Brak!
Meja diruangan itu di gebrak dengan keras oleh seorang wanita berseragam hitam putih, wajahnya nampak begitu kesal. Sementara gadis dihadapannya yang memakai seragam abu putih nampak biasa saja. Ia terlihat cuek dengan wajah cantiknya.
"Freya. Saya tidak habis fikir sama kamu. Memangnya kamu tidak bosan, masuk ke ruangan ini?" sahut Ibu Reni dengan berapi api. Hari ini, Freya kembali membuat ulah dengan memakai seragam sekolah yang super ketat. Tentu saja itu melanggar peraturan sekolah, dan Ibu Reni, selaku guru BP adalah yang paling kewalahan menangani sikap Freya ini. Terlebih guru yang lain sudah banyak yang menyerah.
"Freya. Apa kamu mendengar ibu?" bentak Bu Reni dengan kesal.
Freya melipat kedua tangannya di dada. Kemudian memutar bola matanya, jengah.
"Saya dengar!" sahutnya dengan pelan.
"Lalu kenapa kamu tidak mau patuh?"
"Memangnya harus? Aturan ada juga buat dilanggar kok!"
Ibu Reni hampir saja tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Seorang Freya, yang tiba-tiba saja banyak berbicara? Kerasukan setan apa, dia?
"Saya semakin tidak mengerti dengan kamu. Seharusnya kedua orang tua kamu bisa membimbing dan mengarahkan kamu, tidak hanya sibuk berbisnis saja dan mengabaikan kamu seperti ini,"
Kali ini Freya tersenyum. Menumpukan tangannya diatas meja, memasang tampang jenaka yang justru menambah aura tidak terbaca dari wajahnya.
"Ibu lupa, kalau kedua orang tua saya sudah bercerai?"
Bu Reni terdiam. Ia tidak bisa mengontrol emosinya, sehingga salah berbicara pada Freya.
"Ibu tidak berhak mencampuri urusan pribadi saya!
Bu Reni hanya terdiam.
"Saya sudah boleh keluar?" tanyanya kemudian dengan seenaknya. Ekspresi datar yang kerap kali ditunjukannya pada semua orang selalu terpampang dihadapan siapapun.
Bu Reni nampak menghela nafas, kemudian mengibaskan tangannya, tanda menyuruh Freya untuk keluar dari ruangannya. Freya berdiri, membungkukan badannya dan kemudian berlalu keluar. Bu Reni menghela nafas saat siswi cantik itu sudah tidak ada. Ia lelah menghadapi sikap anak didiknya yang satu itu.
Adzana Freya Maheswari mos wanted SMA Starlight. Cantik, pendiam, dan sering masuk ruang BK karena tingkahnya yang seenaknya. Freya memang terkenal siswi paling nakal se-SMA Starlight, sejujurnya dia adalah siswi yang cerdas, tapi dia terkenal bad girl, meski begitu, ia tetaplah menjadi pujaan hati para cowok. Selain itu, wajah cantiknya juga pernah beberapa kali menghiasi sampul majalah remaja. Bakat model yang dimilikinya menurun dari sang mami yang berkecimpung di dunia permodelan. Kepribadiannya memang cukup mengherankan, tapi begitulah seorang Adzana Freya.
Tentunya, Freya memiliki alasan tersendiri mengapa dirinya bersikap seperti itu. Atau memang itu adalah dirinya, watak seorang Adzana Freya yang sesungguhnya.
Freya berdiri di pelataran parkiran, menimang ponselnya dan bingung ingin menghubungi siapa. Disini, Freya sama sekali tidak memiliki teman. Sesil, temannya bersekolah disekolahan yang berbeda dengannya. Entahlah kenapa dulu Freya malah memilih bersekolah disini dan berpisah dengan Sesil. Yang pasti, ada alasan kuat yang melatarbelakangi keputusannya
**
"KAMI BERJANJI TIDAK AKAN MENCURI BOLPOIN DI DALAM KOLONG MEJA LAGI!"
