Grrycia yang sedang duduk di kursi teras rumah beranjak saat mobil Agyan memasuki gerbang rumah. Satu mobil hitam mengikutinya dari belakang, itu mobil Andreas yang baru saja pulang dari kantor.
"Pulangnya barengan?" tanya Grrycia sambil menghampiri suaminya, tapi matanya mengarah pada Agyan. Yang artinya ia bertanya pada putranya.
"Tau tuh, Papi ngikutin!" tuduhnya.
Andreas menggeleng dengan mata memicing pada putranya. Grrycia menatap Agyan, kemudian beralih pada Andreas dan memilih untuk kembali bertanya.
"Itu kamu keringetan habis ngapain, Gyan?"
"Habis latihan , Mi. Ada undangan turnamen dari sekolah lain."
"Latihan apa?"
"Bakset lah, Mi. Gyan kan hobynya basket, bukan bola bekel."
Grrycia hanya tersenyum, kemudian mengangguk. Toh ia hanya iseng saja pada Agyan.
Kemudian ketiganya berjalan memasuki rumah, dengan Grrycia yang menggandeng Andreas dan Agyan berjalan di depan mereka.
"Oh iya, Gyan. Malem ini kamu nginep di rumah 'kan?" tanya Grrycia. Karena biasanya, setiap malam sabtu Agyan akan menginap di apartemennya. Apartemen milik Andreas, yang dua tahun lalu ia berikan pada Agyan sebagai hadiah karena putranya mendapat juara umum saat kenaikan kelas.
"Di rumah, Mi."
"Jangan bawa perempuan ke apartemen kamu, Gyan!" Andreas angkat bicara.
Agyan menoleh dengan dahi berkerut.
"Kenapa?"
"Gyan," Andreas mendelik tajam.
Agyan nyengir dengan dua jari tangan membentuk huruf V. Sementara Grrycia hanya menggeleng sambil memijit pelipisnya.
Sejak Agyan kecil, Andreas dengan putranya itu memang jarang akur. Begitulah mereka.
**
"Banyak cewek cantik disini, Gyan?" tanya Morgan setelah memarkirkan motornya tepat di parkiran motor SMA Starlight.
Braga dan Vina yang sedang mengobrol singkat lantas menoleh pada pemuda itu.
"Cewek mulu mata loe!" Vina mencibir. Agyan yang baru saja mengeluarkan kaos tim dari tasnya hanya menoleh.
"Maen yang fokus dulu aja!" sahutnya selaku kapten basket. Morgan mengangguk pasrah, sampai kemudian ketua OSIS SMA Starlight, menyambut kedatangan mereka dan menuntun ke lapangan indoor, tempat diadakannya pertandingan basket.
Vina dan Cherry, serta beberapa anak lain selaku suporter untuk Ghalapagos juga mengekor dibelakang para pemain.
**
Kalau bukan karena Rara, kawan sebangkunya yang memaksa Freya untuk ikut menonton pertandingan basket, sudah pasti Freya meluncur pulang saja tanpa mau duduk pegal di deretan tribun dengan anak-anak alay yang berisik meneriaki idolanya.
"Balik aja yu," ia membujuk Rara untuk kesekian kalinya.
"Selow kali Frey. Sekali-kali dong, kamu ikut nonton pertandingan, biar nggak kuper!" ia nyengir diakhir kalimatnya.
Freya memasang ekspresi kesal. Ketahuilah, ia tidak pernah tertarik dengan apapun kegiatan di sekolahnya. Katakan saja di anak yang ansos, memang begitu kenyataannya.
Seketika suasana berubah menjadi begitu riuh. Para cewek-cewek alay langsung berteriak heboh saat para pemain basket dari Ghalapagos muncul. Beberapa kali mereka meneriaki nama Agyan selaku kapten basketnya.
Sedangkan Freya hanya duduk tenang dengan kedua tangan yang menyilang di dadanya. Memasang wajah datar nan cuek seperti biasanya, seolah dia tidak sedang menonton pertandingan.
Beberapa kali Agyan berhasil mengecoh para pemain SMA Starlight, yang diketuai oleh Denis. Tapi selama pertandingan berlangsung pula Agyan dikecohkan oleh gadis cantik, yang duduk dengan kalem dan cuek di deretan tribun. Agyan yakin, jika gadis itu, adalah gadis yang ditemuinya di sirkuit Gavin kemarin.
