“BARU kali ini gue lihat ada orang ling-lung begitu dapet kerjaan baru.”
Celetukan Shia datang bukan tanpa alasan. Selepas sesi wawancara bersama Ishaan, Agni malah was-was memikirkan profesi barunya: asisten pribadi. Memori Agni terus memutar ulang sesi tanya-jawab yang berlangsung singkat sekaligus terasa seperti berabad-abad.
“Ya abisnya gue bingung. Prosesnya secepat itu ya kalau pakai jalur… alternatif?” Agni mencocol kentang gorengnya pada saus sambal. “Terus gue kira dia bakal rekrut gue sebagai sekretaris, eh ternyata dia butuh asisten pribadi. Makin ke mana-mana gue mikirnya.”
“Kayaknya asisten sama sekretaris hampir sama, deh.”
“Beda, tahuuu. Sekretaris biasanya cuma ngurus dokumen sama jadwal di kantor. Kalau asisten bisa sampai ngurus kebutuhan pribadi atasan,” Agni menjelaskan.
Shia manggut-manggut. “Jadi, yang bikin lo bingung apaan, Ni? Kalian udah deal, bulan depan lo cabut dari sini. Mana bakal diajak trip ke Eropa. Lo lagi beruntung banget.”
Pipi Agni memanas memikirkan obrolan singkat menjelang akhir wawancara. Seketika benaknya menayangkan potongan adegan itu dalam ingatannya. Ishaan yang tampak puas melihat Agni menguasai table manner selama makan siang. Selain itu, tak ada masalah dalam jumlah gaji.
Sebelum menutup pertemuan, Ishaan mengajukan pertanyaan terakhir pada Agni,
“Ada yang ingin kamu tanyakan tentang pekerjaan atau hal lain terkait posisimu?”
Walau Ishaan bersikap sopan dan mampu membuatnya nyaman, Agni tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa pekerjaan ini didapatkan lewat jalur yang tak biasa. Bagaimana kalau nanti Ishaan meminta servis lebih?
“Atau perlu aku kirim draf kontraknya sekarang supaya bisa kamu pelajari sebelum resmi tanda tangan?” Ishaan bertanya lagi.
“Tidak perlu, Pak. Saya—” Agni menelan ludah “—saya ingin tahu, apa, umh, apa Bapak butuh servis plus plus dari saya?”
Shia hampir melepas tawa keras saat mendengar cerita Agni. Sementara Agni langsung membungkam mulut sahabatnya sebelum tawanya menarik perhatian pengunjung restoran sore itu.
“Agni, ya ampun….” Shia menunduk sambil terkekeh. “Kepikiran lo tanya begitu. Kan udah gue bilang, jalur lewat Micah jarang banget pakai servis tambahan. Atasan lo bukan om-om jelalatan pula. Aman lah.”
“Niat orang siapa yang tahu.” Syukurnya, respons Ishaan tak membuat Agni semakin malu. Pria berusia 29 tahun itu menggeleng dan meminta Agni untuk membaca kontrak sebelum teken tanda tangan. “Capek nih, gue balik ke kontrakan dulu, ya. Sekalian baca kontrak kerja.”
“Bentar, bentar.” Sang sahabat menahan tangan Agni, lalu mencondongkan tubuh untuk berbisik padanya, “Lo dapet gaji berapa selama jadi asisten?”
Agni celingak-celinguk sebelum membalas, “Lima puluh juta.”
Shia terkesiap. “Per bulan?”
“Enggaklah, selama tiga bulan itu.” Jumlah yang fantastis bagi Agni, padahal dia hanya butuh sekitar dua puluh juta untuk memenuhi semua kebutuhannya sampai wisuda. “Gue sekalian pesen chicken wings, dong. Buat makan malam.”
Sembari menunggu Shia menyiapkan pesanannya, Agni mengecek kontrak yang dikirimkan Ishaan ke email. Bersama dokumen tersebut, Ishaan juga memintanya menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan buat pengajuan pembuatan paspor dan visa.
Tolong save juga nomorku, begitu bunyi kalimat yang Ishaan tulis, diikuti sederet angka yang langsung Agni salin ke kontak ponselnya.
Hatinya berdebar. Rasanya baru kemarin perempuan yang dulu Agni panggil ibu mengusirnya dari rumah dan nyaris membuatnya jadi gelandangan. Rumah yang semestinya menjadi hak Agni. Kini, dalam hitungan minggu, dia akan menjelajahi daratan Eropa yang selama ini hanya bisa dia lihat melalui foto dan video.
Semoga, semoga saja pekerjaan ini menjadi pintu dari berbagai kemudahan dan kelancaran yang mendiang ayahnya selalu doakan bagi Agni.
*
Ishaan sedang mencermati CV para pelamar kerja saat pintu ruangannya terbuka. Di ambang pintu, Tanisha merentangan tangan, lalu memberikannya pelukan singkat.
“Sibuk banget, Pak Bos.” Sang kakak menyeduh kopi dari coffee maker di sudut ruangan yang menghadap jendela. “Gimana calon sekretaris yang kurekomendasikan ke HRD, sesuai sama kriteria, kan?”
“Rekomendasi apa kalau ujung-ujungnya aku terima dia tanpa seleksi,” celetuk Ishaan yang dibalas toyoran dari Tanisha. “Iya, iya, makasih, Mbak. Pengalaman kerja sama skill-nya cocok, tapi dia tetap harus ikut prosedur HRD.”
