Rafael duduk di hadapan wanita paruh baya itu. Ira Wahyuni, ibu dari Temy, sepupu Rafael yang beberapa hari yang lalu mengunjunginya. Sebenarnya, Ira tak tinggal di panti asuhan, wanita itu memiliki rumah sendiri dan tinggal bersama suaminya. Namun, Beny Himawan, almarhum suaminya itu telah meninggal beberapa bulan setelah Temy menikah dengan Rina.
Karena tak sanggup tinggal di rumah dengan semua kenangan yang pernah ia jalani bersama dengan sang suami, akhirnya Ira memutuskan untuk pindah ke panti asuhan agar semua kenangan itu tak diingatnya. Tentu saja, semua keputusan yang ia lakukan sudah sangat tepat.
Rafael, tampak gelisah berada di hadapan Ira. Setahu Rafael, Ira adalah orang yang sudah menjodohkan Rani dan Temy. Tentunya hati wanita itu akan sangat hancur mengetahui perceraian anaknya yang akan segera terjadi.
“Apa yang ingin kamu sampaikan, Rafael?” Rafael tampak ragu, seluruh pori-porinya mengeluarkan keringat. Rafael belum siap untuk mengatakan berita buruk ini. Namun, ia merasa bahwa ia harus memberitahu Ira meski berat.
“Jadi begini, Bu ....” Setelah mengumpulkan tekad yang mantap, Rafael segera menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara Rani dan Temy. Setiap kalimat yang diucapkan oleh pria itu, membuat hati Ira seolah teriris satu per satu, membuatnya menjadi potongan berkeping-keping.
Tak tahan dengan berita menyedihkan itu, air mata Ira keluar dari tempatnya, membuat Rafael merasa panik. “Aku kira mereka berdua merupakan pasangan yang cocok. Mereka akan selalu menyayangi satu sama lain, tapi ternyata itu semua hanya perasaanku saja ....” Isak tangis mulai terdengar. Rafael bingung, ia tak tahu harus berbuat apa.
“Maafkan Rafael, Bu, Rafael sempat menasihati Temy untuk berpikir kembali mengenai keputusannya. Namun, sepertinya Temy sudah sangat yakin dengan hal itu, Rafael tak bisa berbuat apa-apa lagi. Jadi, mohon, maafkan Rafael.”
Ira mengelus-elus pundak Rafael. “Tidak apa-apa, ini semua bukan kesalahanmu, Rafael. Ini adalah salah Ibu karena sudah memaksa Temy untuk menikahi wanita yang tak dicintainya. Ibu ... Ibu sangat menyesal. Ibu yakin, Rani pasti akan merasa sangat sedih mendengar keputusan dari suaminya.” Ira berusaha menenangkan Rafael bahwa ini semua bukanlah kesalahannya. Tetap saja, semua itu tak kunjung menyembuhkan rasa bersalah di hati Rafael.
Sebuah ide muncul di benak Ira, membuat sebuah harapan untuk mempersatukan dua insan itu lagi. “Rafael, Ibu minta tolong sesuatu kepadamu ....” Ira menggantung kalimatnya, memberikan kesempatan untuk Rafael mencerna setiap kata yang dilontarkan.
“To–tolong bagaimana, Bu?” tanya Rafael. Ibu Ira mengangguk, lalu melanjutkan kalimatnya.
“Iya, saya minta tolong sama kamu untuk memperlambat proses perceraian mereka. Saya harap, mereka bisa mengerti perasaan satu sama lain. Saya tahu, mereka cuma butuh waktu untuk memahami itu semua.” Kini, Rafael tahu apa yang dimaksud dengan Ira.
Rafael mengangguk. “Baik, Bu, akan saya usahakan.”
***
Pria itu terpaksa harus mengangkat telepon di tengah-tengah kegiatan bekerjanya. “Halo?” Temy berkata dengan nada tanya.
“Halo, Temy, apa aku mengganggu waktumu?” Sebelum menjelaskan apa yang ingin disampaikan, Rafael lebih dulu bertanya tentang kondisi Temy.
“Sebenarnya masih, tapi jangan khawatir, jika ini penting, aku bisa meluangkan waktu sejenak,” jawab Temy.
Rafael mengangguk. “Jadi begini, untuk masalah proses perceraian masih saya urus, tapi ....” Rafael menggantung kalimatnya sejenak. “Sepertinya ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Yah, aku sudah banyak mengurus masalah perceraian, dan hal seperti ini memang wajar,” ujar Rafael. Temy mencerna setiap kalimat dengan saksama.
“Baiklah, tidak apa-apa, saya bisa menunggu, yang terpenting semuanya berjalan dengan lancar dan berhasil, itu saja.” Rafael tak menjawab. “Ya sudah, jika itu saja yang ingin kau sampaikan, aku pamit terlebih dahulu. Hubungi aku lagi jika ada kepentingan lain.” Telepon dimatikan, Rafael tak habis pikir dengan sepupunya itu yang terlalu cepat yakin dengan keputusan besar yang akan dibuatnya.
***
“Halo?” Rani mengangkat telepon dengan bingung. Saat ini, ia sedang berada di tempat seleksi karyawan di suatu perusahaan.
“Halo, Rani, apa kamu sibuk?”
“Sepertinya akan sibuk, kau bisa menyampaikan sesuatu kepadaku secepatnya.” Mendengar jawaban Rani, membuat Rafael bergegas.
“Baiklah.” Temy mulai menjelaskan hal yang sama seperti yang ia katakan kepada Rafael. Rani mengangguk paham ketika Rafael menyelesaikan kalimatnya. Kemudian, gadis itu berkata sebagai kalimat perpisahan sebelum memutuskan telepon.
“Oke, terima kasih sudah menyampaikan berita itu.”
“Sama-sama.”
Telepon pun dimatikan, Rani segera menyenderkan pundaknya ke arah kursi. Kemudian, menutupi wajahnya dengan berkas-berkas yang ia bawa. Teringat kembali dengan semua kenangan yang pernah ia lalui sebagai pendamping hidup Temy, membuat Rani tak tega melepasnya begitu saja. Perlahan, air mata menetes dari kedua mata Rani. Wanita itu menangis di tengah-tengah keramaian, tak tahan dengan kekecewaan yang dirasakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
saya setuju dgn ibu Ira perlambat saja prosesnya biar mereka meresapi lebih dlm rasa yg tertinggal
2023-05-13
0