Freya pergi dari tempat pertandingan sebelum permainan selesai. Rara tidak dapat menahannya, terlebih mereka tidak terlalu akrab, dan Rara takut jika Freya akan marah jika ia memaksanya.
Sementara itu, Agyan mulai kebingungan karena gadis itu yang tiba-tiba saja menghilang.
Pertandingan selesai dengan skor duapuluhlima tigapuluh. Tim basket Ghalapagos keluar sebagai pemenang. Starlight sebagai tuan rumah harus menerima kekalahan. Tapi sepertinya bukanlah hal penting yang harus diperbincangkan. Karena sebenarnya yang menjadi pusat perhatian adalah Agyan, tak perduli tim basket mereka menang atau kalah sekalipun.
Freya berjalan ke arah parkiran setelah membaca sebuah pesan masuk. Nampak seorang pria dewasa dengan stelan jas rapihnya tengah berdiri menunggu gadis itu disana, di depan gerbang sekolah.
Freya langsung berhambur memeluknya, sudah dua hari keduanya tidak dapat menghabiskan waktu bersama.
"Aku berangkat sekarang," sahutnya yang membuat Freya mendongak dengan tatapan sendu. Sang pacar mengusap puncak kepalanya dengan lembut.
"Gak bisa nanti, aja?" tanyanya dengan manja. Seolah enggan untuk pria itu tinggalkan.
"Enggak bisa, Sayang. Harus sekarang."
"Aku gak suka tau gak sih! Semenjak kerja, kamu jarang ada waktu buat aku." Rengeknya. Sementara pria yang diprotesnya hanya tersenyum, kemudian kembali mengusap puncak kepala Freya dan mencium keningnya dengan lembut.
Dengan sangat berat hati, Freya harus melepaskan kekasihnya itu dalam perjalanan bisnis menuju Jepang dalam waktu lama.
Yah. Dia Arjun. Arjun Sagara, pria tampan yang sekarang meneruskan perusahaan bisnis orang tuanya.
Dengan sejuta pesona dan kelembutannya, ia mampu membuat seorang Adzana Freya, gadis super cuek jatuh dalam pelukannya. Arjun berusia lima tahun lebih dewasa dari Freya.
Keduanya bertemu dalam acara jumpa pers bisnis orang tua mereka di gedung bintang lima tepat tiga tahun yang lalu. Merasa tertarik satu sama lain, mereka menjalin kedekatan, sudah dua tahun mereka menjalin hubungan dengan status berpacaran.
Tapi begitulah. Setelah berkecimpung dalam dunia bisnis, ia sibuk bekerja dan jarang sekali ada waktu untuk Freya.
Freya berbalik badan saat mobil Arjun sudah melaju hilang dalam penglihatannya. Tepat dibelakangnya berdiri seorang siswa dari sekolah lain, ia masih memakai kaos tim. Bulir-bulir keringat yang jatuh dari pelipis, serta leher sampai melewati jakunnya membuat pria dihadapannya terlihat sangat tampan dan gentleman. Anehnyax Freya sama sekali tidak tertarik. Freya hanya menatapnya dengan acuh tak acuh tanpa bereaksi apa-apa.
"Queen Starlight!" sahutnya.
Freya hanya tersenyum miring, kemudian melangkahkan kakinya dengan cuek melewati Agyan yang tersenyum padanya dengan rasa penasaran.
Yah, Agyan amat penasaran dengan gadis super dingin itu yang sekarang sedang berjalan ke area lapangan.
**
"Loe kemana aja, sih, Gyan. Dicariin juga!" Morgan menggeruru saat Agyan baru saja tiba. Agyan hanya menatap Morgan sambil mengelap wajahnya dengan handuk kecil yang disodorkan Braga, suporter setia sekaligus penasihat tim mereka.
"Dari depan doang," Agyan menyahut seperlunya.
"Nyari cewek cantik?" Brandon menyambar seperti petir.
"Yo'i." Agyan menaikan alisnya dengan gaya kece. Kawan-kawannya hanya menggeleng, dan seperti biasanya Brandon serta Morgan mengutukinya seperti tidak rela. Iya, tidak rela karena Agyan cuci mata hanya sendiri tanpa mengajak mereka.
