Nadine dan Yuda serta anak mereka baru saja sampai di tempat saudara Yuda yang sedang mengadakan pesta.
Mereka sudah lebih dulu pergi ke rumah orang tua Yuda dan menaruh barang-barang di sana. Rencananya, setelah pesta, mereka akan jalan-jalan bersama keluarga Yuda selama di sini.
Pesta itu terlihat sangat meriah dan banyak sekali orang yang datang. Kebanyakan adalah penduduk yang ada di daerah itu dan sangat kenal dengan Yuda.
Mereka pun duduk dan makan bersama dalam satu meja.
"Itu istrimu, ya, Yud? Makin cantik aja," ucap Bayu yang merupakan teman lama Yuda. Dia sedang memandangi Nadine yang tengah mengobrol dengan sepupu Yuda sambil menyuapi anaknya makan. Nadine menggunakan gamis mahal dan hijab yang sangat anggun. Make up-nya juga sangat bagus karena sebelum ke sini, Nadine diajak ke salon agar semua orang takjub padanya dan menganggap bahwa Yuda sudah sukses menjadi seorang suami.
"Cantik, dong. Kan gue modalin buat dandan." Yuda tersenyum sambil membanggakan dirinya.
"Nggak juga sih, Nadine memang cantik sejak lahir. Emaknya aja katanya waktu muda cantik banget."
"Nggak ada hubungannya, lah. Justru sejak nikah sama gue, Nadine jadi jauh lebih cantik." Yuda menepis pendapat mereka. Dia sama sekali tak suka jika sang istri dikaitkan dengan sang ibu.
"Ya justru ada hubungannya lah. Kalau bukan karena emaknya, pasti jodoh lu nggak akan ada di dunia ini."
"Tetap aja dia jauh lebih bahagia ketika jadi istri gue. Segala keperluannya gue penuhin. Apa aja yang dia mau pasti gue beliin."
"Lu masih dendam sama mertua lu, ya, Yud?" tanya Deny yang sedari tadi mendengar obrolan antara Yuda dan Bayu.
"Kok lu ngomongnya gitu, sih, Den?" tanya Yuda dengan tatapan tak suka.
"Ya gue kan cuma tanya aja. Kalo nggak bener ngapain lu marah." Deny malah aneh melihat sikap Yuda yang langsung tersinggung.
"Ngapain juga gue dendam sama mertua gue."
"Ya siapa tau aja. Soalnya kok gue ngeliatnya lu kayak mau misahin bini lu sama keluarganya."
"Dari segi apa lu sampai menganggap gue kayak gitu?"
"Gak tau juga sih bener atau enggak, tapi kalo gue liat, tiap lu datang ke sini, lu jarang ke rumah mertua lu. Sekalipun ke sana, pagi pergi, sore pulang. Lu nungguin istri lu, ya? Bucin banget, lu takut istri lu dilirik orang, padahal di rumah emaknya."
"Ya terus kalo nggak gue tungguin, gue harus kemana, dong? Gue kan gak kenal tetangganya."
"Lu bukan nggak mau kenal, Yud. Lu itu sombong. Istri lu sodaranya banyak lho yang seumuran sama lu. Tapi lu nggak mau minimal datang ke sana silaturahmi. Lu maunya disamperin, ya?"
"Eh, lu kok malah ceramahin gue. Lagian lu sok tau banget."
"Ya taulah, pacar gue kan tetangga mertua lu. Termasuk akrab banget malah. Dia tau kok apa yang lu lakuin di rumah itu. Dia aja eneg liat lu duduk nungguin istri lu di rumah emaknya. Lu nggak mikir apa, kalo istri lu tuh pasti butuh waktu ngobrol berdua. Tapi lu nggak mau ngasih kesempatan itu."
"Eh, Den, lu jangan cari perkara deh, sama gue. Oh, jadi si Maya itu pacar lu? Bilangin sama pacar lu, kalau jadi orang jangan Cepu! Mending urusin aja urusan kalian yang nggak nikah-nikah."
