Angga Tribuana

Semilir angin di sore hari, langit menunjukkan gradasi warna memukau memikat hati pecinta senja. Seorang pria paruh baya, duduk lesu di kursi belakang sang supir. Kendaraan mewah membawanya pulang ke rumah, sebuah hunian mewah di perumahan elite kawasan pinggir ibu kota tetapi memiliki akses mudah ke kawasan industri yang mana salah satunya adalah perusahaan yang dia dirikan dua puluh tahun lalu dan kini tengah berkembang pesat serta memiliki beberapa cabang di kota lain. Kini konsentrasinya pada perusahaan cabang yang baru di buka tiga tahun lalu di sebuah kota kecil tempat kakek dari ayahnya pernah tinggal. Perusahaan tersebut rencananya akan dia hadiahkan pada putra bungsunya, Laksmana Abimanyu.

Keindahan langit sore itu tidak serta mampu menghapus keresahan hatinya dari memikirkan sang putra bungsu. Radio yang di nyalakan sang supir berhenti di frekuensi yang memperdengarkan dakwah ringan. Fabiayyi aala i-robbikumaa tukadzdzibaan - maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang akan kamu dustakan. Terngiang dalam ingatan penggalan ayat salah satu surat dalam alquran, sering dia hafal juga sering dia baca. Matanya berkaca, batinnya merasa, mungkin rasa syukurnya masih kurang sehingga Allah memberikan ujian berupa karakter si bungsu yang masih jauh dari harapan.

Mobil mewah tersebut masuk gerbang yang terbuka secara otomatis, karena satpam penjaga telah mengetahui kepulangan sang tuan rumah dari kejauhan. Angga, pria paruh baya tersebut segera turun dari kendaraan yang membawanya pulang dari perusahaan. Berjalan tegak, walau tetap terlihat lelah sesungging senyum dia suguhkan untuk istri tersayang yang menyambutnya di ambang pintu begitu salam dia ucapkan.

Teringat akan penggalan ayat yang di dengar tadi, rasa syukur dia panjatkan dalam hati akan kehadiran istri yang dia sayangi dan cintai, cantik dan sederhana penuh kasih dan kelembutan, dan kini jilbab instan menutupi rambutnya-seperti doa yang sering dia panjatkan, istrinya menutup aurat seperti tuntutan dalam al quran, walau baru enam bulan lalu ditunaikan tepatnya sepulang ibadah haji dengannya. Maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang akan kamu dustakan?

"Assalamualaikum, mama" suara sendu terdengar dari sosok tinggi tegap itu.

"Wa'alaikumsalam, papa." sesungging senyum menyambut dan menjawab salam. Segera diraihnya tangan kanan suami yang dicintainya.

"Kenapa dengan wajah tampan suamiku ini, apa yang membuatnya gundah gulana?" pertanyaan diiringi senyum hangat sang istri, seolah tahu apa yang menjadi beban pikiran Angga.

"Apalagi kalau bukan si bungsu, ma?" jawabnya pelan seolah merajuk.

"Kalau hanya papa pikirkan saja ya tidak akan menemukan jalan keluar." ujarnya tenang, seperti menggantung dan menanti lanjutan, Angga hanya diam mendengarkan, pandangannya tak lepas menatap wajah sang istri.

"Papa, sudah melangitkan doa?" lanjutan ungkapan tadi berujung pada sebuah tanya tapi juga sebuah instruksi untuk dikerjakan.

"Astaghfirullohaladzim, rupanya doa yang papa panjatkan tidak detail meminta tentang si bungsu." ditangkupkan kedua telapak tangannya pada kedua pipi istrinya.

"Terima kasih, mama sudah mengingatkan." dikecupnya kening sang istri dengan sayang.

Tas kerja berpindah, di bawa perempuan cantik paruh baya, Ratna istri dari Angga. Segera Angga beranjak ke kamarnya, berniat membersihkan diri. Sedangkan istrinya membawa tas kerja ke ruangan kerja di rumahnya yang luas. Setelah itu beranjak ke kamar menyiapkan kebutuhan suaminya.

"Kapan papa ke cabang tiga? Kalau bisa sekalian ziarah ke makam kakek, buyutnya anak-anak." kembali Ratna mengingatkan hal-hal kecil yang luput dari ingatan Angga.

"In syaa Allah akhir pekan ini kesana, terima kasih sudah mengingatkan kembali." jawab Angga seraya mengenakan pakaian santai yang sudah disiapkan istrinya.

"Mama ikut?" lanjutnya.

"Sepertinya belum bisa ikut, maaf ya pa. Ada kajian penting di majlis ta'lim kompleks kita. Sayang kalau dilewatkan." sesalnya.

"Tak mengapa, mencari ilmu jauh lebih penting. Ziarah bisa diwakilkan, toh berdoa dari rumah pun in syaa allah akan sampai."" jawab Angga menenangkan.

Hari pun berlalu.

"Ma, papa sepertinya tiga hari di cabang. Ada perekrutan beberapa karyawan baru, mudah-mudahan saja membawa dampak baik untuk perusahaan. In syaa Allah sabtu sore pulang." ijin Angga pada sang istri yang tengah merapikan jas yang di pakai suaminya.

"Iya pa, semoga lancar ya." jawabnya diiringi senyum menenangkan, senyum yang selalu Angga rindukan.

"Kalau bisa suruh Bima nyusul papa ke cabang. Papa hubungi susah, kalau sama Mama biasanya dia mau dengar." permintaan Angga lebih ke arah keluhan, terdengar jelas oleh Ratna sang istri.

"Iya nanti mama ajak ngobrol Bima." jawabnya pelan.

Senyum pun tak luput terbit dari wajah istrinya, rupanya suaminya tidak tahu jika si bungsu sudah beberapa hari ini selalu di rumah, hanya kucing-kucingan saja terhadap sang papa, menghindar perdebatan panjang yang selalu bermuara pada amarah dan kebuntuan. Papanya mengira Bima masih liburan bersama teman-temannya.

Setelah sarapan dengan tenang, Angga pun pamit ke cabang selama tiga hari, ditemani supir yang setia bekerja sedari Angga muda.

*

*

Di pemakaman inilah Angga bertemu Saskia, mendengar segala curahan hatinya dan harapan diterima di perusahaan yang Angga sementara pimpin.

*

*

Kapan neh Saskia yang panggilan sayangnya Sasi bertemu dengan Angga juga Bima?

Terus ikuti lanjutannya ya!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!