"KAMI BERJANJI TIDAK AKAN MENCURI BOLPOIN DI DALAM KOLONG MEJA LAGI!"
"Yang bener, Brandon!" Pak Harun berteriak sambil menodongkan sapu injuk pada Brandon.
"Dah bener ini, Pak. Astaga, salah mulu saya!" cowok tampan itu menggerutu dengan suara pelan, tapi masih dapat didengar oleh Pak Harun maupun dua kawannya.
"Nyaut aja kamu!"
Brandon diam setelah Morgan menyenggolnya.
"Berapa bolpoin yang sudah kamu curi?" tanya Pak Harun dengan tampang serius. Berlaga seolah dia adalah seorang polisi yang mengintrogasi tahanannya.
Ia mengerutkan alis saat Brandon tak menyahut dan malah berlaga tidak perduli.
"INI PERTANYAAN. JAWAB!"
"Yaampun serba salah amat jadi gua!" cicitnya yang mendapat sikutan dari Morgan dan Braga.
"Kenapa tuh?" tanya Vina pada Agyan yang bersandar di pilar depan kelasnya sambil menertawakan 3 anak muda yang tengah berdiri dilapangan, menjalankan hukuman dari Pak Harun karena mencuri bolpoin dikelas.
"Tau tuh. Orang kaya gak punya kerjaan." Agyan menyahut kalem. Vina hanya tertawa saja. Menertawakan musibah seorang kawan itu menyenangkan, asal jangan lupa untuk menanyakan duduk permasalahan. Jika sekiranya dapat membantu, maka bantu. Dan nampaknya, kasus Brandon tidak dapat dibantu, keculi cowok itu mau berhenti dengan aksi candunya.
"Vanesh dimana?" kemudian Agyan justru malah menanyakan Vanesh.
"Gak usah gangguin adek gue terus, Gyan. Kasian dia baper sama loe,"
Agyan tertawa. Sejak dulu, ia memang dekat dengan Vanesh. Putri kedua dari Angga dan Nasya. Selisih usia mereka hanya satu tahun. Sementara Vina sendiri, yang berusia 2 tahun lebih tua dari Agyan masih duduk dikelas yang sama dengannya. Karena pada saat akan masuk bangku SMP, ia memilih untuk tinggal di Semarang dengan nenek Wina tanpa mau melanjutkan sekolahnya. Setelah pulang dari Semarang, ia masuk bangku SMP, satu angkatan dengan Agyan, Morgan, Brandon dan Cerry.
"Nah kan loe, malah ketawa. Dasar, gak tanggung jawab!"
Sekali lagi Agyan justru malah tertawa.
"Adek loe tuh lucu, Vin. Gue suka,"
"Suka loe udah ke tahap sayang?"
Agyan diam untuk berfikir.
"Gak usah kayaknya. Kasian sama loe,"
"Apaan gue? Gak usah macem macem. Gue gak suka sama loe," sanggah Vina dengan ekspresi jijik.
"Waktu kecil loe sering nginep di rumah gue, apaan namanya kalo gak naksir sama pemilik rumah?"
"Pemilik rumah kan om Andre sama tante Grryc. Waktu kecil sama udah gede kaya gini tuh juga beda, Geofata!"
"Apanya yang gede?" cowok itu justru malah salah fokus.
Vina mengerutkan kening.
"Loe fikir apanya?"
Kening Agyan berkerut, menilik gadis itu dan tangannya menggantung ke udara. Hendak menunjuk sesuatu. Sampai Vina menginjak kaki kanan cowok tampan itu, Agyan meringis kesakitan. Dia hanya akting, kenyataannya tidak terlalu sakit.
"Awww, jahat loe ah. Gak suka gue,"
"Kagak perduli!"
"Kak Gyan kenapa?" seorang gadis dengan tampang imutnya muncul dan memperhatikan kaki Agyan.
"Kakak loe, Van." tuduhnya dengan wajah teraniaya.
