Bab 4 ~ Geng Motor

Cakra membuang puntung rokok dan menginjaknya, momen tersebut disaksikan oleh Arini. 

"Apa amnesia kamu kumat?" tanya Arini. 

"Sepertinya begitu. Kalau tidak, mungkin saya sudah bertemu Ibu sejak tadi," sahut Cakra tanpa beban. 

Arini tidak percaya kalau laki-laki di hadapannya sungguh bebal, bahkan dia belum mendapatkan ide untuk menangani Cakra. 

"Kembali ke kelasmu dan temui saya sepulang sekolah nanti!" 

"Saya sibuk Bu,." Cakra beralasan lagi untuk mangkir. 

"Cakra, saya sudah menghubungi orang tuamu dan kamu tahu kalau sekolah bisa saja mengeluarkan kamu dari sekolah sesuai dengan rekomendasi dari saya," ungkap Arini. "Saya berhak melakukan itu karena sudah memiliki SK." 

"Iya, bawel bener," gumam Cakra. 

“Kembali ke kelasmu, sekarang!”

Cakra pun meninggalkan taman di ikuti oleh Arini untuk memastikan kembali ke kelas dan tidak pergi ke mana pun. 

"Cie, Cakra punya bodyguard," ejek Ucup saat Cakra melewati kelasnya diikuti oleh Arini. 

Kelas Ucup pun bersorak sedangkan Cakra memberikan jari tengah ke arah Ucup.

“Udah sampe Bu, mau ikut masuk juga. Ayo, tapi nggak ada kursi lebih nanti saya pangku aja ya,” ejek Cakra.

...***...

"Ke mana aja sih, telat banget ... harusnya kita mulai dari tadi," ujar Kama saat Cakra baru datang.

"Gue dikerjain sama Arini. Suruh bersihin ruangan, sampe rumah ngantuk ya ketiduran."

"Ibu Arini, wah nggak sopan lo," ejek Ucup. 

"Serahhhh, ayo mulai dah.”

Keempat sahabat itu malam ini akan kembali bergabung dengan gang motornya. Namun, Ucup dan Iqbal absen karena sudah mendapatkan warning dari sekolah. Berbeda dengan Cakra dan Kama yang sepertinya tidak ada rasa takut.

Bruum

Bruum

Bruum

Cakra terus menggeber motornya, agar saat beraksi tidak ada kendala.

“Malam ini rutenya ke mana?” teriak Cakra karena berisiknya deru mesin motor mereka.

“Nggak tahu, ayo kita gabung dulu.”

Cakra dan Kama pun melaju dan bergabung dengan gang motor mereka yang berada tidak jauh dari tempat mereka bertemu.

Setelah saling menyapa, para anggota geng menyepakati area yang akan dilewati untuk konvoi.

“Ingat, jangan anarkis dan jangan ada kekerasan. Kita bukan penjahat dan bukan pelaku kriminal,” ujar ketua geng.

Hampir jam sepuluh malam, saat kumpulan motor tersebut melaju dan melakukan konvoi. Terkadang mereka berteriak atau memainkan klakson. Hampir tengah malam, geng motor di mana ada Cakra di dalamnya bertemu dengan geng motor lainnya dan menyebabkan ricuh bahkan sampai berkelahi.

Geng motor lawan tampaknya memang mencari ribut, akhirnya terjadi kegiatan anarkis. Masyarakat yang merasa terganggu ikut menyerang membabi buta.

“Cakra, cabut!” teriak Kama sambil melaju.

Cakra yang kewalahan kemudian menaiki motornya, karena sempat terjatuh.

“Woy, Kama. Sial, gue ditinggal.”

Bruum

Cakra melaju dan ternyata diikuti oleh dua motor dari  geng motor lawan. Mereka bertiga terlibat aksi kejar kejaran.

Cakra menghentikan motornya dan memastikan situasi aman, karena yang mengejarnya sempat tertinggal dan terkecoh olehnya. Namun, jika dia kembali menghidupkan mesin motor para pengejarnya pasti akan tahu.

“Ini di mana?” gumam Cakra menatap sekeliling dan ternyata ada di sebuah kampung yang sudah sepi karena hampir tengah malam.

Bruum

Terdengar deru mesin motor di kejauhan.

“Bangs4t, mereka masih ngejar gue.” Cakra mendorong motornya dan melihat salah satu pagar rumah yang terlihat sederhana masih terbuka.

Kembali terdengar deru mesin motor yang mengejarnya, Cakra pun masuk ke rumah itu, masih dengan motor yang didorong. Menutup pagar dengan pelan dan bersembunyi.

Sedangkan dari dalam rumah, keluarlah seorang gadis yang hendak mengunci pagar.

