Lio hanya bisa melongo tak percaya dengan ucapan dari salah satu dari bapak-bapak itu kalau disini akan susah mendapatkan sinyal jaringan internet. Atau mungkin saja sinyal operator untuk telfon dan berkirim pesan harus membutuhkan usaha yang besar. Bahkan disini jarang ada yang memiliki ponsel karena belum adanya tower yang membantu mendapatkan sinyal operator.
"Gimana aku bisa menghubungi yang lainnya kalau tersesat disini? Bisa-bisa aku nggak bisa pulang ke kota ini" gumam Lio.
"Untuk sementara Mas Lio tinggal disini dulu. Kalau mau ke kota nanti kesananya bisa menumpang pada truk pengangkut sayur yang setiap satu bulan sekali kesana" ucap bapak itu memberi saran.
Tadi mereka sudah sempat berkenalan sehingga orang disana sudah tahu masing-masing namanya. Bahkan Lio sudah tahu jika perempuan yang menolongnya dan membantunya agar mendapatkan bantuan dari warga sekitar bernama Ratu. Bapak-bapak tadi juga memberitahunya sedikit informasi mengenai latar belakang Ratu.
Mendengar latar belakang Ratu dan bagaimana taatnya gadis itu dalam ibadah membuatnya minder. Bahkan ia sedikit tersadar jika selama ini sudah sangat jauh dari Tuhan terlebih waktunya selama hidup terasa sia-sia. Hidupnya hanya dihabiskannya di jalanan, namun hal yang patut ia syukuri adalah ia mendapatkan keluarga baru dari kebobrokannya itu.
"Kira-kira truknya akan ke kota kapan ya, pak? Kan saya disana juga ninggalin sekolah, mana ini nggak bisa hubungi teman-teman saya" tanya Lio sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
Sepertinya ia tak mungkin untuk kembali ke kota sendirian karena akan rawan kata bapak-bapak disana. Terlebih jalannya yang memang berbelok-belok sehingga akan susah jika harus memberikan arahan. Mau tak mau Lio harus tinggal sementara di desa itu sampai dirinya bisa mengikuti truk pengangkut sayur ke kota.
"Mungkin awal bulan depan. Nanti saya tanyakan lagi pada orang yang biasanya antar sayur ke kota" ucap bapak itu.
Akhirnya Lio akan tinggal di desa itu selama sebulan ke depan. Ustadzah Siti dan Ratu langsung saja mengajak Lio untuk ke rumah kontrakan yang akan ditinggali oleh laki-laki itu. Beruntung uang hasil balapannya semalam dalam bentuk cash sehingga ia tak perlu kesusahan mencari ATM untuk membayar biaya kontrakan.
Sebelum menuju kontrakan, mereka bertiga berjalan untuk mengambil motor yang semalam ditinggalkan oleh Lio. Sesampainya di tempat sepeda motor Lio, ternyata kendaraan itu sudah dikerumuni oleh ibu-ibu dan para pemuda desa. Mungkin mereka begitu takjub dengan adanya motor besar yang biasanya hanya mereka lihat di tayangan TV yang ada di balai desa.
Lio yang akan mengambil sepeda motornya menjadi kikuk dan tak enak hati jika harus membelah kerumunan. Pasalnya ia hanyalah orang baru disini, terlebih sekarang ia bagaikan orang asing di desa ini. Ia yang biasanya dengan berani langsung membentak bahkan menyuruh seseorang, langsung ciut nyali. Terlebih jika disini ia membuat ulah pastinya akan di keroyok satu desa.
"Maaf ibu-ibu, mas, dan adik-adik sekalian... Tolong minggir dulu ya, yang punya sepeda motor mau ngambil" ucap Ratu dengan senyuman manisnya.
Deg...
Melihat senyuman manisnya membuat Lio merasa terpaku. Senyuman manis dan terkesan tulus itu membuat hati Lio seketika bergetar. Baru kali ini ia melihat ada seorang gadis yang tersenyum kepada semua orang dengan tulusnya. Pasalnya selama ini orang-orang akan baik padanya dan tersenyum karena ada maunya saja.
