"Okei! saya setuju ..."
Annisa tidak menyangka kalau permintaan asalnya saat itu malah membawa dia ke sebuah pernikahan yang sederhana tapi mampu mengejutkannya. Kini dia sudah sah menjadi seorang istri dari pria bernama Bram.
Entah apa yang terjadi, Annisa hanya ingat saat Bram menyetujui omongannya dan langsung mendatangi rumah dia seraya meminta izin dan memberi nominal uang yang Annisa pinta. Tidak hanya itu, Bram mengatakan kalau semua urusan akan dia tanggung sendiri.
Begitu sat set, sat set sampai Annisa nggak paham sama takdir hidupnya sendiri.
"Tuan! ini tuh beneran," bisik Annisa sambil menginjak kaki Bram yang sedari tadi mengabaikan dirinya.
"Terima kasih sudah datang ke pernikahan kami," ucap Bram membuat Annisa kembali fokus ke depan dan menyalami tamu yang baru datang. Ia terpaksa tersenyum dan berusaha menjadi tuan rumah yang baik.
"TUAN!" panggil Annisa lagi sambil berbisik
"Berisik, ikutin rencananya dulu. Baru nanti kita bicarakan setelah semuanya selesai."
***
Waktu terus berlalu dan kini semua tamu sudah pulang. Annisa termenung, baru sadar kalau semua ini nyata. Kini dia nggak tahu harus melakukan apa untuk ke depannya. Ia sadar kalau dirinya salah, hanya saja Annisa melihat orang tuanya tersenyum sangat lebar.
Ia angkat dress putih panjangnya untuk menghampiri ibu sama bapaknya.
"Bapak nggak nyangka kalau selama ini kamu punya pacar orang kayak, nak. Harusnya bilang dari awal biar kakak kamu nggak perlu pinjem uang atau ketemu rentenir gila itu. Duh, kalau kayak gini. Minta ke suami kamu dong buat benerin rumah kita. Atau nggak beliin rumah baru aja, biar nggak ribet."
"Pak?"
"Bener nak," sambung ibunya. "Ibu nggak nyangka kalau anak ibu bisa menggaet pria kaya. Gimana caranya nak?" tanya sang ibu lalu menggeleng. "Tapi, ibu nggak peduli sama sekali. Yang penting sekarang derajat hidup kita itu bakalan terangkat! Duh ... kenapa pernikahannya juga tiba tiba kayak gini? ibu kan jadi nggak sempet pamer sama semua tetangga."
"Ibu ..."
"Ah sudah ... itu suami kamu lagi jalan ke sini. Ibu sama bapak nggak mau ganggu. Kita masuk ke kamar hotel dulu!" pekiknya sambil menepuk suaminya. "Ya ampun pak ... akhir nya kita bisa merasakan empuknya kasur hotel!" semangat ibunya lalu meninggalkan Annisa dengan tatapan kosong nya.
"Kan ... mereka mah nggak pernah mikirin aku, Dasar Anj—
"ANNISA!" sela Bram menghentikan ucapannya. "Sudah berapa kali saya bilang, tolong berhenti bicara kasar. Anak saya masih kecil. Dia malah ngikutin semua omongan gak bermutu kamu."
Annisa berbalik, "tapi kan— eh Rama!" serunya lalu mengambil alih Rama yang masih membuka mata. "Kok kamu belum tidur sih? ini udah malem loh. Biasanya anak kecil tuh jam segini udah tidur."
"Aku mau tidur sama tante ..."
"Uluululu ... lucu banget sih!" histeris Annisa.
"Sudah-sudah melar pipi anak saya kalah kamu cubit terus kayak gitu. Sekarang kamu masuk ke kamar 562. Tolong tidurkan anak saya di sana sekalian kamu beres-beres. Setelah selesai ... datang ke kamar 563. Kita bicarakan semuanya."
"Baik tuan."
Dengan langkah kesusahan Annisa terus menggendong Rama sambil sesekali tersandung karena gaunnya yang sangat panjang. Bram yang melihat hanya bisa menggeleng dan tersenyum tipis.
"Dasar ceroboh!"
***
"Rama ... kamu udah ngantuk?" tanya Annisa membaringkan tubuh anak tirinya ke kasur. "Masih bisa nunggu nggak? tante mau mandi sambil ganti baju dulu. Gerah nih."