"Cantik?"
"Banget!"
Braga menautkan alisnya.
"Lebih cantik dari Vanesh?" tanyanya kemudian. Agyan mengangguk.
"Kalo suruh pilih, loe pilih Vanesh apa cewek cantik itu?" Braga memancing.
Agyan terdiam, kemudian ....,
"Gue pilih Vina lah."
"Idih ogah! Berdebu gue Gyan kalo sama loe, males!" gadis itu brigidik ngeri.
Agyan tertawa, begitulah Vina jika ia menggodanya. Sementara Cherry hanya tertawa sambil menyenggol lengan Vina.
"Balik sekarang atau gimana, Gyan?" tanya salah satu anggota tim.
"Terserah. Tapi gue mau langsung balik, kalo mau makan-makan dulu, oke aja. Ntar duitnya gue titip di Brandon."
"Oke, thank's Gyan!"
Agyan mengangguk, kemudian berlalu ke mobilnya dengan Vina. Sementara Cherry dan Braga satu mobil dengan Brandon. Morgan dengan motor sport hitamnya, yang lain juga dengan mobil dan sebagian dengan motor.
**
Freya berjalan ke arah tangga tanpa mendengarkan papihnya berbicara, ia baru saja mendengar kabar jika Warry akan menikah dengan kekasihnya..Jelas saja Freya menolak keinginan sang papi.
"Sayang, kamu dengerin Papi dong. Kamu tau sendiri 'kan, semenjak mami kamu ninggalin Papih .....,"
"PAPIH!" bentak Freya, memotong perkataan Warry dengan ekspresi yang murka. Lantas ia berbalik badan, menatap Warry dengan nafas memburu, tangannya terkepal dengan perasaan sangat kesal.
"Kalau aja Papi enggak dengan sikap egois Papi sama para perempuan mainan Papi di luaran sana. Sampai detik ini, mami pasti masih ada disini sama kita!" sahut Freya berapi-api.
Warry nampak menahan amarah. Ia lelah menghadapi sikap keras kepala anak sematawayangnya ini.
"Sayang, ini semua demi kebaikan kamu!"
"Apanya yang demi kebaikan, Freya. Pi?"
Warry hanya terdiam.
"Sayang, ini demi kebaikan kamu!"
"Demi kebahagiaan kamu!" sambungnya sambil mengelus puncak kepala Freya.
"Bukan!" Freya dengan cepat menepisnya.
Warry menatap putrinya dengan heran.
"Papi tau, semenjak Papi sama mami cerai. Freya gak pernah bahagia!"
Freya menyeka air matanya, kemudian melangkah menapaki anak tangga menuju lantai dua kamarnya.
Sampai kapanpun. Freya tidak ingin ada yang menggantikan posisi maminya di rumah ini.
Belakangan, Freya mengetahui jika Warry berpacaran dengan seorang janda anak satu. Yang tak lain anaknya adalah Sarah, musuh bebuyutan Freya sejak SMP. Itulah kenapa Freya tidak ingin bersekolah di Ghalapagos, karena Sarah bersekolah disana.
Malang memang nasibnya sebagai korban perceraian kedua orang tuanya.
Freya menelungkupkan wajahnya diatas bantal kesayangannya di kamar. Menurut Freya, semewah apapun hidupnya, sebanyak apapun uang yang dimilikinya. Atau setinggi apapun popularitas yang menunjung tinggi nama baiknya, hal itu tidak akan cukup untuk kembali menyatukan keutuhan keluarganya yang telah hancur.
Freya tidak ingin apa-apa. Ia hanya ingin orang tuanya kembali seperti dulu, utuh.
Itu saja.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
☠☀💦Adnda🌽💫
egois bngt p warry nggak mikirin kebahagiaan anaknya ,tpi mikiri burung prekututnya takut karatan kayaknya 🤭🤪✌️
2025-02-22
0
Iie Bae
bener ank jd korban
2021-06-18
1
IntanhayadiPutri
Aku mampir nih kak, udah 5 like dan 5 rate juga.. jangan lupa mampir ya ke ceritaku
TERJEBAK PERNIKAHAN SMA
makasih 🙏🙏
2021-01-13
1