“Enggak apa-apa, namanya juga formalitas. Kalau ada sekretaris, kamu enggak bakal punya alasan mangkir dari pernikahanku gara-gara sibuk kerja,” ujar Tanisha. Sudah Ishaan duga, kakaknya akan melakukan berbagai cara agar dia terlibat dalam acara keluarga yang melelahkan.
Ishaan menutup folder berisi CV pelamar kerja di laptop. Sebentar lagi jam makan siang. “Mbak mau ikut aku lunch di kantin?
“Aku udah pesan makanan dari restoran favorit Dareen, kamu tunggu aja—” Dentingan dari ponsel mengalihkan perhatian Tanisha. “Panjang umur, udah nyampe. Aku ambil dulu di lobi.”
Ishaan beranjak dari kursi, lalu meregangkan tubuh sambil mengamati gedung-gedung tinggi yang menghiasi langit Jakarta. Sebulan lagi, pemandangan ini akan berganti pegunungan di Swis atau reruntuhan kuil di Yunani. Eropa bukan hanya jadi inspirasi utama bagi pekerjaannya. Benua itu sudah Ishaan anggap sebagai rumah kedua untuk beberapa alasan.
Giliran ponselnya yang berdenting. Pesan dari nomor tak dikenal.
Selamat siang, Pak. Ini nomor saya, Agni.
Akhirnya setelah menunggu sejak kemarin sore, Agni mengirimkan nomor teleponnya. Ishaan menyimpan kontak tersebut, lalu mengetikkan balasan, Kamu sudah pelajari kontraknya?
Tak sampai dua menit, Agni membalas, Sudah. Dokumen visa dan paspor sedang disiapkan. Kapan saya bisa bertemu Bapak di kantor?
“Siapa yang mau makan nasi hainan?” Ishaan buru-buru meletakkan ponsel saat Tansiha kembali bersama sekantung besar chinese food. “Pengin makan enak, tapi enggak boleh yang cepat bikin gemuk. Untung temenku kasih ide buat makan ini.”
“Badan Mbak perasaan langsing. Mau turun berapa kilo lagi?” Ishaan tak paham dengan kebiasaan beberapa perempuan yang rela diet supaya tubuhnya muat saat mengenakan gaun pengantin. “Kalau makannya terus dibatasi, nanti malah cepat capek, terus enggak fit pas resepsi.”
“Dareen ikutan diet, kok.” Tanisha menyerahkan nasi hainan jatah Ishaan. “Nanti kalau kamu nikah pasti bakal ngerti sama pengorbanan-pengorbanan ini.”
Kakak beradik Marlon itu lantas menyantap makan siang sambil membahas topik lain. Meski Tanisha kadang bikin repot dan senewen, Ishaan tak menyangkal kalau dia akan merindukan perempuan yang telah menemaninya sejak kecil itu.
“Aku pergi dulu, ya. Mau ke butik buat fitting gaun, terus ke vendor suvenir sama Dareen sekalian dinner romantis.” Binar kebahagiaan dari mata Tanisha begitu kontras dari kecemasannya saat curhat pada Ishaan tempo hari. “Kamu juga jangan terlalu capek. Bisa makin keteteran kerjaannya..”
“Siap, Mbakku yang bawel.” Ishaan mengaduh kala Tanisha menoyornya lagi.
“Oh, satu lagi.” Kali ini, Tanisha terlihat ragu sebelum melanjutkan, “Nanti kalau kamu mampir ke tempat Mama, titip salam. Maaf aku belum bisa ke sana.”
Ishaan mengangguk, lalu membukakan pintu untuk Tanisha. Hubungan Tanisha dengan sang ibu memang kurang baik, terutama sejak ayah mereka meninggal. Akan tetapi, dari cara Tanisha bicara, Ishaan tahu sang kakak sangat merindukan ibunya.
Ruang kerja kembali hening selepas kepergian Tanisha. Saat hendak membalas pesan Agni, pria itu memikirkan frekuensi kedatangan sang kakak ke kantor. Bagaimanapun, Tanisha tak boleh tahu kalau dia merekrut asisten pribadi. Apalagi kalau asistennya perempuan.
Meminta Agni menemuinya di kantor jelas kurang aman. Apa Ishaan perlu reservasi tempat lagi di restoran? Namun, dokumen-dokumen penting yang Agni bawa bisa saja basah atau kotor terkena makanan. Hotel? Ah, nanti Agni malah menanyakan hal aneh seperti pada pertemuan kemarin.
Ishaan termenung saat dia menerima pesan Micah yang menanyakan kabar bartender di club malam mereka.
Sebuah ide mendadak mencuat dalam benaknya.
Agni mungkin akan berpikir macam-macam saat Ishaan memintanya bertemu di tempat itu. Namun, hanya opsi ini yang bisa Ishaan ambil demi menyembunyikan rahasianya dari Tanisha.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
ig: pocipan_pocipan
mampir jg ya
di senggol cinta preman pasar
2023-06-30
1
it's me_vibe
yey mampir nih, ceritanya bagus🙆
2023-06-22
1
Susi Sidi
kenapa gak terbuka aja sih ma kk nya.. biar jadi mulus kerjaannya.. 😪
2023-05-08
1