Flash Back

"Selamat pagi, Mi, Pi!" sapa Ara riang, menyapa kedua orang tuanya yang sudah mulai melakukan sarapan di meja makan.

"Pagi, Sayang!" balas Kia yang tengah mengoles roti dengan selai.

"Cerah bener. Kayaknya lagi seneng nih?" celetuk Rei.

Tentu hal itu dilihat dari raut wajah Ara yang nampak bersinar, dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.

"Iya, dong! Aku dapat kabar gembira pagi ini," balas Ara.

"Hem?" Sepasang suami istri itu menautkan alis heran seraya bertukar pandang. Bahkan, Kia menghentikan aktifitasnya, saat ia penasaran kabar apa yang membuat putrinya begitu bahagia.

Ara berdehem sebentar untuk memberitahukan kabar yang dimaksud pada kedua orang tuanya. "Dua hari lagi aku udah siap magang," ucapnya senang.

"Dimana?" tanya Rei.

"Di resto uncle Iky," balas Ara. "Aku akan tinggal sama Oma dan Opa, boleh ya?" lanjutnya meminta pendapat.

Bukan ikut bahagia kedua orang tua Ara justru nampak muram. Terutama Kia, ibu satu anak itu melepaskan pisau dan roti mendengar hal tersebut. Ara yang mengerti segera berpindah mendekat dan mendudukkan diri disamping sang Mami.

"Mi!" Ara menggenggam tangan sang Mami. Namun, Kia memalingkan wajah dan enggan bersitatap.

"Aku tau Mami gak mau jauh sama aku. Tapi, 'kan ini kesempatan aku buat bisa mengejar cita-citaku," jelas Ara memberikan pengertian. Namun, tidak ditanggapi wanita yang masih saja manja diusianya itu.

Rei yang mengerti menghembuskan napas pelan. "Kenapa harus jauh-jauh di resto uncle Iky? Di kota ini 'kan masih banyak resto berbintang yang tak kalah bagus?" tanyanya.

"Mana aku tau, Pi. Ini 'kan pihak kampus yang ngajuin. Lagian resto uncle Iky ini paling terkenal. Hanya chef-chef handal yang bisa bekerja disana," balas Ara beralasan.

"Mi ...!!!" rengek Ara membujuk.

Kia menghembuskan napas kasar. "Kenapa sih, kamu harus jauh? Kamu gak sayang sama Mami? Apakah Mami kurang memberikan apapun yang kamu mau?" tanyanya dengan mata sudah berkaca-kaca.

"Ya ampun bukan gitu, Mi!" Ara memeluk tubuh sang Mami yang mulai menangis. "Aku sayang, sayang ... Banget, sama Mami sama Papi. Apa yang kalian berikan udah lebih dari cukup," jelasnya.

"Tapi ... Ini mimpiku, Mi. Aku pengen mandiri dan bisa menjadi kebanggaan kalian," lanjutnya.

Kia ikut memeluk putri satu-satunya itu. Tentu saja kepergian Ara tidak dapat ia terima begitu saja. Tidak pernah terpikir dalam benaknya untuk jauh dari sang putri yang selama ini selalu ia manja. "Kamu udah jadi kebanggaan kita. Jadi ... Gak usah pergi jauh-jauh ninggalin Mami. Mami gak mau jauh dari kamu," pungkasnya.

"Mi ...!!!" rengek Ara melepaskan pelukannya, dengan wajah memberenggut. "Ayolah, kali ini ... Aja! Biarin aku mandiri, ya, ya!" bujuknya.

Kia menggelengkan kepala sebagai jawaban. Wanita itu masih bersikukuh enggan memberi izin. Ara berdecak mendapati tanggapan itu. Sementara Rei hanya mampu memijit pelipis. Ia tidak bisa menjadi penengah diantara keduanya. Jika sudah seperti itu, perannya akan menjadi serba salah.

Pria itu memilih untuk menghindar dan segera berangkat ke kantor. "Papi berangkat dulu, ada meeting pagi! Nanti kita omongin lagi," pamitnya segera mengecup kedua pucuk kepala istri dan putrinya bergantian. Kemudian, bergegas pergi.

Sementara dua wanita berbeda generasi itu masih terdiam dengan pikiran masing-masing, setelah kepergian Rei. Rasanya percuma, Ara terus membujuk sang Mami. Namun, ia harus melakukannya.

"Mi ...!!!" rengek Ara, yang tidak ditanggapi oleh Kia.

"Mi ... Aku tuh magang disana cuma ngikutin peraturan, semacam masa percobaan selama enam bulan. Selanjutnya 'kan aku bisa aja pindah atau bikin resto sendiri. Bener gak?" bujuk Ara. Kia masih terdiam, enggan menanggapi.