"Kak Vina apain?" gadis bernama Vanesh itu bertanya pada sang kakak.
"Cuma di injek Van, gak usah khawatir. Paling jarinya copot satu,"
"Hah?"
"Bercanda yaampun. Polos banget punya adek, wajar kalau di phpin mulu."
"Ihh Kak Vina," gadis itu menggerutu. Sementara Agyan malah tertawa. Vina berlalu, memilih untuk pindah ke salah satu pilar yang dekat dengan lapangan dan menghadap ke arah orang orang yang sedang mendapat hukuman.
"Kaki kak Agyan nggak papa?"
"Enggak, tadi cuma akting aja kok."
"Dasar!"
Agyan hanya tersenyum.
"Kak Agyan udah ke kantin?"
"Belum."
"Ke kantin bareng yu,"
"Boleh!"
Keduanya berjalan ke arah kantin. Melewati Vina yang sedang meledek 3 cowok yang tengah dipanaskan di lapangan untuk menu makan siang. Haha.
"Pak, udah!p Panas banget ini,"
"Yang bilang hujan siapa Brandon?"
"Ya kagak ada sih, tapi ini. Panas Pak yaampun,"
"Bapak kamu kan dokter, kalau sakit di periksa gak perlu bayar."
"Elah, malah bawa bawa profesi. Padahal gue kan gak pengen pamer." lirihnya. Braga yang stay cool hanya diam dengan mata menyipit karena silau oleh caya matahari yang sedang panas-panasnya.
"Tiga, dua, satu." ucap Pak Harun tiba tiba saja.
"Lari, pak?" Morgan dan Brandon bertanya berbarengan.
"Memangnya kamu sedang berlomba."
"Jadi?"
"Hukuman kalian sudah selesai!"
Kedua cowok itu bersorak ria, sementara Braga biasa saja. Pak Harun hanya menggeleng sambil melenggang dari sana.
"Brand, pokoknya gue kapok loe ajak begituan ya, kagak asik ketangkep basah gini. Gue yakin ada yang laporan nih. Gile, anak fisika ember semua!" Morgan menggerutu tidak terima. Sedangkan Braga yang sesungguhnya tidak terlibat malah kena getahnya karena terus saja berada di kelas, ia menyesal. Menyesal tidak pergi saja.
"Kagak usah nyalahin anak kelas kita, emang kitanya aja yang lagi sial!"
"Termasuk temenan sama loe. Sial!"
Braga memilih berlalu meninggalkan dua cowok yang sedang berdebat tidak jelas itu.
Sementara dirinya berjalan ke arah kantin dengan Vina yang sudah menunggunya.
"Gyan mana?"
"Udah sama Vanesh duluan,"
Braga mengangguk. Terus berjalan dengan Vina ke arah kantin. Menyusul Agyan dengan Vanesh yang sudah duluan ke tempat paling diminati para siswa itu.
Bangunan Ghalapagos. Melihat bangunan yang berdiri kokoh setelah tiga tahun yang lalu kembali di renovasi itu, rasanya begitu melekat dengan kenangan antara seorang guru tampan dan murid cantiknya.
Atau persahabatan antara tujuh umat manusia. Atau banyak lagi seluruh kenangan yang tercipta.
Namun, kisah antara Pak Andreas dengan Grrycia tentu saja adalah yang paling mendominasi. Dan kini, putra tunggal mereka juga bersekolah di Ghalapagos. Mengikuti jejak orang tuanya atau tidak dalam menemukan cinta, kita tidak tau.
Karena kisah Zeinn Agyan Geofata, baru saja akan dimulai.
TBC
Dukung dengan cara like dan vote.
Terimakasih^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
Kim Vytha
aq suka kryamu thor,, dhaebakkk.... love uuu
2021-10-31
1
maura shi
brandon klepto kali ya,demen bgt nyomot pen d kolong
2021-03-22
1
Mutia Anggraini
bukan anak greas cewek
2020-07-08
2