Perasaan Tak Nyaman

Tiga hari telah berlalu. Kedua pasangan sah itu menjadi jarang bertemu lantaran sibuk dengan urusan masing-masing. Selama tiga hari ini, Rani sibuk mencari pekerjaan ke sana sini. Namun, dirinya tak kunjung menemukan tempat mencari nafkah yang cocok.

Sementara itu, Temy yang lebih sering menghabiskan waktunya di kantor menjadi jarang menginjakkan kakinya di rumah. Temy sama sekali tak pernah melihat wajah Rani selama lebih dari satu jam. Ya, pria itu hanya melihat istrinya sekilas ketika ia pulang dari pekerjaan. Temy akan segera masuk ke kamar begitu sampai di rumah, sama sekali tak memberi sapaan kepada istrinya itu, begitu juga dengan Rani.

Keesokan harinya, tepat di hari yang keempat. Seperti biasa, Temy hendak berangkat ke pekerjaannya. Namun, langkahnya terhenti ketika hendak melewati ambang pintu di rumahnya. “Ayo sarapan dulu, sudah aku siapkan untukmu.” Mau tak mau, Temy harus menerima ajakan Rani. Untuk beberapa hari belakangan, akhirnya keduanya pun sarapan bersama.

Selama sarapan berlangsung, suasana menjadi tampak canggung. Tak nyaman berada di suasana seperti ini, Temy memutuskan untuk memecah keheningan dengan basa-basinya. “Bagaimana dengan pencarian pekerjaanmu? Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan atau belum?” tanya Temy. “Jika belum, kamu bisa minta bantuan kepadaku, aku punya banyak informasi tentang lowongan pekerjaan, mungkin kamu bisa menjadi calon karyawan di salah satunya,” jelas Temy, memberikan tawaran kepada Rani.

Wanita bernama Rani itu menggelengkan kepala. “Terima kasih sudah mau membantu, tapi ... aku telah bekerja di salah satu restoran kota ini sebagai kasir. Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di tempat kerja,” ujar Rani. Temy mengangguk.

“Syukurlah ...,” balasnya dengan raut wajah lega. “Selamat, ya, kamu berhasil memenangkan perjuanganmu.” Seperti tak dikendalikan olehnya sendiri, Temy bangkit berdiri, lalu merentangkan kedua tangannya, mendekat ke arah Rani.

Tentu saja, semua perbuatan Temy membuat Rani terkejut. Ya, pria ini akan segera memeluknya! “M–maaf!” bantah Rani dengan sigap. Temy mematung, menghentikan gerakannya. Kemudian, pria itu duduk kembali di kursi dengan wajah malu.

Sial, kenapa kau melakukan itu, Temy?! Kenapa?! umpatnya di dalam benak.

“Oh, sori, aku benar-benar tidak sengaja,” kata Temy dengan canggung. Rani mengangguk pelan, mengiyakan. Rasa syok di hatinya tak juga pudar. Rani masih terkejut dengan apa yang dilakukan Temy.

Temy menyeruput secangkir cairan hitam itu, cara untuk mengatasi rasa gugup versinya. “Ya ... apakah kita benar-benar harus menjaga jarak sekarang? Mau bagaimana pun, status kita masih sebagai suami istri. Jadi, kenapa kau melarangku untuk memelukmu? Itu hanya sebagai rasa banggaku kepadamu yang mandiri. Jangan berpikiran yang aneh-aneh,” jelas Temy berasalan.

Rani mengangguk pelan, seolah paham dengan apa dilakukan oleh suaminya itu. Namun, bukan tanpa alasan Rani melarangnya. Wanita itu juga memiliki alasan yang kuat. “Benar, kita masih berstatus sebagai pasangan sah. Jadi, tak masalah bagimu untuk memelukku, tapi ....” 

Rani menggantung ucapannya sejenak. “Apakah semua itu aneh menurutmu? Begini, sebentar lagi kita akan berpisah, bukankah perlakuan yang tergolong mesra seperti barusan, malah akan menghambat perpisahan kita berdua? Ya, alangkah baiknya kita harus mengurangi itu semua agar tak menjadi penyesalan untuk ke depannya,” jelas Rani.

Dalam sekejap, keheningan berdiri di antara mereka berdua. Mulut Temy bungkam, seolah tak bisa mengucapkan sepatah kata apa pun lagi. Kalimat Rani barusan menjadi sekakmat baginya.

Jantung Temy berdetak dengan kencang ketika Rani menatap kedua matanya dengan serius. “Aku ... aku hanya ingin perpisahan ini berjalan tanpa adanya rasa yang membekas di hati.” Temy mengangguk, cukup sudah untuknya mendengarkan itu semua. Temy tak tahan lagi dengan perkataan Rani yang membuat hatinya menjadi panas.

Rani melihat ke arah jam. “Sepertinya kita sudahi dulu obrolan untuk hari ini. Aku akan pergi bekerja sekarang. Jangan khawatir, semua piring tak usah dicuci, itu semua adalah tugasku,” ujar Rani.

Buru-buru Temy bangkit berdiri. “Tunggu, biar aku saja yang antar supaya kamu tidak telat,” tawar Temy. Namun, sepertinya tawarannya itu ditolak dengan halus olehnya.

“Maaf, aku bisa berangkat sendiri, aku tak mau merepotkanmu. Sudah, kamu tak perlu memikirkanku, aku berangkat sekarang, sampai jumpa!” Temy kembali mematung di depan meja makan, memandangi punggung istrinya yang semakin menjauh. Sebuah perasaan aneh muncul di hatinya, entah apa itu. Namun, perasaan itu benar-benar tak nyaman baginya.

Apa ... ini adalah perasaan ragu?

Terpopuler

Comments

Edelweiss🍀

Edelweiss🍀

Hatimu saja ragu untuk berpisah dgn Rani, dari semua anggota badan sepertinya cuma mulutmu yg gak sinkron🤨

2023-05-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!