"Ingat Lio, disini kau hanya satu bulan. Jangan sampai kau menggores luka atau melakukan hal yang tidak-tidak pada gadis di desa ini. Setidaknya satu bulan ini kau insyaflah dulu dari kehidupanmu di kota" batin Lio bergejolak.
Akhirnya semua warga yang sedang berkerumun di dekat sepeda motor milik Lio itu langsung menyingkir setelah mendengar teguran halus dari seorang gadis yang mereka kenali. Lio segera berjalan kearah motornya kemudian menuntunnya mengikuti kedua wanita itu ke rumah kontrakan.
"Ini rumahnya. Maaf kalau tak sesuai dengan apa yang kamu pikirkan atau biasa kau tinggali" ucap Ratu tak enak hati.
Pasalnya raut wajah Lio juga terlihat agak aneh saat melihat rumah yang ada didepannya ini. Rumah kecil dengan dua kamar, dapur yang bergabung dengan ruang makan, kamar mandi, dan ruang tamu. Berbeda sekali dengan rumahnya di kota yang penuh dengan kemewahan.
"Em... Tak apa, aku bisa tinggal dimana saja" ucap Lio canggung.
Mengerti jika desa ini memang belumlah maju seperti di kota, ia mencoba memaklumi. Yang terpenting baginya bisa istirahat lebih dulu dan ada tempat singgah untuknya dari panas dan hujan. Lio pun segera memberikan uang sewa kontrakan itu kepada Ustadzah Siti karena memang rumah ini adalah miliknya.
"Kalau butuh apa-apa, kamu bisa datang ke rumah saya yang ada disamping kontrakan ini. Atau tidak ke rumah Ratu, yang hanya selang dua rumah dari kontrakan ini" ucap Ustadzah Siti sambil menunjuk sebuah rumah tak jauh dari kontrakannya.
Lio menganggukkan kepalanya mengerti dengan ucapan dari Ustadzah Siti. Setelah selesai dengan transaksi itu, Ustadzah Siti dan Ratu memilih untuk pergi dari kontrakan Lio. Ratu pun sedari tadi menunduk karena ia tak berani terlalu lama menatap laki-laki yang bukan mahramnya. Bahkan Ratu jarang mau berbicara, benar-benar definisi istri idaman bagi Lio.
Lio merutuki pikirannya tentang Ratu yang akan menjadi istri idamannya setelah melihat kepergian dua perempuan beda usia itu. Setelahnya ia lebih memilih masuk kedalam rumah kontrakannya.
"Astaga... Gue nggak punya baju ganti" pekiknya.
Ia ingin sekali mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih mulutnya masih bau minuman keras yang cukup menyengat. Mungkin warga tadi yang bertemu dengannya juga mencium bau tidak enak ini membuatnya akan semakin canggung. Terlebih tadi sepertinya warga disini banyak yang berotak lurus tak seperti dirinya yang banyak belokan dan tikungan tajamnya.
Lio pun akhirnya memilih mencuci mukanya terlebih dahulu walaupun harus hati-hati karena terkena sedikit air saja sudah terasa nyerinya. Setelah selesai bebersih, Lio memilih untuk merebahkan dirinya diatas kasur tipis yang ada di kontrakannya.
"Sepertinya tinggal sebulan disini akan membuat badan gue rontok semua. Kasur apa setipis ini? Ini mah kalau di kota udah dibuang kali" kesal Lio.
Karena tak bisa tidur dengan menggunakan kasur tipis itu, akhirnya ia lebih memilih untuk mengotak-atik ponselnya. Ia mencoba untuk mencari sinyal operator demi bisa menghubungi salah satu temannya. Ia tak ingin dengan kepergiannya ini malah menimbulkan masalah di kota terutama geng motornya.
Musuhnya pun jika tahu dirinya menghilang pasti akan langsung mengincar teman-temannya. Ia tak ingin jika teman-temannya nanti terluka akibat kecerobohannya.
"Sialan... Kaya hidup di hutan ini mah" kesal Lio yang tak mendapatkan sinyal apapun disini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Endang Werdiningsih
motor tinggal diisi bensin dan coba ngajak oenuda desa pergi ke kota kecamatan barangkaki disana ada sinyal itu solusi'a...
ga mungkin jg kan didesa itu ga ada yg jual bensin
2023-07-21
0