Ara tak putus asa, ia terus membujuk sang Mami, untuk menyetujuinya. "Mami kayaknya gak sayang lagi deh sama aku. Gak mau dukung cita-citaku," lanjutnya sendu.

"Ya udah, kalo gitu. Selamanya, aku akan jadi boneka Mami," pungkasnya. Gadis itu hendak pergi, namun Kia segera mencegatnya.

"Jangan pernah bilang kayak gitu. Mami gak pernah kok, ngekang kamu!" ucap Kia yang akhirnya bersuara, meski tatapannya masih tak juga menatap padanya.

Ara menarik satu sudut bibirnya. Jurus pamungkasnya, ternyata berjalan lancar. Kembali ia memasang wajah memelas untuk meyakinkan wanita yang masih cantik diusianya itu.

"Tapi ... Aku merasa—"

"Iya, iya, baiklah!" sela Kia. "Mami izinin kamu buat magang diresto uncle Iky," finalnya mengalah.

Ara melipat bibir. Namun, ia tak mau terlihat gembira dulu. "Mami serius?" tanyanya memastikan.

"Hem," hanya deheman yang digumamkan sang Mami sebagai jawaban.

"Aaa!!! Mami, makasih!" Ara memeluk kembali tubuh sang Mami dari samping. "Aku sayang Mami. Sangat! Mami adalah yang terbaik," lanjutnya.

Kia menghembuskan nafas berat. Meski sebenarnya, sangat berat untuk melepas sang putri jauh darinya. Namun, ia tidak boleh egois. Mengingat ia sendiri juga meninggalkan sang Timom yang jauh disana demi cinta dan cita-citanya. Mungkin sekarang giliran ia pula melakukan hal yang sama. Ia menyunggingkan sedikit senyum, seraya mengelus punggung tangan Ara.

"Tapi ... Kamu harus janji satu hal!" pintanya.

"Apa?" tanya Ara mencoba melihat wajah sang Mami.

Kia ikut melihat wajah putrinya, sebelum mengungkapkan kalimatnya. "Kamu hanya magang. Gak boleh selamanya kerja disana. Nanti setelah lulus, kamu bisa bangun resto sendiri disini. Paham?"

Ara tersenyum manis seraya menganggukkan kepala. "Oke, Mi!"

Kia ikut tersenyum seraya mengusek rambut putrinya itu dengan mendaratkan kecupan hangatnya disana.

Ara kembali memeluk tubuh sang Mami dengan perasaan teramat senang. Tentu bukan hanya karena bisa merasakan kerja di resto ternama. Namun, ia akan mendapat kesempatan untuk dekat dengan pemiliknya.

"Enam bulan. Aku pasti bisa menaklukanmu, uncle!"

**

Flash back on~

Beberapa bulan sebelumnya ....

Semilir angin malam tidak membuat Ara merasakan dingin sama sekali. Sebaliknya, wajahnya terasa memanas, kala bisa berjalan berdampingan dengan pria dewasa di sampingnya.

Entah bagaimana itu bisa terjadi? Pertemuannya dengan pria dewasa itu, membuat gadis itu merasakan debaran aneh dalam dadanya. Mungkinkah itu yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?

"Emm, Ra!" Suara bass yang begitu tegas terdengar merdu ditelinga Ara. Gadis itu menoleh setelah sesaat mentralkan dirinya.

"Iya, uncle?"

"Kamu mau makan apa? Kayaknya disini gak ada makanan siap saji," tanya pria dewasa itu, yang tak lain adalah Rizky.

"Emm, apa ya?" tanya balik Ara menimang. "Padahal perutku lapar banget," celetuknya keceplosan. Segera ia menutup mulutnya yang tidak dapat melihat sikon tersebut.

Rizky terkekeh. Ia tak memgira, Ara bisa bicara nyablak seperti itu. "Emm, gimana kalo kita cari resto cepat saji aja? Uncle anter kamu, deh!" sarannya.

"Serius, Uncle?" tanya Ara berbinar dan diangguki pria itu.

"Aahhh, mau banget!" balas Ara kegirangan. Bahkan ia tak segan menganggandeng dan menyeret tangan Rizky.

"Yuk, buruan Uncle!" ajaknya.

Rizky hanya terdiam mengikuti, saat tangannya diseret gadis itu. Entah kenapa ada sesuatu yang tiba-tiba aneh pada dirinya.

"Ada apa denganku?"

\*\*\*\*\*\*

Terpopuler

Comments

itha_julita17

itha_julita17

debaran cinta tug uncle

2023-05-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!