“Ketiduran jadi lupa ngunci pintu.”

Gadis itu terkejut melihat ada sebuah motor dan …

“Eh, kamu siapa?”

“Sssttt. Gue bukan orang jahat, please jangan berisik,” ujar Cakra lirih.

Gadis itu mengernyitkan dahinya.

“Cakra?”

Cakra menatap dan memastikan perempuan yang berdiri di hadapannya.

“Arini?”

Bruum.

Grap.

Cakra meraih tubuh Arini untuk bersembunyi. Tentu saja hal itu membuat Arini terkejut karena saat ini keduanya sedang bersembunyi di balik pagar, yang membuat Arini kesal adalah tangan Cakra memeluknya dan satu lagi mendekap mulut.

Kedua motor yang mengejar Cakra masih berada tidak jauh dari rumah tersebut.

“Kayaknya gue dengar suara tadi, coba cari. Khawatir sembunyi di rumah-rumah ini.”

Cakra melepas tangannya dari mulut Arini dan memberikan tanda agar tidak berisik. Wajah Cakra begitu dekat dengan Wajah Arini, bahkan hembusan nafas laki-laki itu begitu terasa hangat di pipi Arini.

Ponsel di kantong Cakra bergetar tentu saja membuat kedua orang itu panik.

“Cepat matikan,” bisik Arini.

Cakra merogoh kantong jaketnya dan memastikan ponselnya tidak kembali bergetar bahkan berbunyi.

“Siapa itu?”

Cakra kembali memberi tanda agar Arini diam. Bahkan terdengar motor yang melaju dan berhenti di depan rumah Arini.

“Lo dengar suara?”

Mampus, batin Cakra.

Tetangga Arini sepertinya terganggu dengan para pengejar Cakra dan mengusirnya.

“Hufttt.”

Cakra menghela nafas lega saat mendengar motor itu menjauh dan tidak lagi terdengar.

“Bisa lepaskan tangan kamu atau saya harus berteriak!”

“Ehh, maaf.” Cakra menyadari tangannya masih berada di perut Arini.

“Jelaskan besok di sekolah, sekarang pulang sana!” usir Arini.

“Kalau menolong itu jangan setengah-setengah, sama aja saya bunuh diri kalau pergi sekarang. Mereka masih beredar di gang depan.”

“Siapa juga yang menolong kamu, ini bukan urusan saya.”

“Tapi akan jadi urusan Ibu, kalau saya ceritakan Ibu tahu dan membiarkan saya dalam bahaya.”

“Tapi kamu juga membahayakan saya,” ujar Arini.

“Tenang aja Bu, saya tidur di sini deh,” tunjuk Cakra pada lantai beranda. “Besok pagi-pagi banget saya pergi.”

Arini mengusap wajahnya, dilema karena berada dalam situasi sulit.

“Masalahnya, Ibu saya tidak pulang malam ini dan kalau tetangga ada yang lihat kita berdua di sini walaupun tidak ngapa-ngapain mereka pasti curiga. Saya nggak mau dinikahkan karena di grebek.”

Cakra terkekeh.

“Ya udah Bu, kita ngapa-ngapain aja, biar sekalian dinikahkan," usul Cakra sambil terkekeh.

“Gila kamu ya,” ujar Arini.

“Ssstt, Ibu jangan berisik. Nanti tetangga pada dengar,” tegur Cakra.

“Sebaiknya kamu jangan sampai terlihat oleh tetangga. Kalau sampai ketahuan saya nggak akan bilang kalau kenal kamu dan masyarakat akan berpikir kamu mau mencuri.”

“Mana ada pencuri ganteng kaya saya bahkan motornya keren,” cetus Cakra masih saja berlagak dan sombong.

“Terserah,” pekik Arini lalu menghentakkan kakinya dan beranjak masuk. Bahkan terdengar suara pintu rumah dikunci dari dalam.

Cakra pun melepaskan jaketnya dan menggunakan sebagai bantal lalu berbaring di lantai beranda rumah tersebut.

“Nasib-nasib. Di saat begini malah ketemu pembimbing gue,” pekik Cakra.

Arini yang masih berada di balik pintu, kasihan juga dengan Cakra.

"Tapi nggak mungkin aku minta dia tidur di dalam walaupun habya di sofa. Nanti macam kisah novel aku dinikahkan karena salah paham," tutur Arini.

Terpopuler

Comments

Defi

Defi

Apes apa anugerah ini Cakra bisa ketemu Arini 😄

2023-05-06

0

khalisa

khalisa

lanjutttt kak

2023-05-05

0

Es Cendol

Es Cendol

ehhhh si Cakra mah nakal

2023-05-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!