menerima Dira karena memang punya niat terselubung, ingin menguasai harta peninggalan ibu Dira, salah satunya rumah mereka.
Rumah itu dijual oleh Tante Merlin untuk membeli rumah mereka yang sekarang. Jadi, seharusnya, Dira lah pemilik rumah itu. Sisa tabungan ibunya yang dia simpan untuk biaya sekolah Dira pun diambil oleh Tante Merlin dengan bujukan Burhan.
Namun, Dira sudah pasrah. Dia menjalani takdirnya. Hanya tinggal menunggu satu tahun lagi, maka dia akan tamat sekolah dan bisa meninggalkan rumah itu, mengejar cita-citanya.
"Bisa tidak kalian jangan ribut, kepalaku mau pecah!" hardik Tante Merlin menatap Dira dan Lily bergantian.
***
Dira selalu datang tepat waktu, bahkan kadang lebih cepat dari teman-temannya yang lain. Selain karena dia harus menghemat uang dengan hanya sekali naik angkot dan sisanya dia jalan hingga sampai ke sekolah, dia juga tidak ingin berlama-lama di rumah.
Tidak hanya tidak nyaman dengan sikap Tante Merlin dan juga Lily, tekanan mental juga dia dapat dari Burhan, pria pemalas dan tidak tahu diri itu selalu mencoba bersikap tidak senonoh padanya saat di belakang Tante Merlin. Sebisa mungkin Dira selalu menghindar untuk berada di rumah itu jika Burhan ada di sana.
Di koridor menuju kelasnya, dia melihat Harianja, mantan ketua OSIS yang sangat dikagumi semua makhluk bernama perempuan di sekolah itu.
Siswa tampan, pintar, bersahaja dan juga kaya raya. Bintang di langit Dira yang hanya bisa dipandang tanpa bisa diraih. Langkah kaki Dira melemah, tubuhnya bergetar hanya dengan melihat wajah Anja. Dira ingin berbelok, tapi tidak mungkin, pria itu sudah melihatnya.
"Pagi, Dira," sapa Anja setelah mereka berdua berpapasan.
"Pagi, juga Ja. Kamu datang kepagian juga?" jawab Dira tersenyum semanis mungkin walau kenyataannya terlihat kaku.
"Senyum mu kaku, jadi jelek. Padahal aku sering melihatmu tersenyum, bahkan tertawa lepas, dan kau sangat cantik kalau tersenyum," jawab Anja yang membuat Dira hampir pingsan. Berarti pria itu sering mengamatinya. Bolehlah perasaan dia melambung, dia sama sekali tidak menyangka kalau sekelas Anja memperhatikannya. Dia memang pernah beberapa kali ikut lomba olimpiade sains bersama Anja mewakili sekolah mereka.
Keduanya asyik ngobrol di taman belakang sekolah, jauh dari pandangan siswa lain. "Udah lama aku ingin mengajak mu bicara, tapi takut kau menolak," ucap Anja tersenyum. Tampak pria itu gugup, tapi berusaha untuk menutupinya.
Dira kembali melambung. Mimpi apa dia semalam hingga dia bisa mendapat keajaiban pagi ini. Atau, kebaikan apa yang sudah dia lakukan sebelumnya, hingga Anja benar-benar mengajaknya bicara dan bersikap sangat manis.
Tiba-tiba dia ingat dengan dengan pria yang sudah dia tolong dua Minggu lalu. Apa mungkin karena dia menolong pria itu? Tapi ngomong-ngomong soal pria itu, dia sedikit kesal. Pria itu tidak beradab, sudah ditolong, malah pergi diam-diam.
Pikiran Dira melayang jauh pada sosok pria yang dia tolong. Perawakannya begitu familiar, tapi semakin lama dia mencoba mengingat, dia tidak mendapatkan gambarannya.
"Hey, aku masih di sini dan kau sudah memikirkan pria lain," goda Anja yang menarik Dira ke alam nyata. Gadis itu tersenyum malu atas sikapnya yang tidak sopan karena sudah mengabaikan Anja. Keduanya kembali melanjutkan cerita mereka, tampak terawat bersama dan senyum malu-malu.
Tanpa disadari keduanya, sepasang mata setajam elang sedang menatap tajam ke arah mereka. Penuh kebencian dan rasa jijik, terlebih pada sosok Anja.
"Jadi, itu gebetan baru Lo. Oke, tampaknya sekarang gue punya mainan baru setelah kembali dari cuti selama ini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
lanjut thor seruuuu
2023-05-30
0