Aku kembali ke pabrik meski sebenarnya kondisinya belum membaik. Bu Mega meminta bertemu. Semula aku berpikir akan diberhentikan karena memang kondisi kesehatannya belum membaik, bahkan dokter menyatakan harus menjalani operasi. Sebenarnya, aku sendiri belum siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi, misalnya dipecat. Namun, menunggu dengan segala tanya rasanya lebih tidak nyaman. Makanya ku putuskan menemui Bu Mega secepatnya. Lebih baik tahu di awal agar bisa mempersiapkan diri sebaik mungkin.
"Saya sudah membaca hasil pemeriksaan kamu yang dikirim pihak rumah sakit " kata Bu Mega. Aku memang direkomendasikan menjalani pemeriksaan di rumah sakit utama, masih satu bagian dengan pabrik tempatku bekerja, bagian dari utama grup. "Dan pihak redaksi meminta agar kamu menjalankan pengobatan terlebih dahulu. Silakan menjalankan operasi dan pemulihan sampai kondisi kamu membaik." Kata Bu Mega.
"Jadi saya ... diberhentikan, Bu?" Tanyaku, ragu-ragu.
"Nggak Ris, kamu tetap bisa kembali bekerja di pabrik setelah kondisi kamu membaik." Kata Bu Mega lagi. Meski begitu tak membuatku lebih tenang sebab tidak masuk kerja meski gak dipecat sama saja tak mendapatkan gaji. Lalu bagaimana aku bisa menjalankan hidup, membiayai biaya sehari-hari dan juga biaya berobat yang ku yakini tidak sedikit. "Rissa, perusahaan sudah memutuskan kalau kamu akan mendapatkan cuti dalam tanggungan."
"Cuti dalam tanggungan itu maksudnya bagaimana, Bu?"
"Kamu boleh tidak masuk kerja sampai selesai pengobatan, tetapi kamu tetap mendapatkan gaji dan tunjangan untuk pengobatan. Jadi, mulai hari ini kamu harus fokus untuk pengobatan hingga puluh. Tolong ikuti semua anjuran dokter, jangan khawatir dengan biayanya karena semuanya akan dibayar perusahaan. Satu lagi, kamu juga harus banyak makan makanan bergizi dan vitamin. Semua sudah dibayarkan dalam tunjangan kesehatan, setiap bulannya akan dikirim bersama dengan gaji." Bu Mega menyerahkan slip tunjangan yang sudah ditransfer ke rekeningku. Melihat nominalnya membuatku nyaris melonjak. Sepuluh kali lipat gajiku. Apa ini benar? Aku sampai mengucek mata berulang kali. "Oh ya, selama menjalani pengobatan ini, kami akan meminta bantuan Tari, ia teman kamu yang tinggal di kosan yang sama dengan kamu, kan? Ia mulai sekarang akan ditugaskan untuk menjaga kamu, setiap pekan akan ada intensif tambahan sebagai imbalan untuknya yang merawat kamu."
Ini benar-benar seperti berkah. Aku bisa istirahat dan menjalani pengobatan dengan tenang sebab selama menjalaninya akan tetap mendapatkan gaji. Yang lebih menyenangkan lagi, Tari pun mendapatkan bagian.
Selesai bertemu Bu Mega, aku buru-buru keluar, Tari sudah menunggu. Kami sama-sama memeriksa intensif yang diberi perusahaan. Benar saja, sepuluh kali lipat gaji telah masuk ke rekening untuk biaya makan dan vitamin yang aku yakin tak sampai segini. Sementara Tari sendiri mendapatkan satu kali gaji setiap pekannya. sama seperti aku, ia pun bersyukur sekali.
"Maafkan aku Ris, bukannya aku bahagia dengan sakit yang menimpamu. Jujur aku sedih, Ris. Aku kasihan padamu. Tapi ini seperti berkah juga. Dengan kamu sakit maka aku bisa mendapatkan tambahan gaji. Empat kali lipat dari gaji biasa setiap bulannya. Maafkan aku ya Ris. Tapi ini benar-benar membantu perekonomian keluarga ku, apalagi adikku akan masuk SMA. Aku benar-benar terbantu, Ris. Apalagi aku tak perlu masuk kerja. Ya Allah," ia memelukku dengan mata berkaca-kaca.
