Chapter 4

Sinar mentari pagi menyusup masuk lewat jendela yang sudah di buka oleh Kinanti. Hari ini tanggal merah, keduanya anaknya masih bermalas-malasan di atas kasur.

Kinanti yang baru selesai buat sarapan, segera menemui suaminya di kamar. Walau hari ini tanggal merah, suaminya itu tetap masuk kerja, apalagi Yoga saat ini tengah dipromosikan di kantornya agar cepat naik jabatan. Dan Yoga tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Mas, aku mau minta uang buat beli kebutuhan dapur," ucap Kinanti. Sebab uang resiko buat sehari-hari sudah habis.

"Uang yang aku kasih waktu itu sudah habis lagi?" sahut Yoga tak percaya.

"Iya...."

Yoga mendengus. "Kamu tuh jadi istri jangan boros dong!" Omel Yoga. "Uang segitu tuh harusnya cukup buat sebulan."

"Iya, uang lima ratus ribu kalau buat untuk kita berdua mungkin cukup. Tapi kan sekarang kita punya dua anak, belum lagi jajannya di tambah lagi hampir semua bahan sembako tuh pada naik. Jadi mana cukup uang segitu buat sebulan. Aku tuh sudah berusaha untuk hemat, tapi ya ... tetap nggak cukup."

"Alasan. Bilang aja kamu nggak bisa ngatur keuangan," desis Yoga, sambil mengambil dompetnya kasar.

Yoga mengeluarkan empat lembar uang lima puluh ribuan. "Nih uang, pokoknya harus cukup untuk dua minggu," ucap Yoga tak mau tahu.

Kinanti menghela napasnya. Bukan Kinanti tidak mensyukuri nafkah dari suaminya, tapi uang segitu mungkin tidak cukup untuk dua minggu.

"Aku nggak bisa janji," jawab Kinanti, sambil menerima uang tersebut. Kemudian Kinanti keluar dari kamar.

Selama ini Yoga memberi uang buat sehari-hari hanya lima ratus ribu, termasuk buat jajan Amar dan Sasa. Belum lagi buat bayar bulanan sekolah Sasa, sedangkan Amar tidak ada biaya. Karena Amar sekolahnya di SD negeri.

Jadi, sebisa mungkin Kinanti menghemat uang itu, walau nyatanya tidak cukup sampai sebulan.

Amar dan Sasa sudah duduk di meja makan. keduanya begitu menikmati masakan Kinanti. Tidak lama Yoga ikut bergabung dan duduk di samping Amar.

Yoga mendengus melihat makanan di atas meja. "Kamu bikin sarapan hanya nasi sama telor dadar lagi?"

"Iya. Aku belum belanja lagi, tau sendiri aku baru minta duit sama kamu, Mas," jawab Kinanti.

"Aku nggak jadi makan. Bosen aku tiap hari makan sama telor, tempe, kangkung," omel Yoga.

Kinanti menghela napasnya. Masih untung Kinanti menyediakan sarapan, walau hanya dengan telur dadar. Kinanti juga sudah berusaha mengatur keuangannya.

Yoga meninggalkan meja makan begitu saja dan memilih berangkat saja.

'Lebih baik aku cari makan di jalan saja. Dasar istri nggak kreatif.' Gerutu Yoga di dalam hatinya.

Kinanti menggelengkan kepalanya melihat suaminya yang tak mau sarapan.

***

Selesai sarapan, Kinanti menemani Sasa yang tengah menggambar, sedangkan Amar main dengan teman-temannya.

Kinanti tengah berpikir gimana ia bisa kerja, tapi tidak harus meninggalkan anak-anak di rumah. Kinanti juga ingin punya usaha sendiri, tanpa harus terus mengandalkan uang dari suaminya.

"Apa aku usaha online aja ya ... Tapi usaha apa?" Kinanti bingung mau buka usaha online apa.

"Nanti lah aku pikirin lagi."

Sasa yang baru selesai menggambar, segera menunjukkan ke Kinanti.

"Ma, bagus nggak?"

"Wah ... Bagus sekali gambarnya," puji Kinanti. Bukan hanya sekedar menyenangkan hati Sasa, hasil buatan gambar nya memang sangat cantik dan bagus.

Senyum Sasa terkembang merekah mendapat pujian dari sang mama.

"Terima kasih mama," seru Sasa, kemudian mencium pipi Kinanti. Yang di balas dengan mengelus kepala Sasa dengan sayang.

Sasa menyimpan hasil gambarnya di tas, sekaligus membereskan peralatan gambarnya.

"Ma, Sasa boleh jajan nggak?"

"Boleh," jawab Kinanti sambil menganggukkan kepalanya.

Kinanti dan Sasak beriringan keluar rumah, tapi baru saja mengunci pintu seseorang datang menghampiri Kinanti.

"Kinan...." Panggil Pak Rusdi.

Kinanti terperangah, melihat Pak Rusdi datang ke rumahnya. Beliau adalah tetangga dekat orang tuanya.

