“Perempuan itu siapa ya? Perasaan baru lihat,” gumam Cakra lalu menoleh ke belakang dan perempuan yang dia maksud sudah tidak terlihat. “Apa guru baru? Tapi masih muda, apa mungkin siswa baru? Tapi udah ketuaan,” tutur Cakra.
“Pagi, Pak,” sapa Cakra saat masuk kelas.
Pak Edi yang sedang menjelaskan teori peluang dari pelajaran matematika menyipitkan matanya melihat Cakra yang dengan santai berjalan masuk ke dalam kelas.
“Cakra, jangan biasakan datang terlambat. Kamu sudah kelas dua belas,” tegur Pak Edi. “Lain kali jangan ikut pelajaran saya kalau kamu terlambat lagi.”
“Iya pak, ini sih bukan saya yang kesiangan tapi sekolahnya mulai terlalu pagi.”
Ucapan Cakra barusan sukses mendapatkan sorak dari teman sekelasnya.
“Bapak setuju saja kalau sekolah dimulai agak siang, tapi kamu jadi menteri pendidikan dulu dan buat kebijakan tersebut,” sahut Pak Edi. “Ayo kembali fokus dengan pelajaran, fokus dengan Cakra akan membuat kalian tersesat saat ujian.”
“Heran, telat terus. Padahal semalam kita nggak ada acara,” ujar Kama setelah Cakra duduk di sebelahnya.
“Bawel bener, simak tuh pelajaran Pak Edi. Lo ‘kan rada lemot kalau masalah hitung menghitung.”
“Cakra, ngegibah nya dilanjutkan nanti saja,” teriak Pak Edi dan lagi-lagi seisi kelas bersorak.
Saat jam istirahat.
“Woy, udah lihat daftar nama yang harus bertemu BK?” tanya Iqbal yang mendatangi kelas Cakra bersama Ucup.
“Belum, ada nama kita?” tanya Kama.
“Ya pasti ada dan di urutan pertama adalah Cakra Kananta Yuda,” seru Ucup lagi dengan gaya presenter yang membacakan pemenang nominasi dari sebuah ajang penghargaan.
“Masalah apaan sih?” tanya Cakra yang asyik dengan game onlinenya.
“Paling masalah kemarin. Eh, muka lo kok udah ….”
“Ganteng lagi?” tanya Cakra menyela ucapan Iqbal.
“Tau ah, gue sih berharap kemarin lebamnya lumayan lama biar gue bisa ngegeser posisi kegantengan lo.”
“Cakra,” sapa Tiwi. Siswi yang sekelas dengan Ucup, cantik bahkan salah satu most wanted di sekolah.
“Hm.”
“Nanti siang ada acara nggak? Nggak ada dong, pastinya. Antar aku ya, please!”
“Victory.” Cakra mengakhiri game dan menjadi pemenang, dia meletakan ponsel di atas meja dan menatap ke arah Tiwi.
“Nganter ke mana, cantik?”
Ucup berekspresi ingin muntah mendengar Cakra memuji Tiwi.
“Halah, buaya darat,” ejek Iqbal.
Tiwi mendorong tubuh Iqbal agar menjauh karena ingin mendekat pada Cakra, bahkan tangan Tiwi menyentuh pundak laki-laki yang didekatinya.
“Ke mana aja deh, yang penting berdua,” jawab Tiwi sambil tersipu.
“Kalau gue inget ya,” sahut Cakra. “Cabut yu, laper gue,” ajak Cakra pada ketiga temannya.
“Cakra,” teriak Tiwi. “Aku serius tau.”
“Lah, lo pikir gue bercanda,” sahut Cakra sambil melewati pintu.
“Sudahlah neng, biar Abang yang ganti temani neng. Abang siap lahir batin ke mana pun eneng mau,” tutur Ucup sambil mengerlingkan kedua matanya.
“Idih, males gila. Gue maunya sama Cakra bukan sama rambut rontoknya Cakra,” ejek Tiwi lalu meninggalkan Ucup.
“Kalau rontok kasih jeruk nipis neng,” teriak Ucup. “Eh, pada ke mana ini, kenapa gue ditinggal.”
...***...
“Bu, malam ini kita makan di luar aja ya,” ajak Arini.
“Makan di luar?”
Arini menganggukkan kepalanya sambil memeluk lengan Ibunya yang baru saja pulang kerja. Ibu Arini bekerja sebagai asisten rumah tangga dan itu sudah dilakukan sejak Ayah Arini meninggal dunia.
“Tapi ….”
“Bukan restoran, tapi rumah makan atau cafe. Yang jelas malam ini aku ingin pergi bareng Ibu, memang Ibu nggak kangen aku?”