"Tenang aja, bentar lagi kita nikah, kok. Dan gue pastiin gue nggak akan misahin istri gue dari keluarganya. Memang, kalo kita miskin, berat hati orang tua ngelepas anaknya. Tapi, orang tua mana sih yang mau anaknya hidup susah. Makanya gue buktiin kalau gue bisa. Sekarang, gue udah punya usaha yang lumayan dan meyakinkan calon mertua gue buat nerima gue." Deny menjelaskan panjang lebar. Sebenarnya, ini tak sepenuhnya keinginannya. Tapi, ini juga pesan dari ibu Nadine. Jika bertemu dengan Yuda, Deny diminta untuk menasihatinya agar tak memisahkan Nadine dari orang tuanya.
"Lu nggak ngerasain waktu pacar lu dijodoh-jodohkan sama orang waktu gue mati-matian cari duit di negara orang."
"Menurut lu, kenapa orang tuanya kayak gitu? Lu nggak istropeksi diri?"
"Ya karena gue miskin!"
"Lu sendiri, deh. Punya anak perempuan. Lu sekolahin tinggi-tinggi sampe habis puluhan bahkan ratusan juta. Di rumah diperlakukan kayak ratu. Segala keinginannya terpenuhi. Terus, calon suaminya mau ngajak hidup susah? Mau ngajak sengsara? Lu mau nggak anak lu digituin?"
Yuda terdiam mendengar ucapan Deny. Dalam hati kecilnya, mana mungkin dia membiarkan anaknya diajak hidup susah sementara dia berusaha memberikan yang terbaik untuk sang anak.
"Lu nggak usah ikut campur urusan gue!"
"Eh, udahlah, jangan berantem. Ketemu jarang kok sekali jumpa malah berantem." Bayu berusaha menengahi ketegangan di antara kedua temannya itu.
"Ya udah, gue pergi. Memang dari dulu gue sama dia kan selalu beda pendapat. Lu berdua ngobrol aja." Deny langsung pergi meninggalkan mereka dan bergabung dengan bapak-bapak.
"Ya kayak gitu kalau temennya bapak-bapak." Yuda menatap Deny dengan tatapan sinis.
"Deny kan orangnya memang ramah dan humble. Sama siapa aja nyambung. Sama emak-emak juga nyambung."
"Jadi maksud lu gue nggak ramah dan nggak nyambung?"
"Lu sendiri yang bilang, bukan gue. Gue kan cuma bilang sikap Deny, bukan sikap lu."
"Nggak banget deh, temenan sama bapak-bapak tua kayak gitu."
"Ya lu juga bapak-bapak dan suatu hari nanti pasti tua.
"Ya tapi temen gue yang sekelas lah, bukan yang kayak gitu. Tukang bangunan, tukang gali kubur, tukang bakso. Ya minimal sesama pebisnis kayak gue."
"Deny bener, Yud. Lu bener-bener udah berubah. Nggak kayak dulu lagi. Lu sombong," ucap Bayu dengan tatapan kecewa.
"Oh, jadi sekarang lu ada di pihak Deny? Ya udah, sana pergi. Gue nggak butuh temen kayak lu. Udah miskin, belagu."
Dengan tatapan kecewa, Bayu pun segera pergi dan duduk bersama Deny beserta bapak-bapak lainnya.
Deny memang belum menikah. Namun Bayu sudah. Dengan seorang wanita satu komplek. Memiliki sepasang anak kembar yang sangat lucu. Hidup sederhana dan bekerja sebagai buruh pabrik, namun sangat dia syukuri. Mertuanya? Tak jauh berbeda dengan mertua Yuda yang dulu. Masih bersikap dingin karena mereka bukan orang kaya. Namun, Bayu tetap berusaha untuk lebih giat mencari nafkah daripada mengumpulkan dendam seperti Yuda.
Yuda yang ditinggal sendiri hanya memainkan ponselnya saja. Dia tak peduli dengan orang-orang sekitar. Karena tak ada yang berani memarahinya.
Terdengar tawa renyah dari kumpulan bapak-bapak dan juga Deny serta Bayu. Ada sedikit rasa iri karena Yuda tak bisa bercengkrama seperti itu. Namun, dia tidak peduli, karena mereka bukanlah keluarganya.
Hanya keluarga dan saudaranya saja yang akan diajaknya mengobrol. Ya, tidak jauh-jauh, dia hanya memamerkan bisnisnya yang semakin berkembang pesat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Yuda terlalu angkuh sekali
2024-04-09
0
Yuli maelany
kekecewaan Yuda malah bikin Yuda jadi sombong,inget yud, kesombongan akan menenggelamkan seseorang sekuat apapun mereka....
2023-05-05
0