Penasaran

Hari ini, Temy tak menjalani hari-harinya dengan normal. Pria itu lebih banyak melamun, memikirkan sikap Rani yang semakin dingin kepadanya, bahkan berani berkata pedas ketika Temy hendak memeluknya.

Menurut Temy, pelukan tak hanya selalu dikaitkan dengan rasa cinta. Persahabatan, kebanggaan, atau bahkan kekecewaan bisa membuat seseorang memeluk sesuatu yang bisa menyalurkan rasa yang ada di dalam hatinya kepada objek yang ia tuju. Namun, pemikiran Rani tampaknya berbeda dengannya.

Sebenarnya, Temy sama sekali tak nyaman dengan menjaga jarak terhadap istrinya. Temy merasa bahwa semua itu aneh, mengingat mereka berdua belum berpisah secara utuh. Temy ingin semuanya berjalan normal seperti biasanya, meski ia akan menceraikan istrinya. Namun, di sisi lain, Temy juga mengerti perasaan Rani. 

Ya, orang pertama yang mengusulkan ide untuk bercerai adalah dirinya sendiri. Jadi, Temy tak berhak menyalahkan Rani atas sikap dinginnya itu. Temy harus mengalah dan mengalihkan fokusnya agar ingatan itu segera hancur di kepalanya.

“Argh ...! Lupakan, lupakan, lupakan!” Temy memegangi kepalanya sendiri, berusaha menghapus semua pikiran yang berkecamuk di dalam otaknya. Kefokusannya benar-benar pudar. Temy tak bisa lagi merasakan semangat bekerja yang beberapa hari yang lalu kasih berkobar.

“Ada yang bisa aku bantu?” Temy melayangkan pandangan ke arah teman kantornya. Pria itu tersenyum, begitu juga dengan Temy yang mendadak terkekeh. 

“Tidak usah, aku ... baik-baik saja,” jawab Temy, menyembunyikan apa yang sedang ia pikirkan. Menceritakan kepada seseorang tak akan menyelesaikan masalah ini, Temy tahu akan hal itu.

“Tapi ... sepertinya wajah kau seperti sedang merenung? Aku tebak, masalah dengan keluarga? Mungkin aku lupa mengatakan jika aku adalah pendengar yang baik.” Temannya itu benar-benar jago dalam menganalisis perasaan orang lain.

Temy mengangkat telapak tangannya. “Tidak usah, aku tak perlu bercerita kepada siapa pun. Seseorang harus membayar jika ingin menjadikan masalah hidupku sebagai gosip baru di kantor, ingat itu!” sindir Temy, membuat temannya itu tertawa terbahak-bahak.

“Kau adalah temanku yang paling cerdas berkata pedas. Selamat, dua jempol tangan, ditambah dua jempol di kaki, aku serahkan semuanya kepada kau, ha-ha-ha ...!” Temy tak sedikit pun menyunggingkan senyum. Semua ingatan tentang kejadian pagi hari, membuat ia tak bernafsu untuk menertawakan hal kecil seperti itu.

Temy bangkit dari kursi kantornya. “Terserah apa yang mau kau katakan, aku pergi ke dapur dulu ...,” ujar Temy. Sebelum sepuluh langkah ia pijak, gerakannya lebih dulu terhenti.

“Tunggu, boleh aku titip? Secangkir kopi yang sama seperti punya kau. Seharusnya kau tak bisa menolak perintah sesimpel itu ....”

Kini, Temy tersenyum sinis, lalu menoleh ke arah temannya itu. “Baiklah, tapi ... aku hanya akan menuangkan bubuknya saja. Untuk menambah air panas dan mengaduk-aduk, itu sangatlah ribet bagiku, tak cocok dengan kau, ingin yang simpel-simpel.” Setelah mengucapkan hal itu, Temy melenggang pergi sembari terkekeh kecil, meninggalkan raut kekesalan yang ada di wajah temannya.

“Ups, bercanda ...!!!”

***

Aroma khas rumahnya sendiri seketika tercium ketika Temy menginjakkan kaki di ambang pintu. Seperti biasa, istrinya tak menyambutnya akhir-akhir ini. Tanpa bertanya pun, Temy tahu apa yang sebenarnya sedang dirasakan oleh wanita itu. Oleh karena itulah, Temy memilih untuk diam dan tak membahasnya lebih dalam lagi.

Temy duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba saja perhatian pria itu teralihkan ke arah ponselnya yang berdering, menandakan adanya pesan yang masuk. Temy segera membuka pesan tersebut.

Hello, Orlando, how are you? Long time no see you.

Tentu saja, Temy tahu persis siapa yang mengirimkan pesan kepadanya itu. Cassandra, salah satu teman Temy yang dulu pernah menjadi mantan kekasihnya selama di London. Bisa dibilang, Sandra adalah mantan terindahnya, membuat Temy merasa senang jika pada akhirnya wanita itu menghubunginya lagi.

Dengan sigap, Temy membalas pesan dari Sandra dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Tanpa ia sadari, Rani yang baru saja keluar dari kamarnya menjadi penasaran dengan raut wajah Temy yang sangat senang. Rani tahu, suaminya itu sedang membalas pesan milik seseorang, semua itu dapat terdengar dari suara pesan ketika telah terkirim.

Sebenarnya, Rani tak begitu peduli dengan hal itu. Hampir saja ia tak menghampiri Temy dan bertanya kepada siapa ia berkirim pesan. Namun, tak urung wanita itu pun melakukan hal tersebut. Rani berjalan mendekati Temy. Dengan ragu, sebuah pertanyaan terlontar dari mulutnya.

“Pesan dari siapa yang bisa membuatmu tersenyum itu?”

Terpopuler

Comments

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Disaat2 seperti ini kehadiran mantan terindah mengacaukan segalanya🤧 nanti kalau jd ketok palu barulah Temy menyesal

2023-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!