"Pak Rusdi, tumben mampir ke sini?" Kata Kinanti.

"Iya, saya sengaja ingin mampir. Lagian memang sudah lama kita nggak ketemu."

Kinanti manggut-manggut mendengar jawabannya. "Silahkan Pak Rusdi duduk dulu, saya buatkan minum dulu."

Pak Rusdi pun duduk di kursi teras. Kinanti masuk dan membuatkan minum untuk Pak Rusdi.

"Silahkan Pak di minum teh nya," ucap Kinanti menyorongkan gelas ke Pak Rusdi.

"Terima kasih." Pak Rusdi meminumnya sedikit dan meletakkan lagi di meja.

Kinanti duduk di kursi yang satu lagi.

Kinanti yakin kedatangan Pak Rusdi bukan sekedar bersilaturahmi, pasti ada hal lain.

"Ada hal apa sampai Pak Rusdi datang ke sini?"

Pak Rusdi membuang napasnya terlebih dahulu. Wajahnya berubah muram, saat menatap Kinanti.

"Bapak mu saat ini tengah sakit dan kemarin sempat di rawat beberapa hari di rumah sakit." Pak Rusdi menjeda ucapannya dan menatap Sasa yang duduk sambil memainkan batu kecil. "Apa kamu nggak merindukan bapak sama ibu mu," sambungnya sambil menoleh ke arah Kinanti.

Kinanti menundukkan kepalanya. Ada rasa sedih di hatinya, mendengar kalau bapaknya sakit.

"Pulang lah ... Kasihan ibu, bapak mu. Mereka masih membutuhkan kamu."

"Tapi, Pak ... Saya takut kalau nanti...." Kinanti menghentikan ucapannya. Masih teringat jelas bagaimana bapaknya itu sangat marah terhadapnya karena tetap nekat nikah dengan Yoga, padahal bapak dan ibunya tidak merestuinya.

"Semarah-marahnya orang tua, itu hanya di bibir saja. Sedangkan di hatinya orang tua sangat menyayangi anak-anaknya, termasuk ibu dan bapak mu. Bapak dan ibu mu sebenarnya sangat merindukan kamu dan berharap kamu pulang."

Kinanti terdiam. Ia juga merindukan kedua orang tuanya, yang sudah lama tidak bertemu.

Selama ini Kinanti tidak punya keberanian untuk menemui orang tuanya. Kinanti masih takut kalau kedatangannya akan ditolak oleh orang tuanya.

"Saya harap kamu bisa pulang," ucap Pak Rusdi lagi.

***

Setelah kedatangan Pak Rusdi ke rumahnya, Kinanti kini tengah termenung memikirkan orang tuanya.

Tidak bisa dipungkiri, kalau ia juga ingin pulang, tapi ya itu ... Kinanti takut kalau ia pulang, bakal di tolak atau di usir sama bapaknya. Selain itu, Kinanti yakin kalau suaminya juga tidak mau diajak menemui orang tuanya.

"Dari tadi diem aja. Lagi mikirin apa sih?" Tanya Yoga.

Keduanya akan siap-siap untuk tidur.

'Apa aku ngomong aja ya sama Mas Yoga.' ucap Kinanti di dalam hatinya.

Karena Kinanti tak menjawabnya, Yoga memilih tidur duluan. Yoga memunggungi Kinanti yang masih termenung.

"Mm ... Mas, aku mau ngomong," ucap Kinanti ragu.

"Ya udah, tinggal ngomong aja," sahut Yoga tanpa merubah posisinya.

Kinanti meremat kedua tangannya. "Tadi Pak Rusdi datang ke sini."

Yoga menautkan alisnya, mendengar nama Pak Rusdi. "Pak Rusdi yang mana?" Jawab Yoga sambil mengingat siapa Pak Rusdi itu.

"Itu loh, tetangganya bapak," ucap Kinanti pelan.

"Oh ... Ngapain dia datang ke sini?"

"Kasih tau kalau bapak lagi sakit dan ... Minta aku pulang."

Terpopuler

Comments

Soraya

Soraya

lima ratus buat sebulan, dh gitu masaknya diblg ga kreatif, dia milih mkn diluar, pdhl klo dia mkn diluar bsa hbis lima puluh ribu, sedangkan istri nya diksh lima puluh ribu buat dua minggu, pdhl kerja suami nya dipertambangan, 🤔

2023-10-30

0

Uthie

Uthie

Kadang memang penilaian orang tua itu suka benar dan baik untuk anaknya... termasuk restu dan melihat calon mantu dari anaknya.
Dan biasanya memang pernikahan tanpa restu orang tua, kemudian nekat tetap menikah, dikemudian hari suka kenyataan yg dulu diragukan oleh penilaian dr orang tuanya...
seperti si Yoga ini yg pada akhirnya memang egois pd Kinanti sbg istrinya.. dan perlakuan yg tidak baik sbg kepala rumah tangga nya 😌

2023-05-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!