Akupun sebenarnya merasa bersyukur meski benar yang dikatakan Tari. Sikat tapi ada untungnya juga. Mungkin kami tak akan pernah merasa semua ini jika aku tak sakit. Rencananya aku akan membayarkan lunas hutang kosan selama tiga bulan dan untuk satu tahun kedepannya agar aku tenang karena uang kosan aman.
"Sekarang ayo kita rayakan keberkahan ini." Kataku.
"Rayakan bagaimana?" Tanya Tari.
"Bagaimana kalau kita ke mall. Kamu pernah bilang pengen merasakan seperti orang-orang, main ke mall, keliling -keliling, lalu nonton di bioskop." Kataku
"Wah, boleh juga. Dua tahun bekerja aku belum pernah nonton, semua gaji dikirim ke kampung, hanya sisa untuk bayar kos dan makan seadanya. Masuk mall saja belum pernah. Padahal sudah dua tahun di sini. Sekarang biar aku yang traktir, ayo kita nonton dan makan di mall!" Ajak Tari yang begitu bersemangat. "Kita perlu bersenang-senang agar imun kita naik, siapa tahu dengan begitu maka kamu bisa cepat sembuh Ris." Kata Tari lagi.
Untuk pertama kalinya kami berdua ke mall. Berkeliling outlet tanpa membeli apapun. Setelah itu kami lanjut nonton film. Tak lupa membeli popcorn dan minuman. Usai nonton, kami makan ayam goreng. Semuanya Tari yang traktir. Sebenarnya aku menolak, menawarkan agar bagi dua saja, tetapi Tari memaksa sebab ia ingin berterima kasih karena aku ia mendapatkan semua ini.
"Kamu pernah berpikir nggak sih Ris, bagaimana kehidupan nantinya? Aku, kadang kalau teramat lelah harus kerja dari pagi sampai malam kadang berpikir ingin punya pacar kaya raya. Enggak apa-apa nggak ganteng karena aku juga enggak cantik. Tapi sayang sampai sekarang tak ada satupun lelaki kaya raya yang datang menawarkan cinta. Berbeda dengan kamu yang bahkan para manager pun tergila-gila padamu, tapi aku malah ditaksir satpam di pabrik. Sama saja, tetap hidup susah." Kata Tari, sambil makan.
"Bagaimana aku bisa berharap punya pasangan kata raya sementara hidupku sedang diuji seperti ini. Laki-laki mana yang mau dengan perempuan penyakitan. Mas Fian yang sudah lima tahun saja kabur." Kataku, dengan wajah ditekuk.
"Si Fian kan memang parasit, Ris. Dia cuma mau morotin kamu, kalau saja ia tahu kamu mendapatkan uang sebanyak itu dari pabrik, aku sangat yakin ia akan kembali padamu. Tapi ingat Ris, kamu nggak boleh balikan sama dia karena aku nggak suka. Laki-laki sejahat itu nggak pantas mendapatkan kamu. Aku sangat yakin kamu bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik lagi. Kamu sabar saja." Nasihat Tari. "Nanti akan aku bantu kamu mendapatkan laki-laki yang pantas untuk kamu."
"Bagaimana caranya? kamu kan sama seperti aku, jarang bergaul. Hari-hari hanya bekerja dan bekerja. Jangan bilang mau nyomblangin aku sama manager di pabrik, mereka pasti sudah tahu sakit yang aku derita. Laki-laki normal nggak akan mau sama perempuan penyakitan, mereka akan mencari perempuan yang sehat." kataku.
"Ris, kamu sabar ya. Aku sangat yakin entah itu kapan kamu akan sehat. Jadi bersabar ya." pinta Tari.
Entahlah, bagaimana akhir dari semua cerita ini, yang jelas aku harus bertahan hidup. Entah apapun caranya. Selama ini aku sendiri sampai nanti aku gak ingin sendiri, makanya aku bertahan demi bisa merasakan kebahagiaan meski itu hanya sesaat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
RACHMAH PARAUDDIN
semua hal yg terjd Allah swt sdh rencanakan dàn di balik ke susahan pasti ada kebahagiaan, itulah hikmahnya /Good//Grin/
2024-08-06
0