Rama mengangguk. "Mau susu," titahnya.
"Siap tuan muda."
Dengan cekatan Annisa membuatkan susu untuk Rama. Ini bukan masalah besar sama sekali. Soalnya, dulu Annisa suka dititipkan anak kecil sama tetangganya lantaran dia yang menganggur. Jadi, Annisa sedikit tahu gimana caranya menghadapi seorang anak kecil sekaligus mengurusnya. Lumayan ... dulu dia mendapat uang jajan karena ngejaga anak tetangganya.
Ah, kenapa jadi cerita gini?
Dengan buru-buru Annisa menyerahkan botol susu itu ke Rama dan segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.
Selang sepuluh menit perempuan itu baru ingat sesuatu.
"Bentar deh ... ini gue nggak bawa baju ke hotel!" pekik Annisa. Ia mengedarkan pandangan, berharap ada baju yang bisa ia pakai. "Bathrobe? nggak apa-apa deh. Cuman ada bocil doang kan di kamar ini?"
Langsung saja Annisa memakai bathrobe itu. Lumayan untuk menutup tubuhnya. Walau hanya sampai paha saja. Tapi nggak apa-apa, dibanding dirinya masuk angin. Gak lucu amat, baru hari pertama pas pernikahan langsung sakit masuk angin.
Gak elit!
"Belum tidur?" tanya Annisa dengan suara sangat lembut. Perempuan itu tetap memegangi ujung bathrobe di bagian dadanya, biar nggak terbuka.
"Tante ... aku mau nanya deh," ucap Rama dengan serius.
Annisa tersenyum dan ikut merebahkan diri di samping Rama. "Kenapa anak ganteng?"
"Tante bakalan jadi bunda sambung aku ya?"
"Hah?"
"Iya ... ayah bohong kan sama aku? katanya dia cuman ngadain pesta kecil sama tante doang. Tapi ternyata nenek kasih tau kalau kalian menikah. Itu artinya ayah udah gak sayang sama bunda dong? tante juga bakalan jadi orang jahat kan sama aku? soalnya ... kata nenek, tante cuman sayang sama ayah, sama uang ayah, nanti tante bakalan singkirin aku di hidup ayah."
"Rama .." Kaget Annisa.
Kenapa anak seumur gini udah memikirkan hal seberat ini? dan siapa neneknya? kenapa malah mempengaruhi cucunya deh.
Tapi bentar ...
Annisa baru ingat dan baru sadar, kalau pernikahan ini sama sekali nggak ada pihak keluarga dari Bram. Bram hanya berdua sama anaknya. Hanya banyak kolega Bram yang datang. Tapi Annisa nggak bertemu sama keluarga Bram sama sekali.
"Nak ..." Annisa terkejut saat anak itu menangis. Perempuan itu dengan kikuk memeluk Rama, untung nggak ada penolakan sama sekali.
"Bunda pergi dari hidup aku udah lama. Kata ayah, bunda nggak akan pernah kembali. Aku juga nggak inget muka bunda. Aku cuman bisa lihat di foto. Aku mau ketemu sama bunda. Tapi nggak bisa ... aku juga suka iri sama temen aku."
"Iri?" anak itu mengangguk.
"Aku juga mau disayangin sama seorang ibu, tapi kata ayah aku nggak boleh berharap lebih. Dan sekarang ternyata ayah menikah yang artinya tante bakalan jadi bunda aku. Tapi kenapa nenek malah ngomong kayak gitu? apa tante emang nggak sayang sama aku?"
"Nggak ada yang kayak gitu ..."
"Terus? nenek nggak pernah bohong sama aku!" ratau Rama dengan pelan. "Nenek selalu jujur sama aku. Jadi aku takut kalau tante emang jahat sama aku. Padahal ... aku udah sedikit sayang sama tante. Soalnya tante baik banget gitu sama aku. Tapi ... kalau tante jahat sama aku. Aku harus apa?"
Rama semakin mendusel di ceruk leher Annisa.
"Tante ... jangan ambil ayah aku, ya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Lengkara
bagus
2023-10-01
1
Liu Zhi
gedeg ya, aku jg
2023-05-13
0
Liu Zhi
gg kamu Annisa
2023-05-13
0