“Kangen dong, kangen banget malahan. Ya sudah Ibu mandi dulu ya,” jawab Ibu Elah.
Arini menunggu Ibunya bersiap sambil membuka ponsel dan melakukan pencarian mengenai SMA Angkasa tempatnya melaksanakan magang. Untuk profil sekolah resmi tentu saja Arini sudah bisa akses melalui web sekolah, tapi dia perlu mencari tahu berdasarkan media sosial atau informasi dari masyarakat.
SMA Angkasa adalah sekolah swasta, tapi termasuk sekolah favorit dengan biaya pendidikan cukup mahal karena banyak fasilitas yang selalu up to date. Sebagian besar orangtua siswa adalah orang berada, dengan profesi dokter, pengacara, pejabat bahkan ada juga artis.
“Ayo, nanti kemalaman. Besok pagi, Ibu harus berangkat lebih awal. Tuan muda kalau tidak dibangunkan bisa terlambat sekolah, tapi pagi aja Ibu lupa ke kamarnya dia bangun kesiangan dan kayaknya telat lagi.”
“Nggak disiplin banget, masa bangun pagi aja nggak bisa. Mau jadi apa kali?”
Arini mengunci pintu sedangkan Ibunya baru akan menaiki motor tapi dihentikan oleh putrinya.
“Biar Rini yang bawa motornya.”
Ibu Elah memanggil putrinya dengan sebutan Rini. Arini mengajak Ibunya makan di sebuah café tidak jauh dari tempat tinggalnya.
“Rini, yakin kita makan di sini? Harganya mahal nggak?”
“Nggak Bu, sesekali bolehlah. Anggap saja perayaan karena aku sudah diterima magang di Jakarta, jadi selama beberapa bulan ke depan Rini tinggal lagi sama Ibu.”
“Wah, kamu serius?”
Arini tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Ibu senang loh, kamu magang yang baik biar cepat lulus dan bisa kerja. Kita selama ini banyak dibantu oleh majikan Ibu,” ungkap Ibu Elah.
“Iya Bu.”
Esok hari.
“Oke, Arini. Semangat untuk hari ini,” gumam Arini yang sudah berdiri di depan gerbang sekolah.
Berjalan di sepanjang koridor kelas menuju ruangan BK, sesuai instruksi Pak Gala selaku kepala sekolah kalau dirinya akan menjadi tim bimbingan konseling. Arini tersenyum melihat para siswa dan siswi yang baru saja datang bersama dengannya juga melihat beberapa siswa yang sedang berada di lapangan basket.
Ada juga yang asyik di beranda kelas sambil membuat video tik t*k.
“Generasi milenial,” gumam Arini.
Ruang BK cukup luas terlihat dari luar, Arini pun mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk oleh seorang pria yang kira-kira seumuran dengan Pak Gala.
“Selamat pagi, Pak. Saya Arini dan ….”
“Oh, guru magang ya?”
“Betul, Pak.”
“Silahkan duduk.”
Arini beranjak memasuki ruangan dan menuju sofa. Pria itu mengulurkan tangan, “Saya Yusron, ketua BK di sekolah ini.”
“Arini Septha, Pak.”
“Duduklah,” titah Yusron yang kemudian menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Arini.
“Sebenarnya ada beberapa guru BK di sini, nanti saya kenalkan sambil berjalan ya. Ini daftar siswa yang kita panggil hari ini, dua hari lalu mereka tawuran. Sebagian besar nama-nama itu memang sudah langganan kita. Sering berulah atau nakal.”
“Maaf Pak, mungkin bisa kita ganti istilah nakal dengan karakter khusus,” usul Arini.
“Hm, boleh saja. Karena mendengar kata nakal, rasanya telinga saya gatal,” ujar Yusron.
Tidak lama kemudian terdengar bel berbunyi.
“Aula itu yang akan menjadi tempat pertemuan,” tunjuk Yusron pada ruang di sebelah ruang BK.
Benar saja, satu persatu siswa berdatangan dan bisa Arini duga mereka adalah nama-nama yang terlibat tawuran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
maya ummu ihsan
bener sih
2024-01-05
0
Agustina Kusuma Dewi
bagus..
penempatan kosakata disampaikan kebalikan.
krn dlm islam pun, tdk diperbolehkan u.menjelekan nama.
spt kl anak kita nakal nih..
setelah hijrah, bs diganti dg 'pinter e kelewatan' doa juga tuh baliknya
yo to/Drool//Tongue//Angry/
2023-12-27
0
ₕₒₜ cₕₒcₒₗₐₜₑ
kayaknya ibunya arini kerja dirumah cakra ya
2023-12-18
1